Kritik Ibnu Taimiyah Terhadap yang Tak Membedakan antara Bughat dan Khawarij

Kritik Ibnu Taimiyah Terhadap yang Tak Membedakan antara Bughat dan Khawarij

Itu terungkap dalam beberapa pernyataannya di Majmu’ Al-Fatawa yang harus dibaca dengan seksama karena terpencar di dua tempat serta tidak runut.

Tempat pertama kita mulai dari jilid 4 hal. 450 – 453 (cetakan lama):

Di 4/450 beliau mulai membicarakan bagaimana sikap seharusnya terhadap konflik antara Ali dan Mu’awiyah di mana banyak fuqaha` yang memandang harus mendukung Ali dan kelompok Mu’awiyah adalah bughat (pembangkang).

Tapi jenis bughat mereka disebut dengan bughat bi ta’wil sa’igh (memberontak dengan persepsi yang punya nilai pembenaran). Maka sikap khalifah kepada mereka adalah menyurati mereka menanyakan kenapa mereka membangkang. Lalu, kalau ternyata mereka mengalami kezaliman maka wajiblah bagi khalifah untuk menghilangkan kezaliman itu atas diri mereka. Kalau mereka punya kritik terhadap khalifah dan ternyata memang ada yang salah pada diri sang khalifah maka khalifah wajib memperbaiki diri. Kalau mereka punya syubhat maka hendaknya khalifah dan timnya berusaha menghilangkan syubhat itu dulu. Bila itu sudah dilaksanakan dan mereka masih bandel juga barulah boleh diperangi.

Kemudian masih di halaman itu Ibnu Taimiyah mengkritik para khalifah pasca khulafa` Rasyidin yang menganggap semua yang berontak kepada mereka sebagai bughat yang harus diperangi tanpa mempertimbangkan apa tuntutan mereka.

Di halaman 451 Ibnu Taimiyah mulai mengkritisi metode penulisan sebagian imam madzhab yang menyatukan bab bughat dengan bab khawarij. Dia juga menegaskan tak ada hadits yang memerintahkan untuk memerangi bughat kecuali hadits Kautsar bin Hakim dari Nafi’ tapi itu hadits palsu. Padahal menurut Ibnu Taimiyah kitab-kitab hadits yang ada hanya membuat bab “Memerangi Khawarij” tidak ada memerangi bughat. Makanya perlu ada pembedaan antara khawarij dengan bughat biasa, serta kelompok murtad.

Baca Juga:  Begini Semestinya Kita Berbeda

Berlanjut ke halaman 452 Ibnu Taimiyah mulai merinci beberapa kesalahan yang tidak memisahkan khawarij dengan bughat dan dengan murtad, yaitu bahwa tidak ada hadits tegas memerangi bughat, kedua mereka menyamakan antara bughat dengan yang keluar dari syariat, ketiga mereka menyamakan dengan khawarij. Ketiga hal ini menurut Ibnu Taimiyah adalah hal yang terlupakan oleh sebagian fuqaha` tadi, sehingga sebagian mereka menjadi legalisator para khalifah yang zalim untuk memerangi semua yang menentang mereka tanpa menghiraukan bagaimana para khalifah rasyidin memisahkan hal itu.

Kemudian dia menutup pernyataannya di sini dengan menjelaskan bahwa ahlus sunnah membedakan antara pemberontakan khawarij, murtad dan bughat yang memiliki takwil.

Di tempat kedua kita harus berselancar ke jilid 35 hal 53-57. Masih bicara tentang perbedaan antara khawarij, murtad dan ahlul baghyi dengan takwil baik yang sa’igh (punya landasan syar’iy berdasarkan ijtihad) maupun ghairu sa’igh (murni separatis).

Di sini Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa bughat biasa tidak boleh langsung diperangi tapi diterima tuntutan mereka bila tuntutan itu memang haq dan kalau ada yang keliru maka harus dihilangkan syubhat mereka dengan hujjah dan tidak boleh mengambil langkah represif kepada mereka kecuali kalau mereka memulai perang. Sementara khawarij diperintahkan untuk langsung ditumpas atau dimulai peperangan dengan mereka, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

أَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا عِنْدَ اللَّهِ لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Di manapun kamu jumpai mereka maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka menghasilkan pahala di sisi Allah di hari kiamat.” (Shahih Al-Bukhari, no. 6930 dan Shahih Muslim, no. 1066).

Juga kelompok yang keluar dari syariat Islam seperti penentang zakat di masa Abu Bakar yang langsung diperangi oleh Abu Bakar. Mereka ini diperangi karena keluar dari syariat agama, bahkan meski bila mereka masih menganggapnya wajib.

Baca Juga:  Fatwa Syekh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz Untuk Membantu Mujahidin Palestina Dan Mereka Berhak Menerima Zakat

Di antara teks pernyataan Ibnu Taimiyah di hal 56 di jilid 35 ini adalah:

فَمَنْ سَوَّى بَيْنَ قِتَالِ الصَّحَابَةِ الَّذِينَ اقْتَتَلُوا بِالْجَمَلِ وصفين وَبَيْنَ قِتَالِ ذِي الخويصرة التَّمِيمِيِّ وَأَمْثَالِهِ مِنْ الْخَوَارِجِ الْمَارِقِينَ والحرورية الْمُعْتَدِينَ: كَانَ قَوْلُهُمْ مِنْ جِنْسِ أَقْوَالِ أَهْلِ الْجَهْلِ وَالظُّلْمِ الْمُبِينِ.

“Maka siapa yang menyamakan antara peperangan sahabat di perang Jamal, Shiffin dengan memerangi Dzul Khuwaishirah di kalangan Khawarij serta Haruriyyah yang telah melesat dari agama ini maka sungguh pernyataan itu termasuk kejahilan dan kezaliman yang nyata.”

============================

Demikianlah kalau benar-benar membaca kita akan mendapatkan pencerahan bahwa ketika yang berkuasa adalah khalifah YANG MENEGAKKAN SYARIAT ISLAM pun tetap tidak sembarangan menindak kelompok pemberontak, melainkan harus melihat dulu apa isi tuntutan mereka dan kalau tuntutannya benar maka khalifah wajib memenuhi.

Lalu bagaimana kalau bukan khalifah dan bukan dalam sistem Islam melainkan sistem sekuler jahiliyyah? Bukankah malah wajib untuk mengubahnya? Andai Ibnu Taimiyah hidup sekarang dan menyaksikan apa yang dia sebut dalam Majmu’ Fatawanya sebagai tha’ifah mumtani’ah ‘an ba’dhi syara’i’ (kelompok yang enggan melaksanakan sebagian syari’at) yang menjamur saat ini?!

Ustadz Anshari Taslim, Lc.
Mudir Pesantren Bina Insan Kamil – DKI Jakarta
21 diedit ulang 21 Mei 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *