Aku Sudah Liqo, Kok Masih Belum Tertata Dakwah Ini?

Aku Sudah Liqo, Kok Masih Belum Tertata Dakwah Ini?

Oleh: Muhaimin Abu Kayyis (Pejuang Liqo Ustadz Zainal Muttaqin)

Pernahkah muncul pertanyaan ini di benak kita? Setelah sekian lama bergabung dalam liqo (halaqah), menjalani pembinaan, dan menghadiri berbagai majelis ilmu, mengapa masih terasa bahwa dakwah ini belum sepenuhnya tertata? Apa yang salah? Apakah ini tentang metode, struktur, atau justru tentang diri kita sendiri?

Pertama-tama, penting untuk menyadari bahwa liqo bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mempersiapkan diri menjadi pribadi yang lebih baik, lebih tangguh, dan lebih siap berkontribusi dalam dakwah. Namun, sering kali kita terjebak dalam rutinitas, sehingga melupakan hakikat dan urgensi dari proses ini.

Evaluasi Diri: Sudahkah Aku Maksimal?

Liqo membentuk pribadi kita, namun hasilnya sangat bergantung pada seberapa besar kesungguhan yang kita bawa ke dalamnya. Pertanyaan yang perlu diajukan:

  • Apakah aku benar-benar memahami dan mengamalkan materi liqo?
  • Apakah aku konsisten dalam menyebarkan nilai-nilai yang kupelajari?
  • Apakah ada upaya nyata untuk membangun sistem dakwah yang lebih baik di lingkunganku?

Dakwah yang belum tertata sering kali berawal dari individu yang belum sepenuhnya optimal.

Dakwah Adalah Kerja Kolektif

Kadang, kita merasa frustrasi karena dakwah belum tertata, tetapi lupa bahwa dakwah adalah kerja kolektif, bukan kerja satu orang. Tidak cukup hanya satu atau dua orang yang bersungguh-sungguh, tetapi perlu ada sinergi antara semua pihak.

  • Apakah aku sudah berkolaborasi dengan baik dengan tim dakwahku?
  • Apakah aku telah mendukung struktur dan program yang ada, atau justru sering mengkritik tanpa solusi?

Kesabaran dan Istiqamah dalam Proses

Dakwah adalah perjalanan panjang, bukan sprint singkat. Rasulullah SAW sendiri membutuhkan waktu lebih dari dua dekade untuk menata dakwah Islam hingga berhasil mengubah tatanan masyarakat.

  • Jangan terburu-buru ingin melihat hasil besar tanpa kesabaran.
  • Ingatlah, Allah menilai usaha kita, bukan sekadar hasil yang terlihat.
Baca Juga:  Bagaimana Filsafat & Tasawuf Merusak Islam?

Fokus pada Solusi, Bukan Keluhan

Jika kita merasa dakwah ini belum tertata, mari ubah perspektif kita. Alih-alih terus mengeluh, jadilah bagian dari solusi:

  • Bantu menata struktur dakwah dengan ide-ide kreatif.
  • Jadilah teladan dalam amalan, sehingga orang lain termotivasi.
  • Tetap konsisten dalam berdoa dan meminta pertolongan Allah, karena sejatinya dakwah ini milik-Nya.

Akhirnya, Ingatlah:

Dakwah bukan tentang kesempurnaan, tetapi tentang perjalanan menuju perbaikan. Jika kita merasa ada yang belum tertata, jangan patah semangat. Jadikan itu pemicu untuk terus berkontribusi dan memperbaiki diri, karena perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil yang kita lakukan hari ini.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Semangat terus dalam berdakwah!

Bagikan Artikel:

==========================================

Yuks!, perbanyak amal jariyah dengan ikut berpartisipasi dalam upaya meningkatkan kualitas dakwah islamiyah bersama Pesantren Bina Insan Kamil, salurkan donasi terbaik Antum melalui rekening:

Bank Syariah Indonesia
7000 7555 00
a/n Bina Insan Kamil Pramuka

Kode Bank: 451

Konfirmasi Transfer:
https://wa.me/6282298441075 (Gita)

Ikuti juga konten lainnya di sosial media Pesantren Bina Insan Kamil:
Instagram: https://www.instagram.com/pesantrenbik
Fanspage: https://www.facebook.com/pesantrenbik
YouTube: https://www.youtube.com/c/PesantrenBIK

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *