Mengapa Kaum Muslimin Harus Ikut Menolak

Mengapa Kaum Muslimin Harus Ikut Menolak?

Resolusi PBB atas Ġazzah wajar ditolak oleh Ḥ4M4S. Ya iyalah ditolak, resolusinya konyol itu sekali…!

❌ Pertama: resolusi itu secara eksplisit hanya berfokus pada pelucutan senjata di pihak pejuang kemerdekaan Palestina, sementara sama sekali tak menuntut pihak penjajah (koloni pemukim illegal Yahūdiyy-Zionist) untuk melakukan demiliterisasi total begundal 🐒 & 🐖 Yahūdiyy Zionist dari wilayah pendudukan.

❔ Bayangkan jika dulu UNCI (United Nations Commission for Indonesia) memutuskan untuk melucuti TNI dan laskar-laskar rakyat? Apakah Jendral Soedirman dan jajaran pimpinan TNI ketika itu akan menerima hal itu?

Bahkan pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia, dunia internasional akhirnya mengakui bahwa tanpa kekuatan pertahanan sendiri, republik yang baru lahir akan langsung digilas oleh kekuatan Kolonial Belanda (NICA) yang sudah ratusan tahun bercokol di Nusantara. Tak pernah ada bangsa terjajah di dunia yang “merdeka duluan lalu baru berhak mempertahankan diri”.

❌ Kedua: pengamanan wilayah yang dijajah, sebab demiliterisasi pejuang kemerdekaan tanpa adanya mekanisme kuat untuk melindungi warga sipil dari agresi penjajah Yahūdiyy Zionist di masa depan itu jelas-jelas adalah upaya untuk menghilangkan kemampuan perlawanan terhadap penjajahan.

❔ Bayangkan jika dulu UNCI memutuskan bahwa setelah demiliterasi RI, tidak ada Konferensi Meja Bundar yang merundingkan bagaimana transisi peralihan kekuasaan dari NICA ke Pemerintahan RIS? Apakah Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir akan iya-iya saja?

Bahkan KMB sendiri hanya bisa terjadi karena RI tetap memiliki posisi tawar yang nyata di lapangan — tanpa itu, Kolonial Belanda tentu tidak akan sudi menyerahkan kedaulatan. Dalam konteks Palestina, resolusi 2803 malah menghapus syarat itu, membuat masa depan politiknya tergantung pada belas-kasihan pihak luar, bukan kekuatan rakyatnya.

❌ Ketiga, resolusi itu jelas “memaksakan kelemahan” atas para pejuang kemerdekaan. Lihat saja point resolusi itu memaksa pihak yang dijajah untuk menerima posisi yang lemah secara militer tanpa kepastian kemerdekaan dan kedaulatan politik, menjadikannya sasaran empuk untuk intervensi di masa depan.

Baca Juga:  Central Bank Digital Currency (Bagian III): Partially Backed Fiat Money

❔ Bayangkan jika dulu UNCI memaksa bahwa RI itu posisinya lemah secara militer, jadi tidak perlu merdeka dalam waktu dekat?

Pola seperti ini pernah terjadi dalam sejarah kolonial modern — di mana kekuatan besar mengatur proses politik suatu bangsa agar tetap lemah dan tidak mampu menentukan masa depannya sendiri. Di banyak kasus, termasuk di Afrika Utara dan Timur Tengah pasca-Perang Dunia I, proyek perwalian internasional justru menjadi alat memperpanjang dominasi kolonial negara-negara Eropa.

❌ Keempat, resolusi itu menggantikan kedaulatan Palestina dengan perwalian (Dewan Perdamaian) yang dikelola secara eksternal.

❔ Bayangkan jika dulu UNCI yang menjadi wali atas RI, bukan Pemerintahan RI / RIS?

Sistem perwalian semacam itu mengulangi model kolonial “mandate system” à la League of Nations, yang di banyak wilayah Àrab dulu justru memperpanjang penjajahan dengan bungkus legal. Palestina sendiri pernah menjadi korban sistem mandat tersebut. Sekarang pola itu dihidupkan lagi dengan nama baru.

⚠ Tidak ada bangsa yang merdeka hanya dengan resolusi PBB. Resolusi tanpa kekuatan mempertahankan kemerdekaan adalah lembaran kertas belaka – SI VIS PACEM, PARA BELLUM.

Situasi Palestina sangat mirip: resolusi yang melemahkan pejuang hanya akan membuat penjajah lebih lama bercokol. Demiliterisasi tanpa kemerdekaan = menyerahkan leher kepada penjajah.

  • Pelucutan pejuang sebelum pengakuan kemerdekaan hanya berarti MEMPERPANJANG penjajahan.
  • Perwalian Internasional itu hanyalah TOPENG kolonialisme.
  • Resolusi yang tidak menyentuh akar masalah (penjajahan) hanya memperkuat posisi penjajah.
  • Kemerdekaan hanya lahir ketika bangsa itu masih punya alat perlawanan yang membuat penjajah terpaksa duduk berunding.

Ini sebabnya resolusi 2803 (2025) bukan sekadar buruk — tapi BERBAHAYA bagi rakyat Palestina.

Namun yang menyedihkannya adalah: RI negara yang punya UUD anti penjajahan, malahan mendukung resolusi tersebut dengan alasan: “atas nama kemanusiaan, untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan”.

Baca Juga:  Menakar Efektivitas Hukuman Penjara

Suḥānallōh…

Bagaimana kalau negara-negara Àrab (Mesir dan Palestina) ketika 1949 – 1950 itu mengatakan hal yang sama terhadap Indonesia…? Sudah… terima saja dilucuti dan diperintah oleh UNCI… atas nama kemanusiaan, untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan…

Apakah tidak sakit hati Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, H Agoes Salim, Jend Soedirman, para pejuang kemerdekaan dan segenap rakyat Indonesia yang pro kemerdekaan kala itu…?

Tolonglah melihat hakikat apa yang terjadi di Palestina ini dengan jernih, yaitu: PENJAJAHAN, bukan “konflik dua pihak” atau “masalah kemanusiaan” semata. Apa yang terjadi di Palestina adalah sebuah bangsa yang dirampas tanahnya, dirampas kedaulatannya, dan kemudian diminta untuk diam demi stabilitas. Setiap seruan yang menyuruh mereka menerima pelucutan diri sebelum merdeka sama saja dengan meminta mereka menyerahkan masa depannya kepada penjajah yang telah menindas mereka selama puluhan tahun.

Bangsa-bangsa yang pernah dijajah — termasuk Indonesia — seharusnya paling paham bahwa kolonialisme tidak pernah selesai dengan resolusi yang melemahkan pihak tertindas. Masalah hanya selesai saat penjajahan itu sendiri dihentikan. Semua selain dari itu hanyalah kosmetik politik yang menipu!

Inilah sebabnya kaum Muslimīn, dan siapa pun yang masih memiliki harga diri sebagai bangsa merdeka, seharusnya berdiri bersama Palestina: bukan hanya karena solidaritas sesama manusia, akan tetapi karena kebenaran sejarah, logika perjuangan, dan prinsip anti-penjajahan yang menjadi dasar martabat setiap bangsa.

M. Arsyad Syahrial SE, MF
Pengamat Ekonomi dan Pergerakan Islam
Alumni RMIT University, Melbourne, Australia

Bagikan Artikel:

==========================================

Yuks!, perbanyak amal jariyah dengan ikut berpartisipasi dalam upaya meningkatkan kualitas dakwah islamiyah bersama Pesantren Bina Insan Kamil, salurkan donasi terbaik Antum melalui rekening:

Bank Syariah Indonesia
7000 7555 00
a/n Bina Insan Kamil Pramuka

Kode Bank: 451

Konfirmasi Transfer:
https://wa.me/6282298441075 (Gita)

Ikuti juga konten lainnya di sosial media Pesantren Bina Insan Kamil:
Instagram: https://www.instagram.com/pesantrenbik
Fanspage: https://www.facebook.com/pesantrenbik
YouTube: https://www.youtube.com/c/PesantrenBIK

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *