Central Bank Digital Currency (Bagian II): Currency Debasement & Inflation, Fully Backed Fiat Money

Uang itu umumnya dikeluarkan oleh penguasa. Contohnya koin-koin emas / perak kuno di zaman Romawi & Persia yang ditempa dengan wajah raja yang berkuasa pada saat itu. Pada zaman Ḳolīfah kaum Muslimīn Dīnār & Dirham ditempa dengan nama Ḳolīfahnya – pada zaman Nabī ﷺ & al-Ḳilāfatur-Rōṡidah, Dīnār (emas) itu adalah uang keluaran Persia sedangkan Dirham (perak) itu adalah uang keluaran Byzantium, dan baru tahun 77 H pada masa Ḳolīfah Banī Ùmayyah, Àbdul-Mālik ibn Marwan, maka koin Dīnār Muslimīn pertama ditempa.

Currency Debasement & Inflation

Pada negara-negara orang Kāfir, penguasa seringkali tak jujur terhadap rakyatnya pada sistem moneter dengan mengurangi takaran & berat logam mulia ketika mereka menempa / mencetak uang. Jadi harusnya untuk 1 koin emas dibutuhkan sekian gram, dikurangi sedikit beratnya dengan mengurangi ketebalan koin. Inilah yang dikenal dengan istilah “CURRENCY DEBASEMENT”, atau dalam terminologi Ṡarīàt Islām dikenal dengan nama “Ribā Faḍl”.

Untuk apa? Ya apalagi kalau bukan untuk membiayai proyek, semisal: istana atau bangunan lainnya, membiayai tentara / perang, atau bahkan untuk foya-foya. Tentunya rakyat menyadari hal ini dan mereka pun merasa bahwa harga sudah tak lagi tepat untuk barang / jasa yang mereka jual. Akibatnya rakya meminta pembayaran koin lebih banyak daripada sebelumnya, sehingga terjadilah apa yang kita kenal dengan fenomena “INFLASI”.

Seiring kemajuan teknik metalurgi, maka penguasa pun melakukan currency debasement bukan lagi dengan cara mengurangi timbangan, akan tetapi dengan mencampur logam mulia dengan logam yang lebih murah. Awalnya emas dicampur dengan sedikit perak. Lama-lama rasio / konsentrasi emasnya semakin dikurangi atau rasio / konsentrasi peraknya semakin membesar. Bahkan bukan hanya itu, emas lalu dicampur dengan logam yang lebih murah lagi semisal tembaga atau timah.

Korban dari currency debasement atau inflasi ini bukan hanya dari kalangan rakyat saja, akan tetapi penguasa itu sendiri juga jadi korban. Bahkan bangsa atau peradaban pun pada akhirnya yang jadi korban!

Tak percaya?

Mari kita simak kasus “Denarius Romawi”, yaitu koin perak yang diperkenalkan sekira tahun 211 BCE dan menjadi tulang punggung perekonomian Romawi selama berabad-abad. Denarius digunakan di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi untuk perdagangan, upah, dan transaksi keseharian. Selama beberapa abad, dimulai dari Republik Romawi yang dilanjutkan Kekaisaran Romawi berkembang pesat menikmati periode panjang tanpa inflasi karena mereka menjalankan sistem moneter & finansial yang “sehat” (baca: berat serta kadar emas & perak tak diubah-ubah).

Baca Juga:  Menakar Efektivitas Hukuman Penjara

Namun, stabilitas ini tak dilanjutkan oleh para kaisar Romawi di periode paruh akhir Abad III. Pada tahun 284, Kaisar Diokletianus membuat keputusan untuk membagi Kekaisaran Romawi menjadi 4 wilayah dan karena kekaisaran terus berkembang, maka Dioklenatius menghadapi peningkatan utang & biaya untuk menjalankan pemerintahan & operasi militer. Apa akal? Dioklenatianus lalu menurunkan nilai Denarius dengan mengurangi kandungan peraknya. Tujuannya adalah untuk menambah cadangan perak Kekaisaran sehingga bisa menambah jumlah uang beredar. Harapannya adalah rakyat tak tahu, dan pada awalnya memang tak kentara sehingga penurunan nilai ini tampak efektif. Namun currency debasement ini terus meningkat seiring dengan memburuknya tekanan finansial pada Kekaisaran sehingga Denarius yang tadinya kandungan peraknya sekira 90-95% pada masa Augustus, anjlok kadarnya hingga sekitar 30% pada Abad III.

Penurunan nilai yang drastis ini menyebabkan inflasi merajalela, mengikis daya beli Denarius dan menyebabkan tingkat harga melonjak di mana-mana. Rakyat Kekaisaran Romawi kehilangan kepercayaan terhadap penguasanya, bahkan mereka melumerkan Denarius untuk membuat koin palsu! Akhirnya penguasa pun melakukan keburukan yang sama dengan terus melakukan currency debasement. Inilah fenomena “BAD MONEY DRIVES OUT GOOD” atau Gresham’s Law.

