Fikih Bencana : Menangani Mayat Korban Bencana

Mayat-mayat yang telah membusuk dan bisa membahayakan dokter maupun pasien tapi tidak ketahuan identitasnya dan keluarganya bisa segera dimandikan dan dikafani lalu dishalati kemudian dikuburkan baik sendiri-sendiri maupun massal.
Jika tidak diketahui muslim apa bukan, atau bercampur muslim dengan yang bukan maka menurut mayoritas ulama harus tetap dimandikan dan dishalati.

Caranya adalah dijejerkan lalu dishalati dengan satu shalat dan diniatkan shalatnya hanya untuk yang muslim di antara mereka, lalu dikuburkan.

Al-Imam An-Nawawi mengatakan dalam kitab Minhaj Ath-Thalibin:

وَلُو أَخْتَلِط مُسْلِمُونَ بِكُفّار … وَجَّبَ غَسَّلَ الجَمِيع وَالصَلاَة، فَإِنَّ شاءَ صَلَّى عَلَى الجَمِيع بِقَصْد المُسْلِمِيْنَ، وَهُوَ الأَفْضَل وَالمَنْصُوص، أَو عَلِيّ وَأَحَدّ فَواحِد ناوَيا الصَلاَة عَلِيّهُ إِن كانَ مُسْلِمًا، وَيَقُول: (اللَهْم؛ أُغَفِّر لَهُ إِن كانَ مُسْلِمًا).

Artinya, “Kalau bercampur muslim dgn kafir, maka wajiblah memandikan dan menyalati semuanya. Kalau mau bisa menyalati secara massal dan ditujukan hanya kepada yang muslim. Cara inilah yang paling afdhal dan dinyatakan oleh Al Imam Asy-Syafi’i. Atau bisa juga shalati satu-satu dengan diniatkan ketika menyalati “kalau dia muslim”. Lalu doanya “Ya Allah ampuni dia kalau dia muslim.”

Tambahan:

Apabila tidak mungkin dimandikan dan tidak bisa pula dikafani maka langsung dishalati saja dan dimakamkan.
Ini adalah pendapat kalangan muta`akhkhirin Syafi’yyah seperti Al-Khathib Asy-Syarbini dan Al-Adzra’iy, dan sebagian Malikiyyah serta madzhab Hanbali.

Sesuai kaidah fikih: al maisur laa yasquth bil ma’suur (yang mudah tidak gugur lantaran yang susah).

Al-Khathib Asy-syarbini mengatakan dalam Mughni Al-Muhtaj

وَلَا وَجْهَ لِتَرْكِ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ ؛ لِأَنَّ الْمَيْسُورَ لَا يَسْقُطُ بِالْمَعْسُور، لِمَا صَحَّ ( وَاذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ) متفق عليه ؛ وَلِأَنَّ الْمَقْصُودَ مِنْ هَذِهِ الصَّلَاةِ : الدُّعَاءُ ، وَالشَّفَاعَةُ لِلْمَيِّتِ، وَجَزَمَ الدَّارِمِيُّ وَغَيْرُهُ أَنَّ مَنْ تَعَذَّرَ غُسْلُهُ : صُلِّيَ عَلَيْهِ ، قَالَ الدَّارِمِيُّ: وَإِلَّا لَزِمَ أَنَّ مَنْ أُحْرِقَ فَصَارَ رَمَادًا ، أَوْ أَكَلَهُ سَبُعٌ : لَمْ يُصَلَّ عَلَيْهِ ، وَلَا أَعْلَمُ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِنَا قَالَ بِذَلِكَ ، وَبَسَطَ الْأَذْرَعِيُّ الْكَلَامَ فِي الْمَسْأَلَةِ .
وَالْقَلْبُ إلَى مَا قَالَهُ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ أَمْيَلُ ، لَكِنَّ الَّذِي تَلَقَّيْنَاهُ عَنْ مَشَايِخِنَا مَا فِي الْمَتْنِ

Baca Juga:  Kemenangan Kadang Memerlukan Kesabaran yang Melebihi Usia

Anshari Taslim

Bagikan Artikel:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *