Tanya:
Kami panitia kurban yang diserahi oleh pekurban membagikan daging kurban. Kebetulan di lingkungan kami bahkan di dekat mushalla kami terdapat beberapa warga non muslim. Bolehkah kami memberikan daging kurban kepada mereka?
Abu Asiyah, Bekasi.
Jawab:
Ada perbedaan pendapat para ulama dalam masalah ini. Para ulama madzhab Syafi’i tidak membolehkan pemberian daging kurban kepada orang kafir tanpa kecuali.
Namun menurut mayoritas ulama boleh membagikan daging kurban kepada para tetangga atau kenalan yang non muslim asal bukan kafir harbi atau kafir yang memerangi kaum muslimin.
Dalam Fatawa Hindiyyah yang merupakan salah satu pegangan dalam madzhab Hanafi:
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَأْكُلَ من أُضْحِيَّتِهِ وَيُطْعِمَ منها غَيْرَهُ وَالْأَفْضَلُ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِالثُّلُثِ وَيَتَّخِذَ الثُّلُثَ ضِيَافَةً لِأَقَارِبِهِ وَأَصْدِقَائِهِ وَيَدَّخِرَ الثُّلُثَ وَيُطْعِمَ الْغَنِيَّ وَالْفَقِيرَ جميعا كَذَا في الْبَدَائِعِ وَيَهَبُ منها ما شَاءَ لِلْغَنِيِّ وَالْفَقِيرِ وَالْمُسْلِمِ وَالذِّمِّيِّ
“Disunnahkah agar dia memakan sendiri kurbannya dan memberikan kepada orang lain. Yang paling afdhol adalah dia bersedekah dengan sepertiganya, mengambil sepertiganya lagi untuk memberi makan tamu dan keluarganya, dan menyimpan sepertiga lagi. Dia juga boleh memberikannya kepada yang kaya maupun miskin, demikian dari kitab Al-Bada`i’. Atau dia boleh memberikannya semaunya dia kepada orang fakir dan kaya, muslim mapun dzimmi.”
(Fatawa Hindiyyah 5/300).
Ibnu Qudamah mengatakan, “Boleh memberikannya (daging kurban) kepada orang kafir. Ini adalah pendapat Hasan (Al-Bashri –penerj), Abu Tsaur, dan ash-hab Ar-Ra`yi. Sementara Malik mengatakan, lebih baik diberikan kepada yang lain. Malik dan Laits juga tidak suka memberikan kulit hewan kurban kepada Nashrani. Bagi kami (madzhab Hanbali –penerj) itu sama dengan sedekah memberikan makanan yang boleh diberikan kepada kafir dzimmi dan dia termasuk sedekah sunnah sehingga boleh dimakan oleh kafir dzimmi dan kafir yang menjadi tawanan perang.” (Al-Mughni 9/356).
Dalilnya adalah firman Allah dalam surah Al-Mumtahanah:
لَايَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al Mumtahanah : 8 ).
Salah satu bentuk berbuat baik adalah memberikan makanan yang bersumber dari sedekah sunnah seperti kurban dan akikah kepada mereka, sehingga mereka merasakan keramahan Islam. Wallahu a’lam.
Al-Imam An-Nawawi dari kalangan Syafi’iyyah condong pada pendapat ini, seperti ungkapannya dalam kitab Syarh Al-Muhadzdzab berikut:
قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ أَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى جَوَازِ إطْعَامِ فُقَرَاءِ الْمُسْلِمِينَ مِنْ الْأُضْحِيَّةِ وَاخْتَلَفُوا فِي إطْعَامِ فُقَرَاءِ أَهْلِ الذِّمَّةِ فَرَخَّصَ فِيهِ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ وَأَبُو حَنِيفَةَ وَأَبُو ثَوْر
وَقَالَ مَالِكٌ غَيْرُهُمْ أَحَبُّ إلَيْنَا وَكَرِهَ مَالِكٌ أَيْضًا إعْطَاءَ النَّصْرَانِيِّ جِلْدَ الْأُضْحِيَّةِ أَوْ شَيْئًا مِنْ لَحْمِهَا وَكَرِهَهُ اللَّيْثُ قَالَ فَإِنْ طُبِخَ لَحْمُهَا فَلَا بَأْسَ بِأَكْلِ الذِّمِّيِّ مَعَ الْمُسْلِمِينَ مِنْهُ هَذَا كَلَامُ ابْنِ الْمُنْذِرِ وَلَمْ أَرَ لِأَصْحَابِنَا كَلَامًا فِيهِ وَمُقْتَضَى الْمَذْهَبِ أَنَّهُ يَجُوزُ إطْعَامُهُمْ مِنْ ضحية التطوع دون الواجبة والله أَعْلَمُ
“Ibnu Al-Mundzir mengatakan bahwa umat telah sepakat bolehnya memberikan daging kurban kepada fakir miskin kaum muslimin tapi mereka beda pendapat apakah boleh diberikan kepada kafir dzimmi. Hasan Al-Bashri, Abu Hanifah dan Abu Tsaur membolehkan.
Sementara Malik dan lainnya menyatakan lebih suka diberikan kepada selain mereka. Malik juga memakruhkan untuk memberikan kulit hewan kurban kepada Nashrani atau sedikitpun dagingnya. Pun Laits juga membenci hal itu. Tapi kalau dagingnya sudah dimasak maka tidak mengapa dimakan baik oleh dzimmi maupun muslim. Demikian kalam Ibnu Al-Mundzir.
Aku (An-Nawawi) sendiri belum melihat ada pernyataan dari ash-hab kami dalam hal ini dan muqtadha (hasil interpretasi) dari madzhab adalah boleh memberikan mereka (kafir dzimmi) dari kurban sunnah tapi tidak dari kurban wajib.”
(Al-Majmu’ syarh Al-Muhadzdzab jilid 8 hal. 425).
Dijawab oleh
Ust. Anshari Taslim
Pimpinan Pensantren Bina Insan Kamil Jakarta.