Dahulu. Dahulu sekali. Banyak orang mengenal kembali agamanya setelah lepas dalam pengembaraan tak tentu arah. Telah sekian banyak dunia mereka jejak. Jalan-jalan jahiliyah pun telah mereka susuri hingga penuh dengan jejak tapak mereka . Hingga akhirnya Zat Yang Maha memberi petunjuk menuntun mereka kembali pulang. Pulang dari petualangan dosa-dosa. Pulang dari pengembaraan tak tentu arah. Kembali ke rumah-Nya dengan penuh ridha. Damai dalam ketenangan ikhlas menyembah-Nya.
Di balik itu semua ada jiwa-jiwa yang juga ikhlas dan penuh keridhaan. Allah telah memilih mereka untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya. Lalu disampaikanlah ia kepada para petualang dan pengembara itu. Lewat mereka akhirnya Allah izinkan para petualang dan pengembara itu pulang. Jiwa-jiwa mereka hanya berkekuatan hati yang ikhlas. Menyampai nasehat dengan tiada harap kecuali ridha-Nya.
Kekuatan mereka hanya didukung oleh senjata panah. Namun adalah ia panah hidayah. Satu panah laksana ribuan peluru. Bahkan ia bagai amunisi yang tiada dapat dihitung. Sebab para penembaknya telah terlatih. Mereka hanya punya satu keistimewaan. Ialah ikhlas.
Namun kini bukan lagi dahulu. Panah-panah itu telah berganti sebuah senjata dengan benaman teknologi mutakhir. Satu senjata laksana milyaran panah-panah. Ia telah mampu menggantikan senjata tempoe doeloe. Dan memang ia telah ditahbiskan untuk itu.
Rasa-rasanya sudah tak ada lagi para penyampai wahyu bersenjata panah. Sebab panah tak bisa bicara. Sebab panah harus senantiasa diasah. Sebab panah tak bisa sendiri bekerja. Menggunakannya memerlukan keahlian. Dan keahlian tiada mungkin didapat kecuali dengan pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran. Meski mendapatkan panah tak perlu biaya besar, tapi menggunakannya menuntut pengorbanan yang besar.
Maka kini bermunculan para penyampai wahyu yang tak lagi mau bersenjatakan panah. Sebab mereka tak punya waktu untuk memperoleh keahlian menggunakan panah. Bahkan di antara mereka ada yang memang tak mau melewatkan waktunya untuk memperoleh keahlian memanah. Mereka lebih percaya diri dengan senjata super canggih. Sebab ia bisa bicara. Ia juga tak perlu diasah. Dan ia juga mampu sendiri bekerja.
Tapi para penyampai wahyu itu lupa. Bahwa senjata super canggih itu tak punya hati. Ruang di mana ikhlas dan ridha selalu menempatinya. Terlebih saat mereka lupa masuk ke medan laga namun senjata tertinggal di rumah. Berharap menuntun para petualang dan para pengembara agar kembali pulang, apa daya senjata telah hilang.
Fairuz Ahmad.
Bintara dalam gerimis sore, 22 Muharram 1435 H./26 Nopember 2013 M