Perekonomian Kekaisaran Romawi yang tadinya hebat pun jadi goyah & hancur akibat dari currency debasement. Terkikisnya nilai Denarius, yang dulunya merupakan koin dengan kemurnian perak tinggi jadi tinggal sekedar token saja. Itu berakibat pada kerusakan stabilitas perekonomian Kekaisaran Romawi yang kemudian menyebabkan kerusuhan sosial, penurunan perdagangan, dan melemahnya kekuatan militer. Kisah currency debasement Denarius seharusnya menjadi pengingat akan konsekuensi kesalahan pengelolaan fiskal & pentingnya menjaga integritas mata uang.

Full Gold Standard Money

Masih ingat kisah “uang kertas” yang telah dibahas sebelumnya? Ketika penguasa di berbagai negara menerbitkan “Fiat Money” (entah itu bentuknya kertas atau koin logam yang nilai intrinsiknya sangat kecil semisal dari tembaga, besi, atau timah), maka awalnya mereka menetapkan bahwa mata uangnya dasari sejumlah emas atau perak (underlying asset). Maka lahirlah fenomena “FULLY BACKED FIAT MONEY”.

Adapun Full Gold Standard adalah sistem moneter di mana Uang Fiat dapat secara bebas diubah menjadi emas dalam jumlah tertentu → emas mendukung nilai uang.

Gold Fever besar pertama yang terjadi di Benua Amerika pada Abad XV dan penjarahan harta karun dari “Virreinato de Nueva España” oleh Spanyol meningkatkan pasokan emas di Eropa sebanyak 5x lipat pada Abad XVI. Demikian pula Gold Fever berikutnya di Amerika, Australia, dan Afrika Selatan yang terjadi pada Abad XVIII-XIX.

Baca Juga:  Digital Robber Baron

Seiring dengan mulai penggunaan uang kertas di Eropa pada Abad XVI dan penggunaan instrumen utang yang diterbitkan oleh pihak swasta. Maka terjadilah “pertarungan” antara uang kertas dengan koin emas, walau demikian koin emas & emas batangan terus mendominasi sistem moneter Eropa. Adapun uang kertas baru mulai mendominasi pada Abad XVIII walau pertarungan antara uang kertas dengan emas pada akhirnya dikompromi dengan penerapan Gold Standard.

Contoh kasus fully backed fiat money ini dapat diamati pada uang koin emas Amrik. Konstitusi Amrik pada tahun 1789 memberi Kongres hak untuk mencetak uang dan kekuasaan untuk mengatur nilainya. Selain menerbitkan uang kertas dan uang koin dari logam yang murah, penguasa Amrik juga mencetak koin emas (American Gold Dollar) mulai tahun 1795, yang terdiri dari:

  • US$ 1 (1836) dengan kandungan emas murni 1,504 Gram.
  • US$ 2,5 (1796) dengan kandungan emas murni 3,764 Gram.
  • US$ 3 (1854) dengan kandungan emas murni 4,513 Gram.
  • US$ 5 (1795) dengan kandungan emas murni 7,527 Gram.
  • US$ 10 (1795) dengan kandungan emas murni 16,037 Gram.
  • US$ 20 (1861) dengan kandungan emas murni 33,436 Gram.

Uang kertas Amrik itu dulu begitu tinggi nilainya dari tahun 1879 s/d 1933 karena pemerintahnya menggunakan sistem moneter “FULL GOLD STANDARD”. US$1 itu ditetapkan nilainya setara dengan 1,504 Gram emas.

Sistem Gold Standard ini dianut hampir oleh semua negara di Dunia ketika itu.

Mungkin ada pertanyaan kenapa perak tersingkir sebagai standar nilai uang? Itu tak lain karena perak jumlahnya secara alamiah lebih banyak daripada emas, sehingga rasio pertukarannya terus berubah. Buktinya pada awal Abad VII (di zaman Nabī) rasio emas dengan perak adalah 1 : 10, lalu bergerak jadi 1 : 15-16, sampai di masa sekarang jadi sekira 1 : 80.

Kembali ke Full Gold Standard Money, maka Amerika adalah negara terakhir yang menggunakan sistem tersebut. Berakhirnya ketika Franklin D Roosevelt (FDR) berkuasa di era “Great Depression” (1929-1939), yang dipicu oleh Wall Street Crash pada 24 Oktober 1929 (Black Tuesday), maka FDR mengubah sistem moneter Amrik menjadi “PARTIAL GOLD STANDARD” di tahun 1933.

Bagikan Artikel:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *