Saudi Dan Ikhwan, Born A King

Oleh: Taufik M Yusuf Njong

Pernyataan Pangeran Faishal Dalam Sebuah Koran

Sejarawan Ikhwan; Ustadz Mahmud Abdul Halim menceritakan bahwa kepedulian Raja Faishal Bin Abdul Aziz terhadap permasalahan Palestina dan hubungan dekatnya dengan Ikhwan sudah terjadi jauh-jauh hari ketika ia masih menjabat sebagai menteri luar negeri.

Tepatnya ketika tahun 1938 Pangeran Faishal menghadiri Konferensi Internasional pertama untuk Palestina di Markas Umum Ikhwan Kairo.

“Para pemimpin dan tokoh-tokoh penting utusan-utusan negara Arab dan Islam mulai berdatangan ke Markas Umum Ikhwanul Muslimin. Diantara mereka yang hadir adalah Pangeran Faishal Bin Abdul Aziz Alu Sa’ud dan Pangeran Ahmad bin Yahya serta saudara-saudara keduanya. Mereka datang sebagai utusan dari ayah keduanya yaitu Raja Saudi dan Imam Yaman untuk bermusyawarah bersama pemerintah Mesir dan Ikhwan tentang langkah-langkah yang perlu diambil untuk menyelamatkan Palestina.”(1)

Ketika Majelis Umum PBB yang berkedudukan di AS mengeluarkan resolusi pembagian wilayah Palestina untuk Yahudi dan Arab tahun 1947, Pangeran Faishal mendesak ayahnya untuk memutuskan hubungan diplomatik antara Saudi dan AS. Namun hal itu tidak disetujui oleh Raja Abdul Aziz.

Tahun 1953, Ikhwan melalui Syeikh Amjad Az-Zahawi dan Syeikh Mahmud Muhammad As-Shawwaf (butuh tulisan khusus untuk menceritakan keduanya) memprakarsai berlangsungnya World Islamic Congres di Al-Quds yang dihadiri oleh banyak ulama dan tokoh Islam seperti Dr. Musthafa As-Siba’i, Sayyid Qutb, Sa’id Ramadhan (menantu Al-Banna dan ayah dari Dr.Thariq Ramadhan), Syeikh Allal Al-Fassi (Ketua Partai Kemerdekaan Maroko), Syeikh El-Ibrahimi (Ketua Jam’iyah Ulama Al-Jazair) dan lain-lain. Turut hadir juga Menteri Luar Negeri Indonesia Dr. Achmad Soebardjo.(2) (Ayahnya pada awalnya menamai beliau dengan Teuku Abdul Manaf, kemudian diganti oleh ibunya. Kebetulan ayah beliau adalah salah seorang Ulee Balang (bangsawan) di Lueng Putu -sekecamatan dengan penulis- Pidie, Aceh).

Baca Juga:  Revolusi Industri Dan Pentingnya Regulator

Ditahun yang sama, salah seorang tokoh Mujahidin Ikhwan dalam perang Palestina 1948 dan Perang Suez; Syeikh Manna’ Khalil Al-Qatthan meninggalkan Mesir menuju Kerajaan Saudi Arabia untuk mengajar disana. Nantinya Syeikh Manna’ Al-Qatthan akan menjadi tokoh penting Ikhwan di Saudi (selain Mahmud As-Shawwaf yang menjadi penasehat Raja Faishal) dimana beliau menjadi Rektor Post-graduate education di Imam Muhammad ibn Saud Islamic University Riyadh.

Setelah meninggalnya sang ayah dan kekuasaan di serahkan kepada Raja Sa’ud Bin Abdul Aziz, Pangeran Faishal diangkat sebagai putra mahkota. Ia sangat peduli dengan isu Palestina dan dekat dengan Mufti Palestina waktu itu Al-‘Allamah Al-Hajj Muhammad Amin Al-Husaini. Berdasarkan keputusan World Muslim Congres yang berlangsung di Mekkah 18 Mei 1962, Raja Faishal kemudian mendirikan Muslim World League (Liga Muslim Dunia) yang salah satu tujuan utamanya adalah memperjuangkan masalah Palestina. Tidak mengherankan jika anggota pendiri pertamanya (majlis Ta’sisi) didominasi oleh tokoh-tokoh Ikhwan dan gerakan Islam seperti Dr. Sa’id Ramadhan (menantu Al-Banna), Syeikh Mahmud As-Shawwaf, Syeikh Allal Al-Fassi, Syeikh Al-Basyir Al-Ibrahimi, Al-Hajj Amin Al-Husaini, Abu Al-A’la Al-Maududy, Abu Al-Hasan An-Nadawi, Syeikh Hasanain Makhluf dan lain-lain.

Penting juga diketahui bahwa salah satu cabang Liga Muslim Dunia adalah lembaga fatwa independen Majma’ Fiqih Islami yang seminggu lalu dibubarkan oleh rezim Bani Sa’ud akhir zaman. Setelah tahun-tahun sebelumnya anggota-anggota Liga Muslim Dunia yang dekat dengan Ikhwan dipecat seperti pemecatan Syeikh Al-Qaradhawi tahun 2017. Padahal Liga Muslim Dunia awalnya didirikan Raja Faishal untuk Ikhwan demi memperjuangkan isu Palestina. Namun, saat ini, Liga Muslim Dunia tak lebih dari sekedar alat Bani Sa’ud untuk melegitimasi intrik politiknya dikawasan. Kecaman Liga Muslim Dunia terhadap bantuan dan campur tangan Turki di Libya serta diamnya mereka terhadap campur tangan Saudi di Yaman adalah bukti konkritnya.

Baca Juga:  Keputusan Nomor 36: Hukum Hijrah Dari Bumi Palestina

Ditahun yang sama; 1963, kudeta militer yang dilakukan oleh Partai Sosialis Arab Ba’ats yang kemudian didominasi oleh sekte Syi’ah Nushairiyah memaksa tokoh-tokoh yang dekat dengan Ikhwan seperti Syeikh Ali At-Thantawi (mertua Muraqib ‘Am IM Suriah yang kedua Ustad Isam Al-Attar) dan Dr. Ma’ruf Ad-Duwailibi (Anggota parlemen Suriah yang dicalonkan Ikhwan) untuk melarikan diri ke Arab Saudi. Dikemudian hari Dr. Ma’ruf Ad-Duwailibi juga diangkat menjadi penasehat Raja Faishal.

Pada tahun 1964 sebagaimana kita ketahui, para ulama Saudi yang dipimpin oleh Mufti Saudi waktu itu Syeikh Muhammad Ibrahim Alu Syeikh memakzulkan (keputusan ini sangat bersejarah mengingat akhir-akhir ini para ulama Saudi begitu mudah disetir oleh kerajaan) Raja Sa’ud yang dinilai tidak lagi kapabel memikul tanggungjawabnya dan naiklah Raja Faishal sebagai Raja Saudi. Hubungan manis Saudi dan Ikhwan baru saja berbunga.

Footnote:

  1. Al-Ikhwan Al-muslimun Ahdats Shana’a At-Tarikh, Mahmud Abdul Halim, Hal: 181, Juz 1, Cet ke 5, Dar Ad-Dakwah, Tahun 1994.
  2. Shuwar Min As-Syarq; Fi Andunisiya, Ali At-Thantawi, Hal:5, Cet Pertama, Dar Al-Manarah, Jeddah, Tahun 1992.

Keterangan Gambar:

Pernyataan Pangeran Faishal dalam sebuah koran: Ikhwanul Muslimin adalah para pahlawan yang telah berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka.

Sumber: https://facebook.com/story.php?story_fbid=1104953616558372&id=100011312326573

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *