Al-Maidah 54

Generasi 5-54 – Al-Maidah Ayat 54

Dalam surah Al-Maidah ada sebuah ayat yang banyak dijadikan pedoman penyemangat bagi kalangan aktifis dakwah dan jihad. Suatu ayat yang menjadi pemompa jiwa para pejuang di jalan Allah untuk selalu sabar di jalan jihad dan dakwah. Ayat yang berisi pujian Ar-Rahman terhadap golongan yang sabar terhadap ujian, yang selalu mendahulukan keridhaan Allah daripada dukungan kumpulan insan.

Ayat tersebut terdapat dalam surah Al-Maidah atau surah ke-5 ayat 54 yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَنْ يَّرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَسَوْفَ يَأْتِى اللّٰهُ بِقَوْمٍ يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙاَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَۖ يُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لَاۤىِٕمٍ ۗذٰلِكَ فَضْلُ اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap tegas terhadap orang-orang kafir. Mereka berjihad di jalan Allah dan tidak takut pada celaan orang yang mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Kalau kita buka kitab-kitab tafsir seperti Ath-Thabari, Ibnu Abi Hatim dan lain-lain yang menjelaskan penafsiran Rasulullah dan para salaf maka akan kita dapati bahwa ayat ke 54 itu kadang dimaksudkan kepada kelompok tertentu. Ath-Thabari misalnya lebih menguatkan penafsiran bahwa yang termaksud dalam ayat ini adalah Abu Musa Al-Asy’ari dan kelompoknya, ketika di lain pihak banyak pula ahli tafsir salaf maupun khalaf yang mengatakan bahwa maksudnya adalah Abu Bakar yang memerangi kelompok murtad sepeninggal Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Ibnu Jarir Ath-Thabari beralasan bahwa itulah penafsiran Rasulullah, sehingga itulah yang diunggulkan. Riwayat bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menunjuk Abu Musa Al-Asy’ari dan kelompoknya sebagai yang dimaksud dalam ayat ini diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam tafsirnya, Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak dan dia katakan shahih berdasarkan syarat Muslim, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Musnad, Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqat Al-Kubra dan lain-lain. Semua bermuara pada Iyadh Al-Asy’ari yang dalam Tahdzib Al-Kamal (22/571) disebutkan namanya ‘Iyadh bin ‘Amr Al-Asy’ari yang diperselisihkan apakah dia termasuk sahabat atau bukan. Ibnu Abi Hatim dalam Al-Jarh (6/407) bahwa Abu Hatim mengatakan dia meriwayatkan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang tafsiran ayat Al-Maidah itu secara mursal. Tapi memang dia biasa mendengar dari Abu Musa, sehingga kemungkinan dia mendengarnya dari Abu Musa dan sanadpun bersambung. Wallahu a’lam.

Terlepas dari itu, ayat ini tentu berlaku umum. Kalaupun yang dimaksud kala itu adalah kelompok tertentu, tapi tidak membuatnya hanya terbatas ada pada kelompok tersebut. Generasi 5:54 ini bisa ada di setiap masa sampai hari kiamat. Janji Allah bahwa setiap ada yang murtad dari agama ini, maka akan Allah datangkan generasi rabbani yang justru akan memperkuat agama ini dan menjadikannya teratas dan tak dapat diatasi.

Ayat ini juga merupakan mukjizat, karena apa yang sudah disebutkan Allah dan belum terjadi di masa Rasulullah, kemudian terjadi sepeninggal beliau berarti mukjizat ilahi, karena berita ilahi pasti benar terjadi. Terbukti, sepeninggal beliau ada beberapa kelompok muslim yang melepas jubah keislamannya dan tidak mau tunduk kepada pengganti Rasulullah yaitu Abu Bakar, lalu bangkitlah Abu Bakar dan kaum muslimin yang bersamanya menumpas para murtaddin tersebut.

Dalam ayat ini setidaknya ada karakter yang dimiliki oleh generasi rabbani penegak Islam penumpas musuh Allah.

