Gencantan Senjata Oktober 2025 Fase Menuju Kemenangan Berikutnya

Gencantan Senjata Oktober 2025 Fase Menuju Kemenangan Berikutnya

Segala puji bagi Allah atas nikmat-Nya yang tak terhitung, terutama nikmat iman, keteguhan, serta keamanan dan kedamaian. Segala puji bagi Allah yang telah menolong hamba-Nya, memuliakan bala tentara-Nya, dan mengalahkan musuh-musuh sendirian. Salawat dan salam semoga tercurah kepada seseorang yang telah diangkat oleh Tuhannya sebagai teladan bagi seluruh umat manusia dan menjadikan ucapannya wahyu yang diwahyukan. Amma ba’du:

Maka, selamat yang pertama-tama bagi setiap orang yang telah berjihad, murabathah (berjaga di perbatasan), berkorban, dan teguh. Kami memohon kepada Allah agar mereka mendapatkan derajat tertinggi di Surga. Kemudian, apa yang terjadi dan sedang terjadi di Gaza berupa kesabaran dan keteguhan yang luar biasa, dukungan dan pengaturan Ilahi yang menakjubkan, pengangkatan kesulitan, penekanan, dan penolakan terhadap musuh tanpa daya dan kekuatan dari kita, adalah sebuah tanda kebesaran yang layak bagi kita untuk bersyukur dan merenung secara mendalam.

Sesungguhnya, pelajaran terbesar yang dapat diambil dari perang yang sengit ini adalah:

  • Keutamaan ilmu yang telah menerangi jalan bagi kita dan menjadi sebab bagi setiap kebaikan dan keteguhan.
  • Kemurnian tauhid setelah terputusnya sebab-sebab, dan ketergantungan hati hanya kepada Allah dengan segala makna kata tersebut, hingga kita tidak lagi melihat selain Dia dan tidak bersandar serta merasa tenteram selain kepada-Nya, Subhanahu.
  • Kukuhnya keyakinan hingga kita mendekati ‘ainul yaqin (keyakinan yang terlihat) setelah kita melihat tanda-tanda secara nyata, dan semua itu adalah semata-mata karunia Allah Ta’ala.

Saya di sini menasihati semua saudara-saudara saya untuk berpegang teguh pada ilmu, karena saya mendapati bahwa ilmu adalah sebab bagi setiap kebaikan. Ilmu adalah pendorong menuju keyakinan, dan keduanya bersama-sama adalah pendorong menuju kesabaran. Dengan demikian, tercapailah kepemimpinan dalam agama, sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka sabar, dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 24). Dan Allah berfirman tentang para nabi: “Orang-orang yang mempunyai kekuatan dan penglihatan (ilmu).” (QS. Shad: 45).

Dalam pertempuran ini, hal itu terwujud dengan jelas. Saya telah menyebutkan di awal pertempuran, dalam pembahasan “Setelah Setahun Taufan” dan lainnya, bahwa sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai mercusuar bagi orang-orang beriman sepanjang masa dan tempat, padahal Dia Subhanahu mampu menolongnya hanya dengan satu kata “Jadilah (Kun)”.

Jika kita merenungkan peperangan (ghazwah) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kita akan menemukan urutan bertahap yang luar biasa untuk menegakkan agama dan mencapai kekuasaan (tamkin):

“Badar” adalah untuk memulai konfrontasi dengan kebatilan dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan.

Kemudian “Uhud” adalah untuk membersihkan barisan dan menanamkan prinsip-prinsip keimanan di hati. Oleh karena itu, hampir sepertiga pasukan kembali sebelum pertempuran dari kalangan munafik dan mereka yang terpengaruh olehnya. Kemudian orang-orang beriman terbedakan dalam pertempuran. Di antara mereka ada yang teguh, ada yang ragu, dan ada yang lari, dan Allah telah mengampuni mereka. Prinsip-prinsip keimanan yang agung tertanam di hati mereka yang tak tergantikan dalam pertempuran antara kebenaran dan kebatilan, seperti pentingnya ketaatan dan dampaknya terhadap kemenangan, kesialan maksiat dan konsekuensi hukuman darinya, serta dampak keteguhan kepemimpinan dan sekelompok kecil orang beriman—sekalipun sedikit—dalam mencegah kekalahan, dan lain-lain.

Kemudian datanglah “Khandaq” (Parit) untuk meningkatkan dan mempersiapkan barisan agar layak mendapatkan kemenangan dan kekuasaan melalui cobaan dan guncangan dahsyat yang memurnikan hati mereka, sehingga mereka naik ke tingkat tertinggi dalam meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sepenuhnya: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21), dan dari peningkatan iman dan kepasrahan: “Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata: “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan kepasrahan.” (QS. Al-Ahzab: 22), serta mencapai derajat kejujuran dan pengorbanan tertinggi: “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23).

Kemudian peningkatan di Khandaq itu dimahkotai dengan penanaman keyakinan dan kemurnian tauhid dengan tawakal kepada Allah Ta’ala dan ketergantungan hanya kepada-Nya, melalui kecukupan Allah Ta’ala kepada orang-orang beriman dan penolakan musuh mereka tanpa pertempuran: “Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Ahzab: 25).

Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda setelah Khandaq, setelah beliau memahami tahapan dan persiapan menuju kekuasaan ini dari Tuhannya Ta’ala: “Sekarang kita yang akan memerangi mereka, dan mereka tidak akan memerangi kita.” (Shahih Al-Bukhari).

Kemudian, “Pembebasan Mekah” terjadi tiga tahun setelah itu, dan semua itu adalah persiapan bagi Khilafah Rasyidah yang pertama, yang benderanya berkibar di seluruh penjuru dunia. Jumlah tahun tidaklah penting dalam mengambil pelajaran, melainkan yang dimaksud adalah makna dan hikmah, adapun waktu, ia tunduk pada kondisi dan berubah seiring perubahannya.

Baca Juga:  Digital Robber Baron

Saya telah menjelaskan bahwa Gaza, yang merupakan bagian dari sekitar Baitul Maqdis (Yerusalem), hari ini adalah inspirasi bagi umat dan menggantikan umat dalam menghadapi pertempuran melahirkan (mahadh), yaitu masa transisi dari fase pemerintahan yang memaksa (hukm jabri) menuju fase Khilafah Rasyidah kedua, yang ibu kotanya adalah Al-Quds (Yerusalem). Oleh karena itu, ribath (berjaga) di sana adalah ribath yang terbaik, sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Khilafah Rasyidah kedua harus didahului oleh keberadaan dan penyebaran manhaj kenabian sebagai persiapannya, sebagaimana yang terjadi pada Khilafah pertama. Hal ini ditunjukkan oleh teks kenabian, karena beliau menamai kedua Khilafah tersebut: “Khilafah di atas manhaj kenabian”. Maka, Gaza harus melalui tahap-tahap persiapan yang telah disebutkan dalam sirah untuk mencapai Khilafah kedua.

“Dan dengan pandangan yang mendalam, kita mendapati hal tersebut terwujud dengan cara yang menakjubkan dan mengagumkan, yang mengokohkan keyakinan kita akan dekatnya Khilafah dan tercapainya berbagai tahapan persiapan yang mendahuluinya.”

Sesungguhnya perang-perang Gaza yang pertama — dan yang paling awal darinya adalah Perang Al-Furqan — merupakan perbedaan tegas (furqan) antara kebatilan yang dipimpin oleh kaum Zionis dan kebenaran yang diwakili oleh umat Islam, yang dalam hal ini diwakili oleh Gaza yang mengangkat panji kebenaran di pintu-pintu Baitul Maqdis.

Lalu datanglah perang bersejarah yang menakjubkan ini, yang pertempuran pertamanya — sebelum jeda gencatan senjata — menyerupai Perang Uhud, baik dari sisi adanya “hukuman penyucian”, maupun dari sisi keteguhan luar biasa yang ditunjukkan oleh sekelompok mujahidin dan para pemimpinnya yang diberkahi. Dalam perang ini juga terjadi penyaringan barisan mujahidin dan pengokohan prinsip-prinsip penting. Hal ini telah saya jelaskan secara rinci dalam tulisan “Setahun Setelah Banjir” dan lainnya. Berdasarkan hal itu saya sampaikan bahwa kita tidak akan dikalahkan, dan saya tegaskan bahwa salah satu hal yang memperkuat keyakinan akan tidak terkalahkannya kita adalah bahwa apa yang terjadi dalam “Operasi Banjir Al-Aqsha” merupakan permulaan dari fase penghinaan terhadap wajah orang-orang Yahudi, yang merupakan tahap pertama dari kehancuran mereka, dan bagian dari terwujudnya Janji Akhir atas mereka, sebagaimana yang dijanjikan oleh Rabb kita ﷻ.

Kemudian, datanglah pertempuran kedua setelah gencatan senjata yang panjang, dan pada saat itu saya menyebutkan dalam sejumlah artikel bahwa pertempuran ini sangat menyerupai Perang Khandaq (Ahzab), dan bahwa ia akan berakhir dengan hasil yang sama insyaAllah. Di antara yang saya tuliskan saat itu:

“Sesungguhnya fase kedua dari perang ini — setelah gencatan senjata yang cukup panjang — sangat mirip dengan Perang Ahzab, dalam hal adanya pengepungan dan tidak adanya pertempuran langsung di dalam wilayah inti. Maka, jika situasi ini terus berlanjut — dan itulah harapanku dan dugaanku yang baik kepada Allah Ta’ala — maka ada dua kabar gembira:

  1. Bahwa Allah Ta’ala akan mengembalikan orang-orang Yahudi dalam keadaan marah dan kecewa, tanpa memperoleh kebaikan apapun, sebagaimana Dia mengembalikan pasukan Ahzab dahulu. Dia akan mengakhiri perang mereka, menolong bala tentara-Nya, dan menghancurkan sekutu-sekutu mereka dengan perintah dari sisi-Nya.
  2. Bahwa mundurnya mereka dari kita akan menjadi paku terakhir dalam peti mati negara mereka, menjadi tanda awal kehancuran mereka dan terwujudnya Janji Akhir insyaAllah, setelah mereka menguras seluruh kekuatan dan kemampuan yang mereka miliki.

Sebagaimana dalam Perang Uhud terdapat fase takhliyah (pembersihan) hati para mujahidin dari ketergantungan kepada dunia dan ketergelinciran dalam kelemahan, maka Perang Ahzab merupakan fase tahliyah (penghiasan) hati mereka — karena sifat paling penting yang ingin Allah tanamkan dalam diri orang-orang beriman melalui Perang Ahzab adalah kejujuran (ṣidq).

Dan ketika persiapan keimanan dalam hati mereka telah sempurna, maka hal itu dimahkotai dengan kemenangan nyata dan pemberian kekuasaan penuh, sebagaimana yang terjadi dalam Penaklukan Makkah beberapa tahun setelahnya.
Maka:

  • Fase pertama dari perang ini menyerupai Perang Uhud — yaitu fase takhliyah dan penyucian.
  • Fase kedua, seperti telah disebutkan, menyerupai Perang Ahzab — yaitu fase tahliyah dan penyempurnaan,

Ini menjadi persiapan untuk penaklukan yang nyata setelah itu, yaitu dengan memasuki Masjid Al-Aqsha, dan terwujudnya Janji Akhir, yang fase pertamanya telah dimulai dengan penghinaan terhadap wajah orang-orang Yahudi dalam “Operasi Banjir Al-Aqsha”, dan fase itu akan terus berlanjut hingga pembebasan Masjid Al-Aqsha.

Maka terjadilah perkara itu seperti yang saya sebutkan: “(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika penglihatan (mu) telah liar dan hatimu telah menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu berprasangka yang tidak-tidak terhadap Allah.” (QS. Al-Ahzab: 10)

“Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Ahzab: 25).

Ini menegaskan jalur Fath (Penaklukan) dan Tamkin (Kekuasaan) yang akan datang di atas jejak Penaklukan Mekah dan persiapan menuju Khilafah, biidznillah (dengan izin Allah) Ta’ala.

Hari ini saya katakana bahwa Penaklukan Mekah didahului oleh penaklukan hati, karena penaklukan hati harus mendahului penaklukan negeri. Sebab, penaklukan negeri membutuhkan banyaknya Rabbaniyyun (orang-orang yang ahli ilmu dan ibadah) dan perbaikan manusia. Dan hal itu terjadi dengan Perjanjian Hudaibiyah. Meskipun di dalamnya terdapat beberapa ketidakadilan terhadap kaum Muslimin dan syarat-syarat yang sulit yang tidak membuat mereka rida, bahkan sebagian mereka hampir saling membunuh saat mencukur rambut saking beratnya kesedihan, namun perjanjian ini adalah Fath (Penaklukan) yang agung karena ia menyiapkan sebab-sebab tersebarnya dakwah dan cahaya setelah adanya ketenangan yang terjadi dengan Quraisy. Maka, dalam satu tahun saja, jumlah yang masuk Islam lebih banyak daripada yang masuk Islam selama tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu, Allah Ta’ala menamakannya Fath (Penaklukan), sebagaimana dalam tafsir firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata (Fathan Mubiina).” (QS. Al-Fath: 1), menurut pendapat ulama yang paling kuat.

Baca Juga:  Ilmu

Dalam Shahih Al-Bukhari, terdapat penegasan akan hal itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan ayat tersebut hingga akhir kepada Umar radhiyallahu ‘anhu ketika mereka kembali dari Hudaibiyah. “Maka Umar berkata: ‘Ya Rasulullah, apakah itu Fath (penaklukan)?’ (maksudnya perjanjian itu). Beliau bersabda: ‘Ya’.” Zuhri berkata: “Hudaibiyah adalah penaklukan yang paling agung. Hal itu karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang ke sana bersama seribu empat ratus orang. Ketika perjanjian damai terjadi, orang-orang saling berinteraksi, dan mereka mengetahui serta mendengar tentang Allah. Maka, tidak ada seorang pun yang ingin masuk Islam melainkan dia mampu melakukannya. Tidaklah berlalu dua tahun itu melainkan kaum Muslimin telah datang ke Mekah dengan sepuluh ribu orang.” (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an oleh Al-Qurthubi). Dan Ibnu Al-Qayyim berkata dalam bukunya yang berharga “Zad Al-Ma’ad” sebuah perkataan yang bernilai tentang hal itu, di antaranya: “Itu adalah pembukaan sebelum Fath (Penaklukan) yang lebih besar, yang dengannya Allah memuliakan Rasul-Nya dan bala tentaranya, dan manusia masuk ke dalam agama Allah berbondong-bondong. Maka, gencatan senjata ini adalah pintu, kunci, dan pemberitahuan di depannya. Ini adalah kebiasaan Allah Subhanahu dalam urusan-urusan besar yang Dia tetapkan secara qadar (ketentuan) dan syara’ (hukum), bahwa Dia mempersiapkan di depannya pendahuluan dan persiapan yang memberitahukan dan menunjukkannya.”

Dan di antaranya: bahwa gencatan senjata itu merupakan salah satu dari besar besar kemenangan; sebab pada masa itu orang orang merasa aman satu sama lain, para Muslim bercampur dengan orang orang kafir, lalu mendatangi mereka dengan dakwah, membacakan Al Qur’an kepada mereka, dan berdialog secara terang terangan tentang Islam dalam keadaan aman. Terlihat pula orang orang yang tersembunyi keislamannya lalu tampak dan masuk Islam selama masa gencatan itu siapa saja yang Allah menghendakinya untuk masuk. Untuk itu Allah menyebutnya sebagai fathu mubīn (kemenangan yang nyata).

Secara lahiriyah tampak pada gencatan itu kemunduran dan kehinaan bagi kaum Muslimin, tetapi secara batiniah terkandung kemuliaan, pembukaan hati, dan pertolongan. Rasulullah ﷺ melihat dari balik itu semua sebuah pembukaan besar, kemuliaan, dan kemenangan yang tersembunyi di balik tirai halus; beliau memberikan kepada kaum musyrik segala syarat yang mereka minta — syarat syarat yang kebanyakan para sahabat dan pemimpin mereka tak sanggup memikulnya — padahal beliau ﷺ mengetahui apa yang terkandung dalam hal hal yang mereka sukai itu dari kebaikan. Maka beliau menempuh syarat syarat itu dengan penuh keyakinan akan pertolongan Allah dan kemenangan yang menantinya, karena menanggung syarat syarat itu sendiri merupakan inti kemenangan; beliau adalah pasukan besar yang mereka anggap hanya sebagai penentu syarat dalam perjanjian — padahal mereka tidak menyadarinya. Mereka menjadi hina dari tempat mereka mencari kehormatan, dan dikalahkan dari tempat mereka tampakkan kekuatan, kebanggan, dan keunggulan. Rasulullah ﷺ dan barisan Islam justru dimuliakan ketika mereka tunduk kepada Allah dan menahan kehinaan demi-Nya; pada akhirnya keadaan berbalik, kemuliaan palsu kebatilan berubah menjadi kehinaan, sedangkan kehancuran berkedok kekuasaan menjadi kemuliaan bagi Allah, lalu nyata hikmah Nya, tanda tanda Nya, dan pembenaran janji Nya serta pertolongan bagi Rasul Nya dalam bentuk yang paling sempurna yang tak dapat dibayangkan oleh akal.

Oleh sebab itu, saya melihat bahwa perjanjian (gencatan) ini — meskipun di dalamnya terdapat ketidakadilan terhadap kita — insyaAllah akan menjadi pembuka jalan bagi pembukaan hati hati yang akan mempersiapkan pembebasan Al Quds dan Khilafah Rasyidah kedua, menyerupai jalan Penaklukan Makkah dan Khilafah pertama, insyaAllah. Allah akan menyiapkan sebab sebab itu, walau tampak pada zahirnya sebaliknya. Kita yakin bahwa kita sedang berada pada fase kebangkitan sedangkan musuh kita sedang pada fase kemunduran dan kejatuhan; penghinaan mereka tidak akan lenyap sampai pembebasan Baitul Maqdis, insyaAllah — dan itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Allah.

Hal ini menuntut dari kita — setelah kita memperkirakan sifat fase mendatang — agar menumpahkan segala kemampuan, memusatkan segenap tenaga dalam dakwah kepada Allah, menyebarkan ilmu, membuka hati hati pada masa yang akan datang ini, sambil menyelenggarakan persiapan tersembunyi sekuat yang dapat dilakukan para mujahid dan kerja kerja rekonstruksi hingga datang kesempatan untuk memetik kemenangan yang dijanjikan oleh Rabb Yang Maha Pemurah.
Alhamdulillah Rabbil ’Alamin.

Catatan Dr Rami Ad-Dali, ulama Gaza
20 Rabi‘ul Akhir 1447 H
Bertepatan dengan 12 Oktober 2025 M

Bagikan Artikel:

==========================================

Yuks!, perbanyak amal jariyah dengan ikut berpartisipasi dalam upaya meningkatkan kualitas dakwah islamiyah bersama Pesantren Bina Insan Kamil, salurkan donasi terbaik Antum melalui rekening:

Bank Syariah Indonesia
7000 7555 00
a/n Bina Insan Kamil Pramuka

Kode Bank: 451

Konfirmasi Transfer:
https://wa.me/6282298441075 (Gita)

Ikuti juga konten lainnya di sosial media Pesantren Bina Insan Kamil:
Instagram: https://www.instagram.com/pesantrenbik
Fanspage: https://www.facebook.com/pesantrenbik
YouTube: https://www.youtube.com/c/PesantrenBIK

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *