Bila Hewan Kurban Cacat Setelah Dibeli

Bila Hewan Kurban Cacat Setelah Dibeli

Sering terjadi kasus adalah membeli hewan kurban yg sesuai syarat tapi setelah dititip ke masjid tiba-tiba hewan itu belekan atau ada cacat yg baru muncul. Banyak orang tidak mau hewan seperti ini sehingga mengembalikan ke penjual. Pernah pula terjadi waktu saya menjual hewan kurban, konsumen mengembalikan kambing yg dia beli karena pengurus masjid mengatakan belekan, padahal waktu beli sehat.

Memang ada dua pendapat para ulama dalam masalah ini. Madzhab Asy-Syafi’i dan Ahmad membolehkannya karena yang penting saat dibeli hewan itu sesuai syarat dan bila kurang syarat setelah dibeli maka itu tidak masalah, dan boleh dikurbankan.

Sedangkan madzhab Hanafi dan Maliki tidak membolehkannya dan harus diganti.

Yang rajih adalah pendapat Syafi’i dan Ahmad yang juga merupakan pendapat beberapa tabi’in seperti Az-Zuhri, Ibrahim An-Nakha’i, Hasan Al-Bashri dan ‘Atha` bin Abi Rabah1.

Az-Zuhri berkata, “Bila seseorang membeli hewan kurbannya lalu sakit ketika sudah berada padanya atau mendapat sakit yang baru maka itu tidak mengapa.”2

Juga ada riwayat mauquf dari Abdullah bin Zubair yg diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra di dua tempat yaitu jilid 5 hal. 397 dan jilid 9 hal. 486 dan juga dalam kitabnya yg lain yaitu Ma’rifatu Sunan wal Atsar jilid 14 hal. 51, dan di sana dia mengatakan sanadnya shahih:

أَخْبَرَنَا أَبُو زَكَرِيَّا بْنُ أَبِي إِسْحَاقَ , أنا أَبُو عَبْدِ اللهِ الشَّيْبَانِيُّ , ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ , أنا جَعْفَرُ بْنُ عَوْنٍ , أنا مِسْعَرٌ , عَنْ أَبِي حَصِينٍ أَنَّ ابْنَ الزُّبَيْرِ رَأَى هَدْيًا له فِيهَا نَاقَةٌ عَوْرَاءُ، فَقَالَ: “إِنْ كَانَ أَصَابَهَا بَعْدَ مَا اشْتَرَيْتُمُوهَا فَأَمْضُوهَا، وَإِنْ كَانَ أَصَابَهَا قَبْلَ أَنْ تَشْتَرُوهَا فَأَبْدِلُوهَا.”

Abu Zakariya bin Abi Ishaq mengabarkan kepada kami, Abu Abdullah Asy-Syaibani mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abdul Wahhab menceritakan kepada kami, Ja’far bin ‘Aun mengabarkan kepada kami, Mis’ar mengabarkan kepada kami, dari Abu Hushain bahwa Ibnu Zubair melihat ada hewan kurbannya yaitu seekor unta betina yang buta sebelah, maka dia berkata, “Kalau itu menimpanya SETELAH kalian beli maka lanjutkan, tapi kalau dia sudah begitu SEBELUM kalian beli maka gantilah.”

Atsar ini juga dishahihkan oleh An-Nawawi dalam Al Majmu’ syarh Al Muhadzdzab 8/363.

Baca Juga:  Memberikan Daging Kurban Kepada Non Muslim

Setelah mengecek satu persatu riwayatnya, maka sanad ini memang shahih:

  • Guru Al Baihaqi adalah Abu Zakariya Yahya bin Ibrahim bin Muhammad Al Muzakki, tsiqah mutqin (Lihat As-Siyar 17/295)
  • Abu Abdullah Asy-Syaibani di sini adalah Muhammad bin Ya’qub Ibnu Akhram al hafizh, al mutqin al hujjah. (As-Siyar 15/466).
  • Muhammad bin Abdul Wahhab adalah Al Farra` tsiqah (lihat Tahdzib Al-Kamal jilid 26 hal. 29 dan seterusnya).
  • Ja’far bin ‘Aun terkenal dan tsiqah.
  • Mis’ar di sini adalah adalah Ibnu Kidam, karena dialah yang biasa meriwayatkan dari Abu Hushain Utsman bin ‘Ashim, dan Ja’far bin ‘Aun memang biasa meriwayatkan darinya. (Lihat Tahdzib Al-Kamal 27/461 dan seterusnya).
  • Abu Hushain di sini adalah Utsman bin ‘Ashim memang biasa meriwayatkan dari Abdullah bin Zubair. Tapi Al-Hafizh dalam At-Taqrib menyebutkan, “Tsiqah, tsabat, sunni tapi ada kemungkinan mentadlis”, maka pernyataan ini dikoreksi oleh Syuaib Al-Arnauth dan Basysyar Awwad Ma’ruf dalam kitab Tahrir Taqrib At-Tahdzib jilid 2 hal. 439 bahwa tidak ada yang mendahuluinya mengatakan demikian. Kemungkinan sandarannya adalah pernyataan Ibnu Hibban bahwa dia meninggal dunia pada tahun 128 H dan termasuk atba’ tabi’in, sehingga periwayatannya dari para sahabat adalah mursal. Padahal Ibnu Hibban sendiri tidak mengatakan demikian. Hanya saja Ibnu Ma’in mengatakan dia tidak bertemu dengan Ibnu Abbas. Sementara Abdullah bin Zubair sendiri wafat terbunuh pada tahun 73 H. Maka jarak wafat mereka berdua masih memungkinkan untuk bertemu. Lagi pula tidak ada ulama yang memasukkan Utsman bin ‘AShim sebagai mudallis, bahkan Ibnu Hajarpun tidak memasukkannya dalam daftar Ta’rif Ahlit Taqdis, hanya saja salah seorang muhaqqiq kitab tersebut yaitu Dr ‘Ashim bin Abdullah Al-Qaryuthi menambahkan dalam lampirannya berdasarkan pernyataan Al-Hafizh tersebut. Melihat dari kalimatnya memang Al-Hafizh sendiri ragu akan tadlis itu, sehingga tidak bisa dijadikan dasar menjatuhkan nilai riwayat Abu Hushain dari Ibnu Zubair meski dengan ‘an’anah. Wallahu a’lam.
Baca Juga:  Rasionalitas Islam Versi Salaf & Khalaf - Sebuah Perbandingan Karakter

Anshari Taslim
Disempurnakan pada 19 Oktober 2013


  1. Lihat Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah 9/351, cetakan Dar Ihya` At-Turats Al-‘Arabi tahun 1985.
  2. Mushannaf Abdurrazzaq 4/386 dari Ma’mar dari Az-Zuhri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.