  1. Allah mencintai mereka.

Kecintaan Allah kepada makhluq-Nya disebabkan makhluq itu berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan iman dan amal shalih, serta berusaha menjauhi maksiat sekecil apapun. Untuk mendapatkan cinta Allah seorang hamba harus memulai dengan melaksanakan semua amalan wajib yang dia mampu, misalnya shalat, puasa, zakat, berbakti pada kedua orang tua dan meninggalkan yang diharamkan.

Baca Juga:  Sifat Generasi Yang Dijanjikan Kemenangan

Selanjutnya mulai pelan-pelan memperbanyak amalan sunnah dan merutinkannya seperti shalat sunnah rawatib, shalat malam dan witir, shalat dhuha, puasa Senin dan Kamis, sedekah meski tak seberapa tiap harinya, membaca Al-Qur`an tiap hari berapapun banyaknya dan seterusnya. Amalan sunnah inilah yang akan memberikan nilai lebih sampai dapat kecintaan spesial dari Allah.

Inilah yang tertuang dalam hadits Abu Hurairah di Shahih Al-Bukhari yang terkenal dengan nama hadits wali, di mana Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

“Akan ada hambaku yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah (nawafil) sampai aku mencintainya. Maka bila Aku sudah mencintainya akulah yang akan jadi pendengaran yang dia gunakan untuk mendengar, pandangan yang dia gunakan untuk memandang, tangan yang dia gunakan untuk memegang, kaki yang dia gunakan untuk berjalan, kalau dia minta kepadaku pasti aku beri, kalau dia berlindung padaku pasti aku lindungi.” — Shahih Al-Bukhari, no. 6502

Jadi, kalau mau mendapatkan kecintaan special dari Allah maka mulailah merutinkan banyak amalan sunnah. Tanda kecintaan Allah itu sudah ada yaitu dengan terhindarnya kita dari maksiat, karena pendengaran, pandangan, tangan dan kaki seakan sudah dipegang oleh Allah.

Artinya generasi 5:54 ini pastilah orang-orang yang banyak amalan sunnahnya, seperti shalat sunnah rawatib, shalat malam, dhuha, puasa sunnah, tilawah Qur`an tiap hari, zikir pagi petang, sedekah dan aktif dalam kegiatan social serta berbagai amal kebaikan sunnah lainnya.

  1. Mereka mencintai Allah.

Setiap hamba yang dicintai Allah pastilah mereka mencintai Allah. Tapi penyebutan terpisah di sini ingin menekankan bahwa cinta kepada Allah itu ada konsekuensinya dan itu yang tak semua orang sanggup.

Apa konsekuensi cinta kepada Allah? Dasar yang harus dilakukan orang yang mengaku cinta Allah adalah mengikuti semua ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw, karena itulah syarat yang ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur`an,

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٣١

“Katakanlah (wahai Muhammad), bila kalian mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya kalian akan dicintai Allah, diampuninya dosa kalian. Allah itu maha pengampun lagi maha penyayang.” — QS. Ali Imran:31

Mungkin kata mengikuti Rasulullah terlalu global dan luas cakupannya. Setidaknya kita bisa lihat tanda orang yang benar mencintai Allah adalah mendahulukan semua kepentingan agama dibanding apapun. Orientasi hidup hanya agama, tampak dalam hidupnya hanya berorientasi dan di bawah bimbingan ajaran syariat. Sehingga dia tidak akan kompromi terhadap apapun yang bertentangan dengan ajaran agama. Itu semua tidak lain karena cinta kepada Allah yang melampaui segalanya.

Ciri yang bisa dilihat adalah mereka tak malu, bahkan bangga bila menampakkan identitas keislaman di masyarakat. Tak pernah merasa risih atau malu mengatakan “saksikanlah kami adalah orang Islam” di hadapan orang-orang kafir. Kalau orang kafir atau orang fasik bisa bangga dengan penampilan mereka yang kadang di luar nalar seperti pakai celana lututnya sengaja disobek, maka generasi 5:54 ini juga bangga dengan pakaian Islaminya, bangga menutup aurat dan menunjukkan inilah penampilan Islami. Jadi, salah satu ciri tampak dalam mencintai Allah adalah bangga sebagai muslim dengan segala konsekuensinya. Itulah salah satu manifestasi dari ayat 31 surah Ali Imran di atas.

