Pernahkah anda mendengar kisah seorang wanita jelita menikah dengan pria buruk rupa lalu keduanya masuk surga lantaran si pria bersyukur mendapat istri bak bidadari sedangkan si wanita bersabar dengan berantakannya muka suami?
Ternyata kisah mirip itu memang ada tapi tidak dikatakan mereka benar-benar masuk surga, melainkan hanyalah klaim dari sang wanita semata.
Juga banyak pria berseloroh kala melihat wanita cantik dalam pelukan aliran sesat, semisal ikut Syiah atau JIL dan sejenisnya, “Wah perlu diselamatkan tuh, harus dinikahi buat menyelamatkannya dari kesesatan….” Meski kadang itu hanya sebuah candaan.
Tapi ada pula yang memang mencari wanita-wanita cantik dengan alasan demikian. Biarpun wanita itu belum berhijab atau taat beragama asal dia rupawan maka ada saja pemuda yang menginginkannya sebagai istri karena kecantikannya berselubung nanti kalau sudah menikah akan diarahkan menjadi wanita shalihah.
Memang ini tujuan mulia, tapi terlepas dari motivasi dominan dari pria ketika menikah, apakah benar-benar karena ingin menyelamatkan sang wanita dari kesesatan ataukah lebih dominan karena cantiknya tadi.
Inilah kisah kita kali ini. Seorang tabi’in yang terkenal alim bernama Imran bin Hiththan awalnya adalah seorang ahlus sunnah. Lalu dia berniat menikahi wanita yang amat cantik (dalam sebuah riwayat masih sepupunya sendiri) tapi sayang berpaham Khawarij. Ketika itu dia sesumbar: “Tenang saja, nanti aku akan mengembalikannya ke madzhab sunnah.” Setelah menikah malah dia yang ikut istrinya.
Nah, berhubung Imran ini jelek sementara istrinya yang konon bernama Hamnah ini sangat cantik, maka istrinya ini sempat berujar, (أَنَا وَأَنْتَ فِي الجَنَّةِ، لأَنَّكَ أُعْطِيْتَ، فَشَكَرْتَ، وَابْتُلِيْتُ، فَصَبَرْتُ) “Aku dan kamu masuk surga karena kau diberi (istri cantik) lalu kau bersyukur sementara aku diuji (dapat suami jelek) tapi aku bersabar.” (Lihat Siyar A’lam An-Nubala` 4/214). Meski ada versi lain mengapa Imran menjadi Khawarij tapi sepertinya semua sepakat bahwa istrinya memang Khawarij. Dan dia betah dengan itu.
Imran bin Hiththan sendiri adalah tabi’in yang tsiqah. Al-Bukhari memakai riwayatnya sebagai hujjah dalam Shahihnya. Abu Daud sampai mengatakan, “Tidak ada pengekor hawa nafsu yang lebih tsiqah dalam hadits kecuali Khawarij.” Lalu dia sebutkan nama beberapa orang termasuk di antaranya Imran ini. Meski ada riwayat yang mengatakan di akhir umur dia bertobat dan kembali ke ahlus sunnah tapi ketika dia meriwayatkan hadits dia masih berpaham Khawarij dan riwayat itu disebarkan saat itu.
Hikmahnya, setiap kita hendaknya berpikir ulang untuk menyelamatkan wanita-wanita cantik dari aliran sesat atau kemaksiatan dengan cara menikahinya. Salah-salah bukan dia yang terselamatkan tapi kita yang tersesatkan.
Anshari Taslim
24 November 2013
Referensi:
- Siyar A’lam An-Nubala` 4/214-215 (cetakan Ar-Risalah)
- Al-Bidayah wa An-Nihayah 12/352 (cetakan Hajr)
- Tahdzib Al-Kamal 22/322
- Tahdzib At-Tahdzib 8/113.