Bolehkah Jualbeli Emas Non Uang Secara Cicilan?

Bolehkah Jualbeli Emas Non Uang Secara Cicilan?

Kasus jual barang berbahan perak atau emas BUKAN UANG, tapi bejana itu telah pernah terjadi di masa sahabat. Kasus yg sangat terkenal pertengkaran antara Mu’awiyah bin Abi Sufyan yg waktu itu gubernur (alias waliyyul amri syar’i) dengan Ubadah bin Shamit yg merupakan warganya saat itu.

Haditsnya ada dalam Shahih Muslim nomor hadits 1587, kalimatnya jelas rawi (di sini adalah Abu Al Asy’ats yg menyaksikan kisah ini) menyebutkan:

فَكَانَ فِيمَا غَنِمْنَا آنِيَةٌ مِنْ فِضَّةٍ، فَأَمَرَ مُعَاوِيَةُ رَجُلًا أَنْ يَبِيعَهَا فِي أَعْطِيَاتِ النَّاسِ

“Di antara ghanimah yang kami dapatkan adalah BEJANA dari perak. Lalu Mu’awiyah menyuruh seseorang menjualnya dibayar setelah gajian.”

Kata (أعطيات) adalah jama’ dari (أَعْطَيَةٌ) yg artinya gajian yg diberikan pemerintah kala itu. Lihat Minnatul Mun’im karya Al Mubarkfuri jilid 3 hal. 56-57.

Di situlah Ubadah bin Shamit RA mengingkari, dan menyebutkan sabda Rasulullah akan keharaman menjual perak dgn perak kecuali tunai dan sama timbangan.

Para ulama mengatakan ini dijual dgn uang dirham, makanya diingkari oleh Ubadah, karena bejana perak tak boleh dijual dgn uang perak (dirham) kecuali sama timbangan dan tunai.

Larangan Membeli Emas dengan Uang Secara Kredit

Ini adalah kesepakatan semua madzhab. Salah satu dalilnya adalah hadits Ubadah ini.

Segi pendalilannya di sini adalah Ubadah mengharamkan tukar menukar perak meski bukan bentuk uang melainkan BEJANA. Artinya, larangan tersebut berlaku untuk semua berbahan perak dan emas. Kenapa dilarang? Karena untuk barter emas dengan perak harus tunai tidak boleh hutang atau kredit. Ini diqiyaskan dengan semua mata uang, misalnya antara dollar dengan rupiah harus tunai. Begitu pula antara mata uang dengan emas harus tunai tidak boleh kredit. Ini berlaku untuk emas batangan, perhiasan maupun bejana seperti pada hadits di atas.

Baca Juga:  Hati-Hati Para Pengecam Mujahidin

Dalam riwayat Imam Ahmad

كَانَ أُنَاسٌ يَبِيعُونَ الْفِضَّةَ مِنَ الْمَغَانِمِ إِلَى الْعَطَاءِ

“Orang-orang biasa menjual perak yg didapat dari rampasan perang dicicil sampai gajian.”

Mereka itu menerima gajian dalam bentuk uang dirham, sehingga membayar emas dengan perak dan itu termasuk riba nasa`.

Solusinya adalah kalau mau kredit emas hendaknya jangan dibayar pakai uang tapi benda lain semisal beras, atau komoditas lain yang tidak termasuk mata uang dan itu boleh dicicil, karena illat ribanya sudah berbeda.

Misalnya seorang mau kredit emas 100 gram dibayar pakai beras 10 ton, didicil sebulan 500 kg. Maka ini sepakat para ulama kebolehannya.

===================================

Jangan katakan ada beda penafsiran antara Mu’awiyah dengan Ubadah, karena yang terjadi adalah Ubadah mendengar apa yang tidak diketahui oleh Mu’awiyah dan yang tahu menjadi hujjah atas diri yang tidak tahu.

Sehingga masalah ini bukan bab khilafiyyah antar sahabat Nabi.

Mengkritik Keputusan Pemimpin Secara Terbuka

Hadits ini juga menjadi dalil bolehnya menentang kebijakan pemimpin di depan umum bila yakin akan kebenaran hujjah yang disampaikan, karena ketika Ubadah mendengar keputusan Mu’awiyah yang membolehkan perbuatan demikian dia bukan mendatangi Mu’awiyah dan bicara empat mata, tapi malah bicara di mimbar menyampaikan hadits Nabi bahwa perbuatan itu dilarang.

Itu jelas menimbulkan gejolak di kalangan pasukan hingga sampai ke telinga Mu’awiyah lalu Mu’awiyah perang opini dengan berpidato,

أَلَا مَا بَالُ رِجَالٍ يَتَحَدَّثُونَ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَادِيثَ قَدْ كُنَّا نَشْهَدُهُ وَنَصْحَبُهُ فَلَمْ نَسْمَعْهَا مِنْهُ

Mendengar itu Ubadah juga tidak menggandeng tangan Mu’awiyah ke tempat sepi tapi malah balas pidato,

فَقَامَ عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ فَأَعَادَ الْقِصَّةَ، ثُمَّ قَالَ: ” لَنُحَدِّثَنَّ بِمَا سَمِعْنَا مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَإِنْ كَرِهَ مُعَاوِيَةُ – أَوْ قَالَ: وَإِنْ رَغِمَ – مَا أُبَالِي أَنْ لَا أَصْحَبَهُ فِي جُنْدِهِ لَيْلَةً سَوْدَاءَ “

Baca Juga:  Sifat Generasi Yang Dijanjikan Kemenangan

“Ubadah bangkit dan mengulang kisah itu lalu mengatakan, “Kami tetap akan menceritakan apa yg kami dengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam meski Mu’awiyah tidak suka. Aku tak peduli meski tak bisa berada dalam barisan tentaranya di malam yang hitam.”

Setelah itu Ubadah kembali ke Madinah, lalu menghadap Umar bin Khaththab RA sang khalifah dan menceritakan kisah itu. Umar pun memerintahkan Ubadah kembali dan menulis surat kepada Mu’awiyah:

لَا إِمْرَةَ لَكَ عَلَيْهِ، وَاحْمِلْ النَّاسَ عَلَى مَا قَالَ، فَإِنَّهُ هُوَ الْأَمْرُ

“Tidak ada perintahmu atasnya dan bawalah rakyat mengikuti apa yang dia (Ubadah) katakan, karena itulah instruksi.” (HR. Ibnu Majah, no. 18).

Ustadz Anshari Taslim, Lc.
Mudir Pesantren Bina Insan Kamil – DKI Jakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *