Satu hadits dari Anas bin Malik yang cukup panjang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, juga Imam Ahmad dalam musnadnya, dan At-Tirmdzi dengan versi agak ringkas.
Ceritanya seorang di kalangan Anshar datang kepada Nabi minta duit, maka Rasulullah tanya dia, “Di rumah kamu masih ada barang ngga?”
Dia jawab, “Ada yaitu sebuah alas pelana kuda sama gentong air.”
Kata Rasulullah, “Bawa sini dua-duanya.”
Dibawakannyalah barang itu lalu Rasulullah pun melelangnya. Dimulai ada yg nawar satu dirham hingga akhirnya terjual dua dirham.
Kemudian Rasulullah kasi dia itu duit dua dirham, “Nih satu dirham beli makanan yg cukup buat keluargamu dan satu lagi belikan parang. Kalau sudah bawa parangnya kemari.
Diapun beli parang dan dibawanya ke hadapan Rasulullah yg kemudian menyetelnya siap kerja dan berkaata, “Nih ya, pergi sana cari kayu bakar dan jual. Jangan ketemu aku selama 15 hari.”
Setelah 15 hari baru dia datang kepada Rasulullah membawa 15 dirham hasil jualan kayu bakarnya. Lalu Rasulullah menyuruhnya beli pakaian dan Sebagian buat beli bahan makanan keluarganya.
Kemudian beliau berkata padanya,
“Nah begitukan lebih baik daripada kamu harus meminta-minta sama orang yang akan mengakibatkan wajahmu ada noda corengan di hari kiamat kelak. Minta-minta itu hanya boleh bagi tiga orang:
- Orang miskin yang melarat
- Orang berutang yang bangkrut (tak punya lagi buat bayar hutangnya)
- Orang yg harus bayar diyat darah yang bisa menyebabkannya dihukum kalau ngga bayar.”
Berikut redaksi dan sanad lengkap hadits ini kita ambilkan dari Sunan Ibni Majah karena lebih lengkap:
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، حَدّثَنَا الْأَخْضَرُ ابْنُ عَجْلَانَ، حَدّثَنَا أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِي
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَسْأَلُهُ، فَقَالَ: “لَكَ فِي بَيْتِكَ شَيْءٌ؟ ” قَالَ: بَلَى، حِلْسٌ نَلْبَسُ بَعْضَهُ وَنَبْسُطُ بَعْضَهُ، وَقَدَحٌ نَشْرَبُ فِيهِ الْمَاءَ، قَالَ: “ائْتِنِي بِهِمَا” قَالَ: فَأَتَاهُ بِهِمَا، فَأَخَذَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: “مَنْ يَشْتَرِي هَذَيْنِ؟ ” فَقَالَ رَجُلٌ: أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمٍ، قَالَ: “مَنْ يَزِيدُ عَلَى دِرْهَمٍ؟ ” مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، قَالَ رَجُلٌ: أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمَيْنِ، فَأَعْطَاهُمَا إياه، وأخذ الدرهمين فَأَعْطَاهُمَا للأَنْصَارِي، وَقَالَ: “اشْتَرِ بِأَحَدِهِمَا طَعَامًا فَانْبِذْهُ إِلَى أَهْلِكَ، وَاشْتَرِ بِالْآخَرِ قَدُومًا فَأْتِنِي بِهِ” فَفَعَلَ، فَأَخَذَهُ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، فَشَدَّ فِيهِ عُودًا بِيَدِهِ، وَقَالَ: “اذْهَبْ فَاحْتَطِبْ، وَلَا أَرَاكَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا” فَجَعَلَ يَحْتَطِبُ وَيَبِيعُ، فَجَاءَ وَقَدْ أَصَابَ عَشْرَةَ دَرَاهِمَ، فَقَالَ: اشْتَرِ بِبَعْضِهَا طَعَامًا وَبِبَعْضِهَا ثَوْبًا ثُمَّ قَالَ: هَذَا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تَجِيءَ وَالْمَسْأَلَةُ نُكْتَةٌ فِي وَجْهِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَصْلُحُ إِلَّا لِذِي فَقْرٍ مُدْقِعٍ، أَوْ لِذِي غُرْمٍ مُفْظِعٍ، أَوْ لذي دَمٍ مُوجِعٍ”
===================
Hadits ini dipermasalahkan sanadnya karena diriwayatkan melalui jalur Abu Bakar Al-Hanafi dari Anas bin Malik. Menurut mutasyaddidin di kalangan mu’ashirin seperti Syekh Syuaib Al-Arnauth dan Syekh Al-Albani dia itu majhul haal. Tapi kalau pakai standar yg mutasahilin atau mutwassithin seperti Syekh Ahmad Syakir yang begini masih hasan haditsnya. Itulah memang yang dinilai oleh At-Tirmdzi karena setelah meriwayatkannya dia mengatakan hadits ini hasan.
Adh-Dhiya` al-Maqdisi memasukkan hadits ini dalam Al-Ahadits al-Mukhtaaraah, berarti dia menganggapnya shahih atau hasan.
Persoalannya karena Abu Bakar Abdullah Al-Hanafi ini ada lebih dari dua orang tsiqah yg meriwayatkan darinya, dan dia seorang tabi’in serta dimasukkan oleh Ibnu Hibban ke dalam kitab Ats-Tsiqaat, maka cukplah itu membuatnya mu’tabar.
Kemudian isi hadits tidak ada yang munkar, semua pokok pikiran yg ada di dalamnya ada syahidnya di riwayat-riwayat lain sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh Syu’aib Al-Arna`uth dalam catatan kakinya terhadap musnad Ahmad. Ini membuat hati tenang untuk menghasankan hadits ini, wallahu a’lam.
Hadits ini menunjukkan beberapa hukum fiqh antara lain:
- Larangan meminta-minta selama kita masih punya asset yang masih bisa dijadikan modal usaha.
- Bagi yang diminta hendaknya melihat kondisi si peminta dan tidak serta merta memberikan apa yang dia minta, tapi mengarahkan kepada usaha dan kerja agar bisa mandiri. Sebab, meminta itu kalau sudah sekali diberi akan menimbulkan ketagihan.
- Bolehnya jual beli lelang. Makanya At-Tirmidzi dan Ibnu Majah memuat hadits ini dalam kitab jual beli bab jual beli lelang.
==========================
Pesan moralnya kepada yang suka minta-minta jangan kita main kasi aja, bikin dia mengeluarkan effort yg lebih termasuk kalau harus jual barangnya. Karena meminta-minta itu akan jadi kebiasaan dan biasanya akan malah membuat makin miskin, baik miskin harta maupun miskin perasaan.
Anshari Taslim
Pimpinan Pesantren Bina Insan Kamil Jakarta