Membongkar Wacana Madkhali yang Berpihak pada Zionis

Membongkar Wacana Madkhali yang Berpihak pada Zionis: Perang Gaza Sebagai Contoh

Sesat pikir yang paling parah dan paling berbahaya adalah yang dikemas atas nama agama dan ilmu, dan dibawakan oleh orang-orang berjanggut dan berimamah. Saat itu bahaya menjadi besar dan menyebar.

Dalam perang Gaza, banyak sekali topeng yang jatuh, banyak kepalsuan yang tersingkap, kemunafikan bermunculan, fitrah-fitrah rusak, konsep-konsep terbalik, dan kaidah-kaidah dasar diruntuhkan.

Di antara kelompok yang dibuka kedoknya, dipermalukan, dan dipaparkan keburukannya oleh perang ini adalah: kaum Madkhali, yang juga dikenal sebagai Jamiyah atau ghulât at-thâ‘ah (pengultus ketaatan).

Perang dan jihad di Palestina seharusnya menjadi titik kesepakatan dan konsensus umat; karena musuh di sana jelas, nyata, dan tidak samar sedikit pun permusuhannya. Dunia —selain segelintir pihak— telah sepakat mengecamnya. Musuh itu pun tidak menyembunyikan ambisi ekspansionisnya, ia berperilaku bengis dan sewenang-wenang di jantung negeri-negeri Islam, menebar kerusakan dan kehancuran demi mendominasi panggung.

Para mujahid di sana pada umumnya adalah kaum Muslimin Ahlus Sunnah, mereka berperang untuk membebaskan tempat mi‘raj Rasulullah ﷺ dan negeri yang paling dicintai Allah setelah Mekah dan Madinah. Mereka berjuang mewakili umat yang tertidur dan lalai terhadap musuh yang berenang dalam tipu daya untuk menodai kehormatannya.

Maka jihad ini seharusnya tidak menjadi bahan perselisihan, meski kita mengakui adanya kesalahan di sana-sini yang membutuhkan evaluasi dan koreksi. Namun kesalahan-kesalahan itu tidak membatalkan keabsahan jihad itu sendiri; kalau tidak, niscaya tidak ada jihad yang sah setelah generasi Khulafaur Rasyidin. Kesalahan tersebut juga tidak meniadakan banyaknya kebaikan yang nyata hadir dengan karunia Allah.

Pihak yang paling keras dan paling zalim dalam memerangi jihad di Gaza, memusuhi dan memfitnah para mujahid, adalah kaum Madkhali.

Agar pembicaraan ini tidak bersifat umum tanpa bukti, aku akan menunjukkan poin-poin yang menggambarkan ciri khas wacana mereka, agar masyarakat tidak tertipu, dan agar jalan bengkok mereka menjadi jelas.

  1. Wacana yang Dusta

Kaum Madkhali adalah kaum yang gemar membuat kebohongan terhadap lawan mereka. Mereka tidak segan-segan berbohong demi mencapai tujuan dan kepentingan mereka.

Contohnya dalam perang Gaza: sebagian tokoh mereka berkata bahwa video-video yang dipublikasikan para mujahid itu palsu (rekayasa), tidak nyata.

Sulit dipercaya bahwa tingkat kebodohan mereka membuat mereka tidak mengenali keaslian video tersebut, tetapi demi memusuhi Ikhwanul Muslimin, jihad, dan para mujahid, kebohongan pun dianggap halal.

Contoh lainnya: sebagian mereka mengatakan bahwa Hamas adalah kelompok yang dibentuk oleh Yahudi untuk menjalankan rencana jahat mereka.

Demi Allah, apakah ada orang berakal yang bisa mengatakan hal seperti ini? Tidak! Tetapi tampaknya akal tidak lagi dimiliki oleh mereka.

Kedustaan mereka tidak mungkin dilacak seluruhnya karena jumlahnya terlalu banyak; mereka saling meminjam dan menyebarkan kebohongan itu. Juga karena tidak ada manfaatnya; sebagian besar kebohongan itu sudah sangat jelas dan tidak akan menipu bahkan orang yang paling bodoh sekalipun.

Perlu dicatat bahwa yang aku kutip adalah ucapan para tokoh besar dan yang dikenal dalam kelompok mereka.

Dan juga bahwa kebanyakan ucapan mereka diarahkan kepada Hamas, karena kebencian mereka yang sangat terhadap Ikhwanul Muslimin secara umum, dan Hamas dianggap mewakili mereka di Gaza. Padahal diketahui bahwa Hamas bukan satu-satunya pihak yang berjihad di Gaza, meski anggotanya memang yang paling banyak, kuat, dan paling berpengaruh dalam pertempuran.

  1. Wacana yang Jahil (Tidak Berilmu)

Kaum Madkhali menempelkan diri pada ulama agar dagangan mereka laku di tengah masyarakat, tetapi sunnatullah berlaku: para penipu ilmu akan terungkap.

Contoh kebodohan mereka dalam perang Gaza: sebagian mereka berkata bahwa para syahid Gaza bukanlah syuhada; karena menurut mereka, pertempuran di Gaza tidak disyariatkan bagi penduduknya sejak awal.

Ucapan ini diulang oleh banyak dari mereka—semoga Allah tidak memperbanyak mereka dan tidak memberkahi mereka.

Perhatikanlah bagaimana mereka menafikan kesyahidan dari ribuan pemuda pejuang, lalu perhatikan alasan mereka bahwa jihad itu sejatinya tidak disyariatkan bagi mereka!

Apakah orang yang pernah mencium aroma ilmu bisa berkata seperti ini?

Bagaimana mungkin engkau menghukumi bahwa ribuan mujahid di Gaza tidak mendapat derajat syahid?

Dan ketahuilah: mereka tidak menafikan syahid sekadar karena berhati-hati atau mengikuti zahir beberapa hadis —yang bahkan tidak mereka pahami—, tetapi mereka menganggap bahwa para mujahid itu mati dalam keadaan jahiliyah karena berperang di bawah bendera kesukuan yang sesat dan menyimpang.

Adapun klaim mereka bahwa jihad tidak disyariatkan bagi penduduk Gaza, mereka mengasaskannya pada beberapa alasan, di antaranya: bahwa kemampuan (qudrah) tidak ada, dan itu menurut mereka adalah syarat wajib bahkan syarat boleh-nya jihad. Maka menurut mereka jihad itu menjadi tidak sah.

Baca Juga:  Tactical vs. Strategic Victory

Ini bertentangan dengan ijma‘ ulama bahwa musuh yang menyerang harus ditolak sebisanya.

Mereka tidak membedakan antara jihad daf‘ (pertahanan) dan thalab (penyerangan), tidak membedakan antara syarat wajib dan syarat boleh, dan tidak membedakan antara memulai peperangan serta terlibat dalam peperangan yang sudah terjadi.

Yang terakhir ini penting: seandainya kita menerima bahwa memulai pertempuran itu sebuah kesalahan —yang telah lewat—, maka pembahasan sekarang bukan pada hal itu. Kita tidak membahas apakah peperangan itu thalab atau daf‘. Kita sedang berbicara tentang situasi nyata di mana musuh menyerang tanah, darah, dan kehormatan. Maka pertempuran dalam kondisi seperti ini adalah jihad pertahanan (daf‘) menurut kesepakatan ulama.

  1. Wacana yang Khianat dan Penuh Kebencian

Kaum Madkhali tidak menyembunyikan kebencian mereka terhadap lawan-lawan mereka, bahkan mereka menganggap diri mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan kebencian itu. Mereka menganggap lawan-lawan mereka sebagai ahli bid‘ah yang sesat, yang harus dibersihkan sebagaimana seseorang berlepas diri dari Yahudi, Nasrani, dan orang-orang kafir.

Sebagian mereka bahkan menyatakan di tengah perang Gaza bahwa mereka berlepas diri dari Hamas. Ada pula yang berdoa agar Allah membinasakan dan mengalahkan Hamas.

Ujaran mereka sangat banyak, tetapi aku tinggalkan karena terlalu buruk dan menjijikkan.

Sebagaimana terlihat, hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat dan kepastian-kepastian hukum agama yang mereka klaim berpegang teguh kepadanya.

Seandainya engkau berusaha keras sekali mencari dalil untuk mendukung pendapat mereka, niscaya dalil-dalil, nash-nash agama, dan perkataan ulama sama sekali tidak akan menolongmu untuk mendapatkan sesuatu yang bisa dijadikan landasan atau pegangan.

Demikianlah, kaum ini tidak digerakkan oleh dalil, dan nash tidak berarti apa-apa bagi mereka ketika berbicara tentang lawan-lawan mereka—terutama para mujahid dan para aktivis Islam. Mereka tidak kesulitan menyelewengkan dalil, memelintir maknanya (bahkan memenggalnya) demi membela kebatilan mereka, sebagaimana dilakukan oleh para penyeleweng dalil yang selalu mereka cela, bahkan lebih buruk lagi.

  1. Wacana yang Melemahkan (Mendesak agar Mundur)

Sejak kemunculannya, kaum Madkhali tidak pernah berpihak kepada umat, persoalan-persoalannya, dan kepentingannya. Justru mereka selalu terlihat bersama musuh-musuh umat dan para penindasnya. Bila engkau mendengar sebagian mereka berbicara tentang Amerika dan memuji para penguasanya, engkau akan mengira ia bicara tentang Negara Islam dan khalifah kaum Muslimin.

Adapun pengagungan mereka kepada para penguasa dan rezim, sikap ekstrem dalam ketaatan, pembelaan terhadap mereka dengan batil dan kebohongan—maka ini tidak perlu penjelasan. Hal ini sudah dikenal luas dan menjadi ciri khas mereka.

Dalam perang Gaza, mereka menempuh cara-cara kotor untuk melemahkan semangat umat dalam membela penduduk Gaza dan para mujahidnya. Di antaranya:

  • Menjelekkan jihad dan menyebut bahwa itu adalah jihad “di jalan setan”, serta menyebut kelompok-kelompok mujahid di sana sebagai “gerombolan perampok” yang keluar dari ketaatan pada penguasa dan dari manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah.
  • Merdegahkan jihad dengan mengatakan bahwa jihad zaman ini seharusnya dilakukan melalui ilmu dan dakwah. Salah seorang tokoh mereka bahkan berkata kepada Abu Ubaidah: “Wahai Abu Ubaidah, berjihadlah dengan sunnah jika engkau benar, itu lebih besar daripada berjihad dengan pedang…” dan seterusnya dari perkataan rendah yang menjadi aib bagi dirinya dan kelompoknya.
  • Mengajak agar tidak memboikot produk Amerika dan Yahudi, dengan alasan bahwa itu bukan urusan rakyat, melainkan urusan penguasa. Bahkan ada di antara mereka yang merekam dirinya sedang minum Starbucks di sebuah restoran sambil mengejek aksi boikot… Sebuah pemandangan yang amat rendah dan hina. Namun sesuatu yang keluar dari sumbernya tidak perlu diherankan.
  • Mengajak kaum Muslimin untuk tidak mengikuti perkembangan Gaza apalagi membantunya, dan menyatakan bahwa itu bukan urusan mereka, tetapi urusan penguasa.

Demi Allah, seandainya para penguasa yang mereka bela itu menjalankan kewajiban mereka, niscaya perkara ini ringan.

Tetapi bagaimana mungkin, sementara kondisi terbaik mereka adalah menjadi pihak yang lemah, tunduk, dan tidak mampu, bahkan bersekongkol?

Telah terbukti dengan bukti yang pasti bahwa sebagian kelompok mereka berkhianat, bersekongkol dengan musuh, memberikan bantuan dana, perlengkapan, dan membuka jalur mereka.

Apakah layak orang seperti ini diharapkan bantuannya, baik sedikit maupun banyak?!

Tidak cukup ruang di sini untuk memaparkan seluruh cara kotor mereka dalam melemahkan dan menidurkan umat, namun umat telah melampaui dan menyingkirkan mereka, segala puji bagi Allah:

فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ

“Adapun buih, ia akan hilang lenyap; sedangkan yang bermanfaat bagi manusia akan tetap di bumi.” — QS. Ar-Ra‘d:17

  1. Wacana yang Penuh Kontradiksi
Baca Juga:  Gencantan Senjata Oktober 2025 Fase Menuju Kemenangan Berikutnya

Kontradiksi adalah ciri paling nyata pada kaum ini; tidak akan luput dari perhatian siapa pun yang mengamati ucapan-ucapan mereka.

Tidak ada sesuatu pun yang mereka salahkan pada lawan-lawan mereka, hingga menganggapnya sebagai penyebab celaan dan permusuhan, kecuali mereka sendiri melakukannya—bahkan lebih buruk. Atau dilakukan oleh para tokoh dan pemimpin yang mereka agung-agungkan.

Contoh yang berkaitan dengan pembicaraan kita: mereka menyebut jihad di Gaza sebagai “perang fitnah”, “fanatisme jahiliyah”, “di jalan setan”; bahwa para pelakunya adalah “perampok”, “kelompok pemberontak”, dan bahwa jihad di sana “seluruhnya kejahatan” karena “di luar ketaatan kepada penguasa”.

Namun jika engkau melihat peperangan yang mereka dukung, seperti peperangan bersama Haftar di Libya atau “Rapid Support Forces (RSF)” di Sudan, niscaya engkau akan melihat bahwa tidak satu pun dari syarat yang mereka bebankan kepada orang lain itu terpenuhi.

Sebaliknya, semua cela—seandainya kita terima sebagai cela—justru ada pada perang-perang yang mereka dukung, bahkan lebih parah.

Apakah mungkin perang bersama Haftar dan Hemedti disebut “fi sabilillah”, sementara perang para mujahid Gaza disebut “fi sabilis syaithan”? Subhanallah, ini adalah kebohongan besar!

Segala hal yang mereka tuduhkan kepada kelompok-kelompok mujahid di Gaza berupa bid‘ah, kesesatan, dan penyimpangan—andaikata kita terima—juga ada pada para penguasa yang mereka nobatkan sebagai waliul amr dan imam. Bahkan dalam negara-negara mereka sendiri terdapat berbagai bid‘ah, kesesatan, dan kekufuran yang jelas yang tidak diperdebatkan siapa pun.

Namun mereka diam seribu bahasa! Bahkan mereka membenarkan dan memolesnya dengan baju syariat, padahal syariat berlepas diri dari mereka.

Jika mereka berkata:

“Para penguasa itu waliul amr, dan menasihati mereka harus secara rahasia, bukan terang-terangan.”

Maka jawabnya: Hamas di Gaza juga waliul amr, mengapa kalian tidak menasihatinya secara rahasia?!

Selain itu, nasihat secara rahasia menurut salaf berlaku pada kemaksiatan pribadi yang tidak diumumkan.

Namun jika penguasa terang-terangan melakukan kemungkaran, maka wajib bagi ulama untuk mengingkarinya selama tidak menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Hadis-hadis dan atsar para salaf dari sahabat dan tabi‘in menunjukkan hal ini, dan kebanyakan ulama menegaskan demikian.

Tetapi bukan itu tujuan pembahasan kita, karena persoalan ini sudah dibahas panjang lebar sebelumnya.

Inilah metode kaum tersebut, sejauh apa yang mereka ketahui, dan inilah permusuhan mereka terhadap kaum Muslimin serta loyalitas mereka kepada kaum kafir dan para tiran.

Mereka kini telah menjadi bahan tertawaan bagi siapa pun yang menertawakan, dan bahan olok-olokan bagi siapa pun yang mengejek.

Belum pernah kaum Muslimin diuji dengan kelompok seperti mereka; dan umat tidak pernah mengenal dalam sejarahnya bid‘ah seperti bid‘ah mereka.

Wadah-wadah kosong, pena-pena yang menyimpang, lisan-lisan yang panjang, klaim-klaim besar; tidak ada gerakan yang bangkit menolong Islam kecuali mereka memusuhinya dan meruntuhkannya. Tidak ada mujahid yang berjihad di jalan Allah kecuali mereka memusuhinya dan menjelek-jelekannya.

Mereka membesar-besarkan kesalahan kecil para mujahid dan para dai lalu menyebarkannya, sementara kesalahan besar para musuh Allah dan musuh syariat ditutupi dan diperindah oleh mereka.

Kami tidak meminta mereka ataupun selain mereka untuk diam dari kesalahan dan kemungkaran; bahkan kami memerintahkan mereka untuk berlaku adil dan seimbang—yang dengannya langit dan bumi tegak. Tetapi demi Allah, mereka adalah orang yang paling jauh dari sifat itu.

Pembahasan tentang mereka sangat panjang. Para ulama dan orang-orang terhormat telah menulis banyak buku dan artikel untuk membantah mereka dan memperingatkan umat dari mereka.

Tujuan tulisan ini hanyalah menjelaskan posisi dan ucapan-ucapan mereka terkait perang di Gaza.

Aku awalnya menamai artikel ini: “Pengantar Pembongkaran Wacana Madkhali Berpihak kepada Zionis”, dengan harapan kelak bisa menulis pembahasan yang lebih rinci, namun aku memutuskan untuk menulis seperti yang engkau lihat sekarang; karena menyelami ucapan dan wacana mereka itu melelahkan jiwa dan memerlukan ketahanan khusus yang aku khawatir tidak kumiliki.

Aku memohon kepada Allah agar menuliskan bagi kita kebaikan di hari-hari mendatang, membantu kita menaati-Nya dan meraih keridaan-Nya, menjauhkan kita dari fitnah yang tampak maupun tersembunyi, dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang beruntung, para pasukan-Nya yang menang.

Ya Allah, amin… amin.

Aku menulis pokok artikel ini pada akhir masa perang zalim yang secara bentuk berhenti, namun pada hakikatnya tetap berlangsung hingga kini. Kemudian aku meninjau ulang tulisan ini pada pagi hari Jumat, 30 Rabi‘ul Akhir 1447.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Bassam bin Khalil As-Shafadi, Ulama dan Da’i salah satu mentor para mujahidin di Gaza.

Bagikan Artikel:

==========================================

Yuks!, perbanyak amal jariyah dengan ikut berpartisipasi dalam upaya meningkatkan kualitas dakwah islamiyah bersama Pesantren Bina Insan Kamil, salurkan donasi terbaik Antum melalui rekening:

Bank Syariah Indonesia
7000 7555 00
a/n Bina Insan Kamil Pramuka

Kode Bank: 451

Konfirmasi Transfer:
https://wa.me/6282298441075 (Gita)

Ikuti juga konten lainnya di sosial media Pesantren Bina Insan Kamil:
Instagram: https://www.instagram.com/pesantrenbik
Fanspage: https://www.facebook.com/pesantrenbik
YouTube: https://www.youtube.com/c/PesantrenBIK

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

One thought on “Membongkar Wacana Madkhali yang Berpihak pada Zionis: Perang Gaza Sebagai Contoh

  1. Saya tidak percaya dengan tuduhan penulis narasi ini kepada apa yang ia sebut Madkhali.
    Pertanggung jawaban di hadapan Allah kelak di Yaumil Hisab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *