Allah Ta’ala berfirman:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ࣖ
“Diwajibkan atas kalian berperang, padahal itu tidak kalian sukai. Bisa jadi kalian tidak menyukai sesuatu padahal itulah yang baik buat kalian, dan bisa jadi pula kalian menyukai sesuatu padahal itu buruk buat kalian. Allahlah yang maha tahu sementara kalian tidak tahu.” — QS. Al-Baqarah:216
Ternyata Allah-lah yang mewajibkan perang! Tentu dengan segala hikmah dan keadilan-Nya. Tentu saja Allah yang paling tahu apa syariat yang pantas dan cocok buat umat manusia, terutama kaum muslimin yang beriman dan tunduk pada agama yang dibawa rasul-Nya.
Perang adalah bagian dari kehidupan umat manusia, sesuatu yang pasti ada meski semua orang membencinya. Bagaimana tidak benci, perang menyebabkan berbagai kehancuran, kematian orang yang dicintai, terusirnya dari kampung halaman, terampasnya harta, penanggulangan korban dan lain sebagainya. Maka tidak ada manusia normal yang suka perang, seperti yang disebutkan dalam ayat di atas. Namun begitu, Allah SWT maha tahu, bahwa kadang perang itu adalah solusi dari banyak permasalahan untuk sebuah tujuan yang Allah ridhai dan memang diharuskan untuk dicapai oleh hamba-Nya yang beriman.
Allah menciptakan di dunia ini ada yang baik ada yang jahat. Makanya kejahatan akan selalu ada sampai kiamat dan kebaikan akan selalu berusaha mengalahkannya. Kalau tidak demikian maka kejahatan ini akan menyebar dan hancurlah dunia. Oleh karena itulah disyariatkan perang untuk membasmi kejahatan agar tidak merajalela, sebagaimana firman Allah:
وَلَوْلَا دَفْعُ اللّٰهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ الْاَرْضُ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ ذُوْ فَضْلٍ عَلَى الْعٰلَمِيْنَ ٢٥١
“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Akan tetapi, Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan-Nya) atas seluruh alam.”
Ayat ini adalah penutup kisah Thalut melawan Jalut, di mana Allah mensyariatkan perang kepada Bani Israil yang berada di bawah Thalut melawan kekuatan raksasa Jalut yang tak terkalahkan. Betapa berat perjuangan kaum mukminin Bersama Thalut kala itu, tapi akhirnya mereka berhasil mengalahkan Jalut tentunya hanya karena pertolongan Allah. Lalu di akhir kisah Allah memfirmankan ayat ini menunjukkan itulah hikmah dari diwajibkannya perang, agar tidak terjadi kerusakan di muka bumi karena berkuasanya orang yang menentang Allah semacam Jalut.
Sebagaimana di ayat lain disebutkan hal senada:
وَلَوْلَا دَفْعُ اللّٰهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَّصَلَوٰتٌ وَّمَسٰجِدُ يُذْكَرُ فِيْهَا اسْمُ اللّٰهِ كَثِيْرًاۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللّٰهُ مَنْ يَّنْصُرُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ لَقَوِيٌّ عَزِيْزٌ ٤٠
“Kalau bukan karena Allah menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja, sinagoge-sinagoge, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sungguh, Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa.”
Artinya peranglah yang justru mempertahankan eksistensi kebenaran. Kalau pembela kebenaran tak diizinkan berperang demi membelanya maka kebenaran itu akan dilindas kebatilan. Karena berperanglah maka eksistensi rumah ibadah tempat menyembah Allah terjaga. Kalau tidak, maka semua akan hancur akibat kezaliman penjahat yang merajalela.
Dari sini, ada satu kesepakatan dalam kehidupan yang selaras dengan fitrah manusia, perang dibenarkan untuk membela diri dari ancaman ataupun gangguan kejahatan pihak lain.
Ternyata dalam agama ini Allah menuntut lebih dari itu kepada ummat Islam. Yaitu, Islam harus ditegakkan ke seluruh dunia. Hanya hukum Islam yang diperkenankan mengatur kehidupan umat manusia. Penegakkan Islam itu pasti mendapatkan penentangan dari orang kafir dan mereka yang tak suka hukum Islam. Sementara sunnatullah yang berlaku dalam kehidupan siapa yang kuat dia yang berkuasa, dan siapa yang berkuasa dialah yang berhak menerapkan hukum.
Dalam hal ini Allah Ta’ala menegaskan:
قَاتِلُوا الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَلَا يُحَرِّمُوْنَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَلَا يَدِيْنُوْنَ دِيْنَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حَتّٰى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَّدٍ وَّهُمْ صٰغِرُوْنَ ࣖ
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak mengharamkan (menjauhi) apa yang telah diharamkan (oleh) Allah dan Rasul-Nya, dan tidak mengikuti agama yang hak (Islam), yaitu orang-orang yang telah diberikan Kitab (Yahudi dan Nasrani) hingga mereka membayar jizyah) dengan patuh dan mereka tunduk).” – QS. At-Taubah:29
Ketika telah terbentuk negara Madinah, dan kaum muslimin sudah punya kekuatan militer yang memadai maka Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk memerangi kaum kafirin agar mereka tunduk di bawah hukum Islam meskipun mereka tidak dipaksa untuk masuk Islam. Kalian memang tidak dipaksa memeluk agama Islam, tapi kalian tidak boleh mengatur dunia. Maka silahkan kalian tetap dalam agama kalian, tapi harus tunduk kepada negeri Islam dengan membayar upeti.
Adanya aturan selain Islam yang berkuasa di muka bumi akan menjadi fitnah (kekacauan) dalam kehidupan, karena itu bukan aturan dari Tuhan pencipta alam. Sementara dunia ini kalau mau benar jalannya harus mengikuti aturan Tuhan. Berhubung banyaknya pembangkang di kalangan manusia yang tak mau tunduk pada aturan Tuhan dalam mengatur dunia (politik) maka mau tak mau mereka harus ditundukkan dengan kekuatan senjata.
Sebagaimana firman-Nya:
وَقَاتِلُوْهُمْ حَتّٰى لَا تَكُوْنَ فِتْنَةٌ وَّيَكُوْنَ الدِّيْنُ كُلُّهٗ لِلّٰهِۚ فَاِنِ انْتَهَوْا فَاِنَّ اللّٰهَ بِمَا يَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
“Perangilah mereka sampai tidak ada lagi fitnah (penganiayaan atau syirik) dan agama seutuhnya hanya bagi Allah. Jika mereka berhenti (dari kekufuran), sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.”
Maksudnya sampai fitnah yang berupa kekufuran dan kesyirikan itu tidak lagi berkuasa di muka bumi dan hanya aturan Allah lah yang berlaku. Adapun keyakinan pribadi maka tidak ada paksaan dalam agama.
Inti dari ayat 216 surah Al-Baqarah di atas, ukuran baik buruk itu bukan berdasarkan pertimbangan manusia, tapi berdasarkan ketentuan syariat. Bila syariat sudah mengatakan harus perang maka harus dikesampingkan perasaan tak suka risikonya. Tapi bila syariat berdasarkan komponen keilmuan yang ada mengatakan tidak boleh perang maka tak boleh memulainya.
Yang Meninggalkan Jihad Akan Terhina.
Itulah pesan Rasulullah saw dan memang ini sesuai dengan sunnatullah, di mana hanya yang kuat yang akan berkuasa sementara yang lemah harus tunduk pada aturan pihak yang kuat. Maka dari itu kalau Islam ingin tegak dan berkuasa maka mereka harus punya kemampuan dan kemauan berjihad yang salah satu komponen pamungkasnya adalah perang.
Rasulullah saw bersabda,
«إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ، وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ، وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ، وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ، سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ»
“Jika kalian telah berjual beli secara ‘iinah, mengambil ekor sapi, rela dengan pertanian lalu meninggalkan jihad, maka Allah akan menguasakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan Dia cabut sampai kalian kembali kepada agama kalian.” — HR. Ahmad dan Abu Daud
Jadi perang yang semula dibenci ini justru menjadi sebab kemuliaan, dan kalau tidak mau menjalaninya maka jadilah umat ini dalam kehinaan.
Ustadz Anshari Taslim, Lc.
Mudir Pesantren Bina Insan Kamil – DK Jakarta
22 Juni 2025