Tentang BIK

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Dakwah adalah amal terbaik, sebagaimana firman Allah “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?“ (QS Fusshilat 41:33). Juga sabda Rasulullah ﷺ, “Demi Allah, sesungguhnya Allah ﷻ menunjuki seseorang lantaran (dakwah)mu maka itu lebih baik bagimu dari unta merah.”(HR. Bukhari dan Muslim).

Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan, unta merah adalah kendaraan yang sangat dibanggakan oleh orang Arab saat itu. Maka dakwah adalah the best job, kerja terbaik dan termulia. Ia merupakan risalah para nabi dan rasul dan jalan menuju terbentuknya umat yang terbaik (khairu ummah) yang diberkahi Allah ﷻ .

Itulah peran yang dilakukan Walisongo di Ampel Denta dan Giri. Pesantren/madrasah bukan saja pusat pendidikan dan dakwah, tapi juga pusat kebudayaan dan bahkan politik. Pesantren/madrasah tumbuh dan berkembang di tengah dan bersama masyarakat dan terlibat aktif dalam dinamika sosial. Maka tak heran jika pesantren/madrasah tidak sekadar melahirkan juru dakwah dan pendidik, namun lebih dari itu menghasilkan para pemimpin yang mumpuni, berakhlak dan menjadi teladan.

Itu semua bisa terjadi sebab dakwah benar-benar murni ikhlas karena Allah dan bersih dari hubungan transaksional. Kyai/ustadz tak sekadar mengajarkan ilmu tapi bahkan menyediakan sarana & melatih santri untuk mandiri sebagai bekal jadi pemimpin. Misalnya, dengan bertani, berkebun, beternak dan berdagang.

Hasil dari kegiatan tersebut ditambah infaq dari para muhsinin dapat menghidupi santri, ustadz, dan institusi. Bahkan berkembang dengan pesat. Pola semacam ini secara tidak langsung membentuk sistem dan watak kemandirian, sekaligus menjaga kemurnian dan kehormatan dakwah.

Tradisi inilah yang selama dua dekade terakhir rasanya makin terkikis. Hubungan antara santri, ustadz dan institusi menjadi sebatas hubungan transaksional. Institusi mematok nominal-nominal tertentu bagi mereka yang ingin belajar. Santri merasa berhak belajar karena telah mengeluarkan biaya. Ustadz menjadi terbiasa mengajar karena dibayar.

Pesantren BIK berupaya menghasung kembali tradisi partisipatif dalam dakwah, sebagaimana dicontohkan oleh para Nabi dan Rosul. Salah satunya dicontohkan Nabi Nuh as, saat ia menyeru umatnya,

وَيَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالًا ۖ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ ۚ وَمَا أَنَا بِطَارِدِ الَّذِينَ آمَنُوا ۚ إِنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَلَٰكِنِّي أَرَاكُمْ قَوْمًا تَجْهَلُونَ

“Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman.” (QS. Hud 11:29).

Ustadz/guru wajib mengajarkan ilmunya dengan ikhlas, semata-mata mengharap imbalan dari Allah. Namun lembaga/institusi wajib mengupayakan agar para ustadz/guru terjamin kesejahteraannya.

Dalam kaitan itu, Pesantren BIK berupaya mengembangkan berbagai usaha seperti penjualan hewan qurban, buku, kuliner (makanan dan camilan) dan usaha lain yang prospektif dengan melibatkan sepenuhnya para santri. Baik dalam pengelolaan maupun pemasaran.

Pada gilirannya usaha-usaha tersebut diharapkan dapat membiayai sepenuhnya operasional Pesantren. Namun hal itu memerlukan waktu, sementara Pesantren harus terus berjalan dan semakin banyak menampung peserta didik. Maka partisipasi dan dukungan para muhsinin melalui Zakat, Infaq dan Shodaqoh(ZIS) amat diperlukan. Sinergi ini insya Allah akan melahirkan keberkahan demi keberkahan.

Saat ini Pesantren BIK memiliki banyak keterbatasan. Pesantren ini tidak memiliki lahan yang luas, gedung yang megah, atau dana yang melimpah. Namun berbekal keyakinan penuh pada janji Allah ﷻ dan tentu dengan dukungan para muhsinin, Pesantren BIK berazzam menjadi lembaga pencetak juru dakwah dan pemimpin yang mumpuni yang membimbing masyarakat berpegang pada kebenaran, menyebarluaskan kebajikan, menunjukkan jalan keselamatan, memberdayakan dan memuliakan kemanusiaan. Firman Allah,

 

هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ

” Dia (Allah) menolongmu dengan pertolonganNya dan juga dengan bantuan orang beriman.”(QS Al Anfal:62).

Wallahu a’lamu bish shawab.