  1. Lembut terhadap orang yang beriman.
Baca Juga:  Negeri Dengan Zina Merajalela

Kata (أذِلَّةٌ) bentuk jamak dari kata (ذَلِيْلٌ) yang berarti menghinakan atau merendahkan diri. Tapi maksudnya di sini adalah berlaku lemah lembut, murah senyum, perhatian dan bersikap menjaga kepentingan sesama muslim. Ini senada dengan firman Allah di ayat lain yaitu surah Al-Fath ayat 29 bahwa sifat para tantara Allah itu adalah (أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَماءُ بَيْنَهُمْ) (tegas terhadap orang-orang kafir tapi berlemah lembut sesama mereka).

Makanya dipastikan ciri generasi ini adalah aktiv dalam segala kegiatan social dan membantu orang-orang lemah. Sebagaimana Rasulullah sendiri yang memiliki sifat-sifat ini sebagaimana diterangkan dalam hadits ketiga Shahih Al-Bukhari. Bisa dibaca di artikel kami di web ini: Orang Baik Tak Akan Terhina.

  1. Berkuasa atas orang kafir.

Kata (أَعِزَّة) (kuat, perkasa) maksudnya adalah punya sikap yang membawahi atau superior. Dalam arti mereka pantang merasa rendah atau takluk di bawah orang kafir. Orang kafir itu tidak boleh dizalimi, tapi mereka harus diatur di bawah aturan Islam, dan tidak mungkin Islam bisa mengaturnya kalau tidak berkuasa. Maka point ini lebih menunjukkan kepada sikap superioritas agar aturan Islam bisa diterapkan kepada mereka, sebab kalau bukan aturan Islam maka dunia akan kacau seperti yang terbukti sekarang ini.
Sehingga, generasi 5-54 ini akan selalu berusaha berada di atas dalam tiap hal dengan identitas keislamannya, dan tak akan memberi ruang kuasa kepada kafir atas diri Islam dan muslimin.

  1. Berjihad di Jalan Allah.

Inilah ciri yang paling agung. Ciri yang dimiliki oleh salafus shalih di kalangan para sahabat dan generasi terbaik ummat. Kata jihad sendiri bila disebut secara bebas tanpa embel-embel lain maka maksudnya dominan sebagai perang di jalan Allah, atau hal yang mengarah ke sana termasuk aktif dalam dakwah.

Maka kita lihat generasi ini akan aktif dalam dakwah dengan lisan, atau dengan keadaan (dakwah bil haal). Selain itu mereka juga punya ghirah pembelaan terhadap Islam yang tinggi dan betul-betul berani mempertaruhkan nyawa demi membela agama. Konsekuensinya bila sudah masanya untuk berjihad seperti harus membela tanah air dari serangan penjajah kafir maka mereka tidak akan berpikir dua kali langsung ambil kesempatan terdepan menjadi pembela agama Allah, bukan sekedar slogan tapi memang siap fisik dan mental untuk itu. Sehingga, untuk menjadi generasi ini haruslah sudah ditempa fisik dan mental serta keilmuannya tentang berbagai hukum syariat termasuk tentang jihad.

  1. Tidak Takut Dengan Celaan.

Setiap orang berbuat baik akan ada saja pendengki dan pencelanya. Bahkan mana ada Nabi dan Rasul yang selamat dari celaan manusia.
Itu karena Allah memang menjadikan para pencela itu sebagai ujian keimanan dan keteguhan. Betapa banyak orang yang tadinya berbuat baik jadi berubah karena tak tahan menghadapi celaan orang di sekitarnya?

Makanya tidak mudah menghadapi celaan orang apalagi bila itu berasal dari orang yang seharusnya mendukung seperti keluarga, sahabat, lingkungan dan semisalnya. Hanya manusia pilihan bermental baja yang akan tetap teguh meski dicela dan dihina. Maka sangatlah pantas bila sifat ini harus ada pada diri generasi Rabbani pilihan Allah ini.

Ustadz Anshari Taslim, Lc.
Mudir Pesantren Bina Insan Kamil – DKI Jakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *