Singkat cerita walikota Bukhara Khalid bin Ahmad Adz-Dzuhli meminta Al-Bukhari untuk mengajari anaknya kitab Shahih dan At-Tarikh secara privat, maklum dia kan pejabat (waliyyul amri syar’iy yang menerapkan syariat Islam bawahan Khilafah Abbasiyyah), gengsi lah anaknya bersama rakyat jelata. Tapi Al-Bukhari menolak dengan mengatakan aku tidak akan men-spesial-kan siapapun, semua sama dalam majlisku.
Tak hanya itu, Al-Bukhari juga menolak datang ke istananya dan mengatakan kalau mau belajar datang kemari, bukan saya yang datang ke sana.
Maka Khalid murka dan mulai cari jalan bagaimana caranya agar Al-Bukhari menderita dan terusir dari situ. Lalu dia kerjasama dengan seorang ulama dan da’i juga yang tokoh di sana yaitu Huraits bin Abi Waraqa` dan seorang lagi.
Mereka ini lalu mencari-cari celah kesalahan Al-Bukhari, salah satunya kasusnya dgn Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli dulu yg mulai reda tapi dipanasi lagi.
Akhirnya Al-Bukhari terusir dan jadi korban fitnahan mereka.
Nah saat itulah Al-Bukhari berdoa:
اللهم أرهم ما قصدوني به في أنفسهم وأولادهم وأهاليهم
“YA ALLAH, PERLIHATKAN KEPADA MEREKA APA YANG MEREKA TUJUKAN KEPADAKU (BERUPA FITNAH ITU -PENERJ) DAN ITU TERJADI PADA DIRI, ANAK DAN KELUARGA MEREKA.”
Akhirnya doa itu terkabul, 6 bulan kemudian Khalid sang wali kota terlibat kasus hingga ditangkap oleh pimpinan wilayah dinasti Thahiriyyah, padahal dia dikenal walikota yang baik bahkan termasuk ahli hadits juga sebagaimana kata Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala` (13/137, terbitan Ar-Risalah).
Sementara Huraits ditimpakan bala dari Allah pada masalah keluarga yang sangat tabu dibicarakan.
Lalu yang satunya lagi ditimpa bencana dalam hal anaknya.
Allah menimpakan apa yg mereka fitnahkan kepada Al-Bukhari pada diri dan keluarga mereka sendiri.
Jadi, kalau ada yang bertanya siapa ulama salaf yang mendoakan keburukan atas penguasa zalim, maka jawabnya salah satunya adalah Imamul Muhadditsi Muhammad bin Ismail Al-Bukhari.
Referensi:
- Taghliq At-Ta’liq karya Ibnu Hajar Al-Asqalani jilid 5 hal. 439-438:
قَرَأت على أم الْحَسَنِ بِنْتِ الْمُنَجَّا بِدِمَشْقَ عَنْ أبي الْفضل بن قدامَة أَن مُحَمَّد بن عبد الْوَاحِد أخْبرهُم عَن السلَفِي أَنا أَبُو عَليّ البرداني أَنا هناد النَّسَفِيّ أَنا غُنْجَار سَمِعت أَبَا عَمْرو أَحْمد بن مُحَمَّد بن عمر يَقُول سَمِعت أَبَا سعيد بكر ابْن مُنِير يَقُول بعث الْأَمِير خَالِد بن أَحْمد الذهلي وَالِي بُخَارى إِلَى مُحَمَّد بن إِسْمَاعِيل أَن احْمِلْ إِلَيّ كتاب الْجَامِع والتاريخ لأسْمع مِنْك فَقَالَ مُحَمَّد بن إِسْمَاعِيل للرسول قل لَهُ أَنا لَا أذلّ الْعلم وَلَا أحملهُ إِلَى أَبْوَاب السلاطين فَإِن كَانَت لَهُ حَاجَة إِلَى شَيْء م 217 ب مِنْهُ فليحضرني فِي مَسْجِدي أَو فِي دَاري فَإِن لم يُعْجِبك هَذَا فَأَنت سُلْطَان فامنعني من الْمجْلس ليَكُون لي عذر عِنْد الله يَوْم الْقِيَامَة لِأَنِّي لَا أكتم الْعلم قَالَ فَكَانَ ذَلِك سَبَب الوحشة بَينهمَا
وَقَالَ الْحَاكِم سَمِعت مُحَمَّد بن الْعَبَّاس الضَّبِّيّ يَقُول سَمِعت أبابكر بن أبي عَمْرو الْحَافِظ يَقُول كَانَ سَبَب مُفَارقَة أبي عبد الله البُخَارِيّ الْبَلَد أَن خَالِد بن أَحْمد أَمِير بُخَارى سَأَلَهُ أَن يحضر عِنْده فَيقْرَأ الْجَامِع على أَوْلَاده فَامْتنعَ فاستعان خَالِد بحريث بن أبي الورقاء كَبِير أَصْحَاب الرَّأْي وَبِغَيْرِهِ حَتَّى تكلمُوا فِي البُخَارِيّ فَأمر بِإِخْرَاجِهِ عَن الْبَلَد قَالَ فَدَعَا عَلَيْهِم فَقَالَ اللَّهُمَّ أرهم مَا قصدوني بِهِ فِي أنفسهم وَأَوْلَادهمْ وأهاليهم قَالَ فَأَما خَالِد فَلم يَأْتِ عَلَيْهِ إِلَّا أقل من شهر حَتَّى ورد أَمر الظَّاهِرِيَّة بعزله وَأَن يُنَادى عَلَيْهِ فَنُوديَ عَلَيْهِ وَهُوَ على أتان وَأخرج على أكاف ثمَّ صَار أمره إِلَى الذل وَالْحَبْس إِلَى أَن مَاتَ وَأما حُرَيْث فَإِنَّهُ ابْتُلِيَ فِي أَهله فَرَأى فِيهَا مَا يجل عَن الْوَصْف وَأما فلَان فَأرَاهُ الله فِي أَوْلَاده البلايا
“Aku membaca (riwayat) dari Umm al-Hasan binti al-Munajja di Damaskus, dari Abu al-Fadl bin Qudâmah, bahwa Muhammad bin ‘Abd al-Wâhid mengabarkan kepada mereka dari al-Salafî, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ali al-Bardânî, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Hannâd al-Nasafî, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ghunjâr, ia berkata:
Aku mendengar Abu ‘Amr Ahmad bin Muhammad bin ‘Umar berkata: Aku mendengar Abu Sa‘îd Bakr bin Munîr berkata:
“Gubernur Bukhara, Khalid bin Ahmad al-Dzulalî, mengirim utusan kepada Muhammad bin Ismâ‘îl (al-Bukhârî), menyampaikan pesan: “Bawakan kepadaku kitab al-Jâmi‘ (Shahih al-Bukhari) dan al-Târîkh agar aku bisa mendengarnya langsung darimu.”
Maka Muhammad bin Ismail berkata kepada utusan itu: “Katakan kepadanya: Aku tidak akan merendahkan ilmu, dan tidak akan membawanya ke pintu para penguasa. Jika ia membutuhkan sesuatu darinya, biarlah ia mendatangiku di masjidku atau di rumahku. Jika ini tidak membuatnya senang, maka ia adalah penguasa; hendaklah ia melarangku dari majelis (mengajar), agar aku punya alasan di hadapan Allah pada Hari Kiamat karena aku tidak menyembunyikan ilmu.”
Maka hal itu menjadi sebab munculnya konflik antara keduanya.”
Al-Hâkim berkata: Aku mendengar Muhammad bin al-‘Abbâs al-Dhabbi berkata: Aku mendengar Abu Bakr bin Abi ‘Amr al-Hâfizh berkata:
“Penyebab Imam Abu ‘Abdillah al-Bukhârî meninggalkan kota (Bukhara) adalah karena Khalid bin Ahmad, gubernur Bukhara, memintanya hadir di istananya agar membaca al-Jâmi‘ kepada anak-anaknya. Namun beliau menolak.
Maka Khalid meminta bantuan Huraith bin Abi al-Warqâ’, tokoh besar kalangan ahli ra’yu, dan beberapa orang lainnya, hingga mereka berbicara buruk tentang al-Bukhari. Maka Khalid memerintahkan agar beliau diusir dari kota.
Maka al-Bukhari pun berdoa atas mereka: “Ya Allah, perlihatkan kepada mereka apa yang mereka niatkan terhadapku pada diri mereka, anak-anak mereka, dan keluarga mereka.”
Adapun Khalid, tidak sampai sebulan setelah itu datang perintah dari (pemerintahan) adh-Dhâhiriyyah untuk mencopotnya, dan agar ia diumumkan (dihukum) di hadapan umum. Maka ia pun diumumkan (dihina) sedang ia berada di atas seekor keledai, dan ia dikeluarkan dengan keadaan terhina, kemudian urusannya berakhir pada kehinaan dan penjara hingga ia mati.
Adapun Huraith, ia diuji pada keluarganya, lalu ia melihat pada mereka musibah yang tak bisa digambarkan.
Adapun si Fulan, Allah memperlihatkan kepadanya bala pada anak-anaknya.”
- Al-Khathib Al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad terbitan Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah jilid 2 hal. 31-32:
ذكر خبر البخاري مع خالد بن أحمد الأمير بعد عودته إلى بخارى:
أَخْبَرَنِي الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدٍ الأَشْقَرُ قال أنبأنا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الْحَافِظُ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَمْرٍو أَحْمَدَ بْنَ مُحَمَّدِ بْنِ عُمَرَ المقرئ يقول سمعت أبا بكر بن منير بن جليد بن عَسْكَرٍ يَقُولُ بَعَثَ الأَمِيرُ خَالِدَ بْنَ أَحْمَدَ الذُّهْلِيُّ وَالِي بُخَارَى إِلَى مُحَمَّدِ بْنِ إِسْمَاعِيلَ، أَنِ احْمِلْ إليّ كتاب «الجامع» و «التاريخ» وَغَيْرِهِمَا لأَسْمَعَ مِنْكَ. فَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ لِرَسُولِهِ: أَنَا لا أُذِلُّ الْعِلْمَ وَلا أَحْمِلُهُ إِلَى أَبْوَابِ النَّاسِ، فَإِنْ كَانَتْ لَكَ إِلَى شيء منه حاجة فاحضر فِي مَسْجِدِي أَوْ فِي دَارِي، وَإِنْ لَمْ يُعْجِبْكَ هَذَا فَأَنْتَ سُلْطَانٌ فَامْنَعْنِي مِنَ الجلوس لِيَكُونَ لِي عُذْرٌ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لأَنِّي لا أَكْتُمُ الْعِلْمَ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أُلْجِمَ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ»
قَالَ: فكان سبب الوحشة بينهما هذا .
أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ أَحْمَدَ الْمُقْرِئُ قال أنبأنا مُحَمَّد بْن عبد اللَّه الحافظ قَالَ سمعت محمد بن العباس الضبي يقول سمعت أبا بكر بن أبي عمرو الحافظ يقول:
كان سبب مفارقة أبي عبد الله محمد بن إسماعيل البخاري البلد- يعني بخارى- أن خالد بن أحمد الذهلي الأمير خليفة الطاهرية ببخارى سأل أن يحضر منزله فيقرأ «الجامع» و «التاريخ» على أولاده فامتنع أبو عبد الله عن الحضور عنده، فراسله أن يعقد مجلسا لأولاده لا يحضره غيرهم فامتنع عن ذلك أيضا وَقَالَ: لا يسعني أن أخص بالسماع قوما دون قوم، فاستعان خالد بن أحمد بحريث بن أبي الورقاء وغيره من أهل العلم ببخارى عليه، حتى تكلموا في مذهبه، ونفاه عن البلد، فدعا عليهم أَبُو عبد الله مُحَمَّد بن إِسْمَاعِيل قَالَ: اللهم أرهم ما قصدوني به في أنفسهم وأولادهم وأهاليهم. فأما خالد فلم يأت عليه إلا أقل من شهر حتى ورد أمر الطاهرية بأن ينادى عليه، فنودي عليه وهو على أتان، وأشخص على أكاف، ثم صار عاقبة أمره إلى ما قد اشتهر وشاع. وأما حريث بن أبي الورقاء فإنه ابتلى بأهله، فرأى فيها ما يجل عن الوصف. وأما فلان أحد القوم- وسماه- فإنه ابتلي بأولاده، وأراه الله فيهم البلايا.
Riwayat tentang peristiwa antara Imam al-Bukhari dan Khalid bin Ahmad (penguasa Bukhara) setelah kembalinya al-Bukhari ke Bukhara:
Diriwayatkan oleh al-Hasan bin Muhammad al-Asyqar, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abi Bakr al-Hafizh, ia berkata: Aku mendengar Abu ‘Amr Ahmad bin Muhammad bin ‘Umar al-Muqri’ berkata: Aku mendengar Abu Bakr bin Munir bin Julayd bin ‘Askar berkata:
Gubernur Bukhara, Khalid bin Ahmad al-Dzulalî, mengirim utusan kepada Muhammad bin Ismâ‘îl (al-Bukhârî), dengan pesan: “Bawalah kepadaku kitab al-Jâmi‘ (Shahih al-Bukhari), al-Târîkh, dan kitab-kitab lainnya agar aku dapat mendengarnya langsung darimu.”
Maka Muhammad bin Ismâ‘îl berkata kepada utusan itu:
“Aku tidak akan merendahkan ilmu, dan tidak akan membawanya ke pintu orang-orang. Jika engkau membutuhkan sesuatu darinya, maka datanglah ke masjidku atau ke rumahku. Jika ini tidak membuatmu senang, maka engkau adalah penguasa; laranglah aku dari duduk (mengajar), agar aku punya alasan di hadapan Allah pada Hari Kiamat. Karena aku tidak boleh menyembunyikan ilmu, berdasarkan sabda Nabi ﷺ: ‘Barang siapa ditanya tentang suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya, ia akan dikekang dengan kekang dari api neraka.’”
Ia berkata: Maka sebab inilah muncul kerenggangan antara keduanya.
Diriwayatkan oleh Muhammad bin ‘Alî bin Ahmad al-Muqri’, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah al-Hafizh, ia berkata: Aku mendengar Muhammad bin al-‘Abbâs al-Dhabbi berkata: Aku mendengar Abu Bakr bin Abi ‘Amr al-Hafizh berkata:
“Penyebab Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismâ‘îl al-Bukhârî meninggalkan kota — yakni Bukhara — adalah bahwa Khalid bin Ahmad Adz-Dzuhli, penguasa Bukhara di bawah kekuasaan Dinasti Tâhiriyyah, meminta beliau datang ke rumahnya agar membaca al-Jâmi‘ dan al-Târîkh untuk anak-anaknya. Namun al-Bukhari menolak datang.
Maka Khalid mengirim pesan lagi agar al-Bukhari membuat majelis khusus untuk anak-anaknya saja, yang tidak dihadiri oleh orang lain. Beliau juga menolak dan berkata:
“Tidak pantas bagiku untuk mengkhususkan suatu kaum dengan majelis ilmu, dan menghalangi kaum yang lain.”
Maka Khalid meminta bantuan Huraits bin Abi al-Warqâ’ dan beberapa ulama Bukhara lainnya untuk menekan al-Bukhari, hingga mereka berbicara buruk tentang madzhabnya. Akhirnya Khalid mengusir beliau dari Bukhara.
Maka al-Bukhari berdoa atas mereka:
“Ya Allah, perlihatkan kepada mereka apa yang mereka inginkan terhadap diriku, pada diri mereka, anak-anak mereka, dan keluarga mereka.”
Adapun Khalid, tidak sampai sebulan setelah itu datang perintah dari pihak Tâhiriyyah untuk diumumkan (dihukum) secara terbuka. Maka ia dipermalukan di depan umum sedang ia berada di atas seekor keledai, dan ia dibawa pergi dengan keadaan hina. Setelah itu, akhir hidupnya menjadi sebagaimana yang telah masyhur (yakni kehinaan dan kehancuran).
Adapun Huraith bin Abi al-Warqâ’, ia diuji pada keluarganya, dan melihat musibah yang tidak dapat digambarkan.
Adapun si Fulan — salah seorang dari mereka, dan disebutkan namanya — ia diuji melalui anak-anaknya, dan Allah memperlihatkan kepadanya berbagai bencana melalui mereka.”
Ustadz Anshari Taslim, Lc.
Mudir Pesantren Bina Insan Kamil – DKI Jakarta


