Dalam sebuah hadits dari Shuhaib bin Sinan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang kisah ash-hab al ukhdud yang intisarinya diabadikan dalam Al-Quran surah Al-Buruj. Kisah yang panjang tentang seorang pemuda yang akhirnya mampu mengibarkan bendera tauhid ke kalangan kaumnya ini cukup terkenal dan tak diragukan keshahihannya. Dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya dan At-Tirmidzi dalan Sunannya.
Di sini saya tidak ingin membahas kisah itu selengkapnya, tapi hanya ingin membahas satu paragraph dari rangkaian cerita tersebut yaitu kala sang pemuda belajar kepada rahib, maka sang rahib berpesan kepadanya,
إِذَا خَشِيتَ السَّاحِرَ، فَقُلْ: حَبَسَنِي أَهْلِي، وَإِذَا خَشِيتَ أَهْلَكَ فَقُلْ: حَبَسَنِي السَّاحِرُ
“Jika kamu takut kepada tukang sihir (karena terlambat datang belajar –penerj) maka katakan bahwa kau disibukkan oleh keluargamu, dan kalau kau takut dengan keluargamu (mengapa pulang telat –penerj) maka katakan, “aku ditahan si tukang sihir”.
Ini jelas saran untuk berbohong, karena kenyataannya dia mampir dulu belajar kepada rahib dimana tidak ada seorangpun yang tahu akan hal itu. Akan tetapi kebohongan di sini dibolehkan karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak menjelaskan bahwa yang disampaikan rahib itu adalah kesalahan sedangkan mengundur keterangan pada katu yang diperlukan tidak mungkin dilakukan oleh syari’.
An-Nawawi dalam syarh Shahih Muslim (18/130) memberi komentar setelah hadits ini,
وَفِيهِ جَوَازُ الْكَذِبِ فِي الْحَرْبِ وَنَحْوِهَا وَفِي إِنْقَاذِ النَّفْسِ مِنَ الْهَلَاكِ سَوَاءً نَفْسُهُ أَوْ نَفْسُ غَيْرِهِ مِمَّنْ لَهُ حُرْمَةٌ
“Di dalam hadits ini terdapat kebolehan berdusta dalam peperangan atau semisalnya serta demi menyelamatkan jiwa dari bahaya baik itu untuk diri sendiri maupun jiwa orang lain yang punya keharaman.”
Maksud jiwa yang punya keharaman adalah setiap jiwa yang harus dijaga dan tidak boleh disakiti apalagi terbunuh. Sedangkan yang tidak punya keharaman adalah jiwa yang memang harus disakiti atau bahkan dibunuh seperti penjahat atau musuh agama, maka tidak boleh berdusta demi melindungi mereka.
Demikian pula Al-Qadhi ‘Iyadh dalam kitabnya Ikmal Al-Mu’lim syarh Shahih Muslim(8/280) mengomentari hadits ini,
جواز الكذب للضرورة لا سيما فى الله ، وفى المدافعة عن الإيمان ، ومن يصدع عنه
“Bolehnya berbohong karena darurat, apalagi demi Allah dan demi mempertahankan keimanan atau menghindar dari orang-orang yang akan menghalanginya.”
Tak ketinggalan Abu Abbas Al-Qurthubi dalam kitabnya Al-Mufhim yang juga merupakan salah satu syarah dari Shahih Muslim di jilid 7 hal. 424 di kitab Tafsir dia menjelaskan ucapan rahib di atas:
دليل على إجازة الكذب لمصلحة الدين
“Di dalamnya terdapat dalil bolehnya berbohong demi kemaslahatan agama.”
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah menegaskan ada hal-hal dimana bohong diperbolehkan, sebagaimana hadits dari Ummu Kultsum binti Uqbah, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ، وَيَقُولُ خَيْرًا وَيَنْمِي خَيْرًا
“Tidaklah dinamakan pembohong bagi orang yang mendamaikan manusia mengatakan kebaikan dan menyampaikan kebaikan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Juga diriwayatkan, “Setiap dusta akan ditulis atas diri anak Adam kecuali tiga perkara: seorang berdusta kepada istrinya demi mencapai kerelaannya, seorang berdusta dalam perang dan seorang berdusta demi mendamaikan dua orang.” (HR. Ahmad dengan sanad yang dhaif karena melalui Syahr bin Hausyab dan ada kesimpangsiuran dalam sanadnya. Lihat takhrij Musnad Ahmad oleh Al-Arnauth no. 27570).
Kesimpulannya
Berbohong yang disarankan rahib kepada pemuda ini adalah demi mempertahankan keimanan agar dakwah tauhid bisa berkembang lewat si pemuda ini, dan bila sampai ketahuan maka baik si pemuda maupun rahib bisa jadi dibunuh sehingga terputuslah dakwah tauhid. Wallahu a’lam.
Anshari Taslim.
Masya Allah Syukron ustadz penjelasannya.