Digital Robber Baron

Digital Robber Baron

Robber Baron (terjemahan bebas: bangsawan perampok) adalah istilah peyoratif yang digunakan kepada para industrialis dan pemodal di Amrik pada era akhir Abad ke-XIX.

Kenapa mereka diistilahkan sebagai “Robber Baron”…?

Tidak lain adalah karena cara mereka mengumpulkan kekayaan melalui praktek bisnis yang tak etis bahkan bengis dan tanpa moralitas, seperti dengan cara monopoly, hostile take over terhadap saingan bisnis, mengeksploitasi pekerjanya di luar batas kewajaran, tidak terlalu memperhatikan pelanggan, dan penghindaran pajak melalui sistem perwalian / yayasan sosial.

Kita sekarang mengenal nama-nama seperti: Vanderbilt, Carnegie, JP Morgan, Rockefeller, sebagai nama institusi sekolah atau yayasan yang banyak menyumbang bagi kemanusiaan. Akan tetapi sekira 125 tahun lalu, they are the Robber Barons of America! Iya, Cornelius Vanderbilt (pemilik usaha pelayaran and kereta api), Andrew Carnegie (pemilik manufaktur baja), JP Morgan (pemodal dan bankir), John D Rockefeller (pemilik Standard Oil), Jay Gould dan Jim Fisk (pialang di Wall Street), dan Russell Sage (pemodal).

Mungkin akan bertanya, seberapa hebat sih para Robber Barron itu?

Jawabannya akan mudah pakai perbandingan saja. Siapa orang terkaya di Amerika sekarang? Elon Musk kan? Kekayaan Elon Musk itu ditaksir sekira US$ 225billion. Adapun yang terkaya dari Robber Barons itu adalah JD Rockefeller yang pada puncaknya punya kekayaan sekira US$ 1,5billion…

Loh kan berarti Musk jauh lebih kaya dong dibandingkan Rockefeller? Kekayaan Musk lebih 100x lipatnya Rockefeller!?

Well… tunggu dulu, lihatnya adalah kekayaan Musk itu hanyalah <1% saja dari GDP Amrik sekarang. Sedangkan Rockefeller ketika puncaknya punya kekayaan sekira 1,5% s/d 1,75% dari GDP Amrik saat itu! Jadi secara riil, seorang JD Rockefeller menguasai hampir 1/50 GDP Amrik…!!! Dan itu semua riil, bukan dalam bentuk valuasi à la Zaman Now yang banyak penggelembungannya atau asset tak jelas macam Cryptocurrency.

Baca Juga:  Central Bank Digital Currency (Bagian I)

Fast forward 100 tahun ke Zaman Now, ternyata di negeri yang bukan-bukan ada pulak Robber Barons di Zaman Digital…

Iya…!

Mereka adalah so-called “crazy rich” yang ternyata mendapatkan kekayaannya menjadi afiliator “judi online”. Crazy rich yang kerjanya pamer kekayaan dan merendahkan manusia, padahal hartanya didapat dengan cara menghasung orang berjudi atas nama investasi… menghasung orang-orang lugu mencari jalan menjadi kaya dengan cara cepat melalui mimpi yang mereka jual melalui konten flexing di sosial media.

Kalau melihat cara so-called crazy rich di Zaman Now menjadi kaya, at least masih jauh lebih baik Robber Barons 125 tahun lalu, karena mereka masih membangun sesuatu yang benar-benar ada wujudnya, dan produknya pun bermanfaat bagi masyarakat. Sedangkan para crazy rich sekarang itu apa? Nothing! Paling bagi-bagi uang di perempatan traffic light.

Sekira 31 tahun lalu ketika saya masuk Fakultas Ekonomi, dosen saya mengatakan kalau tidak ada etika dan aturan, maka manusia itu bershifat “homo homini lupus” (terjemahan bebas: manusia menjadi serigala buas bagi sesamanya), dan itu terbukti dari sejarah kemanusiaan bahwa manusia itu suka sekali melakukan “l’exploitation de l’homme par l’homme” (terjemahan bebas: eksploitasi manusia terhadap manusia yang lain).

Kelakuan manusia yang jahat terhadap sesamanya itu adalah Sunnatullōh akan terjadi sebagaimana disabdakan oleh Baginda Nabī ﷺ:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ, أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

(arti) “Akan datang suatu masa di mana orang-orang sudah tak peduli lagi dengan cara bagaimana ia mendapatkan harta. Apakah dari cara yang halāl ataukah dari cara yang harōm.” [HR al-Bukhōrī no 2083; Ahmad no 9247, 9462, 10159; ad-Dārimī no 2578].

Ternyata etika saja tak cukup… hukum saja tak cukup… butuh sesuatu yang lebih mendasar dan lebih besar lagi…

Baca Juga:  Central Bank Digital Currency (Bagian III): Partially Backed Fiat Money

Apa…?

Īmān terhadap Allōh ﷻ dan Hari Pembalasan…!

Iya, karena jika seorang Muslim ia mencari harta, maka ia sadar betul ada batasannya sebagaimana firman Allōh ﷻ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

(arti) “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halāl lagi baik dari apa yang terdapat di Bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah Syaithōn, karena sungguh-sungguh Syaithōn itu adalah musuh yang nyata bagimu!” [QS al-Baqoroh (2) ayat 168].

Karena harta harōm itu tidak akan membawa keberuntungan, melainkan hanya kesialan dan adzāb dari Allōh ﷻ sebagaimana sabda Baginda Nabī ﷺ:

تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيْصَةِ

(arti) “Celakalah budak Dinar, budak Dirham, dan celakalah budak pakaian!” [HR al-Bukhōrī no 2886-7, 6435; Ibnu Mājah no 4135-6].

Sial karena do’a takkan didengar oleh Allōh ﷻ sebab bagaimana mau didengar ketika pakaian yang dipakainya sholāt dibeli dengan uang harōm, makanannya dibeli pakai uang harōm, sajadah yang dipakainya sholāt dibeli dari uang harōm. Shodaqohnya pun takkan diterima karena berasal dari yang harōm.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ رِزْقًا طَيِّبًا … اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ رِزْقًا طَيِّبًا … اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ رِزْقًا طَيِّبًا

M Arsyad Syahrial SE, MF
Pengamat Ekonomi dan Pergerakan Islam
Alumni RMIT University, Melbourne, Australia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.