Haruskah Menyebut Nama Pekurban Saat Menyembelih

Haruskah Menyebut Nama Pekurban Saat Menyembelih?

Tanya:

Assalamu alaikum ustadz, para donator ada yang komplein kalau dalam penyembelihan kurban tidak disebutkan nama mereka. Bagaimana menjelaskannya?

Tim Golden Future.

Jawab:

Wa alaikum salam warahmatullah.

Hendaknya disebutkan nama pekurban itu sebagai sebuah amalan sunnah dan juga menyenangkan hati mereka. Kecuali bila memang tidak memungkinkan.

Apakah itu wajib?

Jawabnya tidak wajib, karena niat dari pekurban sudah cukup bahwa itu adalah hewan kurban. Bahkan sebagian ulama seperti Imam Abu Hanifah menganggap menyebut nama pekurban saat menyembelih itu makruh.

Tapi yang rajih dia adalah sunnah sebagaimana pendapat madzhab Syafi’I dan Hanbali serta banyak ulama Malikiyyah. Ini pula yang diakui oleh Abu Abbas Al-Qurthubi dalam kitabnya Al-Mufhim syar Shahih Muslim jilid 5 hal. 363.

Dalil sunnahnya menyebut nama pekurban adalah hadits Aisyah RA yang ada dalam Shahih Muslim di mana Rasulullah Ketika menyembelih kurbannya beliau mengucapkan,

اللَّهُمَّ تَقَبَّل مِن مُحَمَّدٍ، وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَمِن أُمَّةِ مُحَمَّدٍ.

“Ya Allah terimalah ini dari Muhammad dan keluarga dan umat Muhammad.”

Abu Abbas Al-Qurthubi mengomentari hadits ini,

هذا دليلٌ للجمهور على جواز قول المضحِّي: اللهم تقبل مني. على أبي حنيفة؛ حيث كره أن يقول شيئًا من ذلك، وكذلك عند الذبح

“Ini adalah dalil bagi jumhur akan bolehnya pekurban mengucapkan, “Ya Allah terimalah dariku” atas pendapat Abu Hanifah yang memakruhkan ucapan seperti ini. Juga sunnahnya ucapan ini Ketika menyembelih.”

Dalil tidak wajibnya ucapan ini saat menyembelih adalah ijma’ yang dinukil dari Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni Ketika menjelaskan pernyataan Al-Khiraqi,

مَسْأَلَةٌ ؛ قَالَ : وَلَيْسَ عَلَيْهِ أَنْ يَقُولَ عِنْدَ الذَّبْحِ عَمَّنْ لِأَنَّ النِّيَّةَ تُجْزِئُ لَا أَعْلَمُ خِلَافًا فِي أَنَّ النِّيَّةَ تُجْزِئُ ، وَإِنْ ذَكَرَ مَنْ يُضَحِّي عَنْهُ فَحَسَنٌ ؛ لِمَا رَوَيْنَا مِنْ الْحَدِيثِ

Baca Juga:  Kaget Ketika Shalat Lalu Refleks Baca Istighfar Apakah Shalat Jadi Batal

“Masalah: Al-Khiraqi mengatakan, tidak ada kewajiban baginya (penyembelih) Ketika menyembelih untuk mengucapkan dari siapa kurban ini, karena niat saja sudah cukup.” Aku (Ibnu Qudamah) tidak mengetahui ada perbedaan pendapat bahwa niat saja sudah cukup, tapi kalau pekurban mau menyebutkan itu maka bagus sebagaimana hadits yang kita sebutkan.” (Al-Mughni jlid 10 hal. 390, terbitan Hajr).

Bahkan, andai salah sebut nama pekurban atau malah sengaja menyebut nama yang lain pun maka tetap saja sah dan pahalanya untuk yang berkurban. Ini disebutkan dalam kitab An-Nawadir wa Az-Ziyadaat ‘ala maa fii Al-Mudawwanah karya Ibnu Abu Zaid Al-Qairawani Riwayat Imam Malik dari Ibnu Umar bahwa dia pernah membeli seekor kambing dari seorang penggembala dan menurunkannya dari gunung untuk dikurbankan. Tapi saat menyembelih si penggembala malah menyebut itu kurbannya, maka Ibnu Umar mengatakan:

ربك أعلم بمن أنزلها من رأس الجبل

“Tuhanmu lebih tahu siapa yang menurunkannya dari kepala gunung itu.” (An-Nawadir wa Az-Ziyadaat jilid 4 hal. 329).

Inilah pendapat yang dipegang dalam madzhab Maliki sebagaimana pernyataan Al-Lakhmi dalam kitab At-Tabshirah sebagai salah satu induk rujukan madzhab, jilid 4 hal. 1563: “Kalau pemiliknya (pekurban) menyuruh orang untuk menyembelihnya lalu orang itu malah meniatkan hewan kurban itu untuk dirinya sendiri maka, kurban itu tetap jatuh untuk si pekurban.” Lalu Al-Lakhmi menyebutkan Riwayat Ibnu Umar di atas.

Maksudnya, kurban itu tetap diterima atas nama pekurbannya, bukan nama yang salah sebut baik tersalah maupun sengaja oleh penyembelih. Ini pula yang dipertegas oleh Al-Qarafi ketika menukil Riwayat Ibnu Umar ini dalam kitab Adz-Dzakhirah (4/156), “Bila wakil meniatkan kurban itu untuk dirinya maka tetap saja yang dapat ibadah adalah pekurban aslinya.”

Baca Juga:  Tak Bisa Bayar Hutang Barang Gadai Jadi Milik Kreditur, Bolehkah?

Bagaimana kalau penyembelih tidak tahu ini kurban atau bukan?

Itu juga bukan masalah, karena yang penting adalah niat pekurbannya. Sekiranya tukang jagal tidak tahu apakah ini kurban atau sembelihan biasa karena saking banyaknya hewan yang disembelih sebagaimana yang kita saksikan kalau kurban di pejagalan di Yaman, Afrika dan lain-lain maka itu juga tidak berpengaruh terhadap keabsahan kurban, dan pahala pekurban tidak berkurang sedikitpun.

Hal ini dinyatakan oleh Zakariya Al-Anshari salah seorang ulama rujukan madzhab Syafi’I dalam kitabnya, Asna Al-Mathalib jilid 1 hal. 538:

(وَلَوْ نَوَى دُونَ وَكِيلِهِ، وَلَوْ عِنْدَ الدَّفْعِ) أَيْ دَفْعِ الْأُضْحِيَّةِ (إلَيْهِ) أَوْ تَعْيِينِهِ لَهَا (كَفَى) فَلَا حَاجَةَ إلَى نِيَّةِ الْوَكِيلِ بَلْ لَوْ لَمْ يَعْلَمْ أَنَّهُ مُضَحٍّ لَمْ يَضُرَّ

“Kalau dia meniatkan tanpa wakilnya meski saat penyerahan hewan kurban atau penentuannya maka itu sudah cukup. Tidak perlu niat wakil, bahkan andai wakil ini tidak tahu bahwa dia pekurban maka tidak masalah.”

Ustadz Anshari Taslim, Lc.
Mudir Pesantren Bina Insan Kamil – DK Jakarta
Pembina Yayasan Golden Future Indonesia

Bagikan Artikel:

==========================================

Yuks!, perbanyak amal jariyah dengan ikut berpartisipasi dalam upaya meningkatkan kualitas dakwah islamiyah bersama Pesantren Bina Insan Kamil, salurkan donasi terbaik Antum melalui rekening:

Bank Syariah Indonesia
7000 7555 00
a/n Bina Insan Kamil Pramuka

Kode Bank: 451

Konfirmasi Transfer:
https://wa.me/6282298441075 (Gita)

Ikuti juga konten lainnya di sosial media Pesantren Bina Insan Kamil:
Instagram: https://www.instagram.com/pesantrenbik
Fanspage: https://www.facebook.com/pesantrenbik
YouTube: https://www.youtube.com/c/PesantrenBIK

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *