Antara Ukraina dan Gazzah

Antara Ukraina dan Gazzah

Ukraina sudah hampir empat tahun berperang menghadapi agresi Russia. Suasana di Kyiv suram: listrik padam, bangunan hancur, dan penduduk ketakutan akan serangan drone & rudal Russia yang bisa datang kapan saja. Namun ketika Terompah datang dengan draft usulan berisi 28 point-nya untuk mendamaikan Ukraina dengan Russia, warga Ukraina umumnya menolak tekanan untuk bernegosiasi itu.

Kenapa?

Ternyata usulan Terompah itu menuntut Ukraina menyerahkan wilayah yang bahkan belum direbut Russia. Selain Terompah membatasi ukuran militer Ukraina, serta kewajiban membuka kembali ruang budaya dan lembaga Russia di Ukraina.

Tentu saja si Celengsky menyebut poin-poin ini “unacceptable”, dan warganya pun mendukung sebab siapa sih rakyat suatu negara yang riḍō dengan penyerahan wilayahnya walau hanya sepetak 1 x 1 Meter? Mereka melihat draft usulan Terompah itu bukan sekadar “peace proposal”, akan tetapi lebih mirip syarat menyerah kepada Kremlin yang dikemas lewat Washington.

Survei oleh Kyiv International Institute of Sociology menunjukkan 54% warga Ukraina menolak konsesi teritorial, meski mereka sangat sadar bahwa perang akan berkepanjangan. Walau angka 54% itu mayoritas tetapi bukan super-mayoritas, itu menunjukkan kedalaman kelelahan sosial rakyat Ukraina sehingga ada persentase yang cukup besar dari warga yang siap menerima “bad peace” agar perang berhenti sebab mereka sudah lelah lahir & bāṭin – dan tentu saja juga menunjukkan kepengecutan mereka menghadapi kekuatan militer Russia.

Sebenarnya sebagian mereka sadar bahwa yang namanya penyerahan wilayah tidak akan pernah menghentikan agresi Russia (dan siapapun juga aggressor atau penjajah). Mungkin iya sekarang agresi berhenti, tapi di lain waktu dan di lain tempat belum tentu. Justru usulan Terompah ini memberi preseden buruk bahwa agresi militer bisa dibenarkan lewat diplomasi. Baik dalam kasus Ukraina maupun Ġazzah, pihak kuat ingin memaksa pihak yang diserang agar mengakui hasil agresi melalui diplomasi.

Baca Juga:  Digital Robber Baron

Celengsky dan rakyatnya berharap Eropa tetap konsisten mendukung Ukraina, terutama karena mereka juga berkepentingan menahan Russia agar tidak meluas ke Eropa Timur.

Lalu apa hubungannya dengan Ġazzah?

Well, sama persis usulan Trump kepada Ġazzah dan Ukraina ini kan?

Pemberian wilayah, pelucutan militer, dan nasib yang tak jelas terhadap bangsa yang tertindas. Terompah bukanlah “pendamai”, ia cuma sok-sok mendamaikan padahal sebenarnya yang dilakukannya hanyalah menjadi pelayan “Oligarki Dunia”. Tetap saja prinsip utama si Terompah melindungi yang berkuasa, menyelimuti aksi homo homini lupus dengan selimut kemanusiaan. Palsu sepalsu palsunya.

Adapun sikap saya adalah, saya jelas tidak berpihak kepada Ukraina. Why? Karena si Celengsky adalah Yahūdiyy dan pendukung koloni pemukim illegal Yahūdiyy-Zionist. So, biar mampus aja.

Satu hal lagi, baru menghadapi Russia yang tidak melakukan carpet bombing (dengan intensitas seperti Dresden, Grozny, dan Ġazzah) dan genosida, “cuma” 54% penduduk Ukraina yang mendukung Celengsky yang menolak usulan perdamaian Terompah. Padahal, selama 4 tahun itu Ukraina telah dibantu entah berapa ratus milyar USD oleh Amrik dan negara-negara Eropa sekutunya dalam hal persenjataan. Secara finansial dan ekonomi pun juga, karena bukankah Russia dikenakan sanksi ekonomi oleh Amrik dan sekutunya?

Bandingkan dengan penduduk Ġazzah yang walau hampir tidak ada yang membantu, yang bahkan saudara sepupu dan seagamanya (baca: penguasa negara-negara Àrab) tidak ditolong namun malah dirongrong. Akan tetapi mayoritas rakyat Ġazzah tetap teguh dalam menolak agresi oleh begundal 🐒&🐖 Yahūdiyy Zionist.

Keteguhan rakyat Ġazzah dalam kondisi tanpa bantuan adalah bukti bahwa keberanian yang dibangun atas dasar keīmānan. Keberanian itu bukan soal jumlah budget militer dan kekuatan persenjataan, tetapi soal keberpihakan pada kebenaran dan hakikat perjuangan melawan penjajahan.

Baca Juga:  Gencantan Senjata Oktober 2025 Fase Menuju Kemenangan Berikutnya

Demikian sharing pagi ini, silakan kalau mau diskusi.

M. Arsyad Syahrial SE, MF
Pengamat Ekonomi dan Pergerakan Islam
Alumni RMIT University, Melbourne, Australia

Bagikan Artikel:

==========================================

Yuks!, perbanyak amal jariyah dengan ikut berpartisipasi dalam upaya meningkatkan kualitas dakwah islamiyah bersama Pesantren Bina Insan Kamil, salurkan donasi terbaik Antum melalui rekening:

Bank Syariah Indonesia
7000 7555 00
a/n Bina Insan Kamil Pramuka

Kode Bank: 451

Konfirmasi Transfer:
https://wa.me/6282298441075 (Gita)

Ikuti juga konten lainnya di sosial media Pesantren Bina Insan Kamil:
Instagram: https://www.instagram.com/pesantrenbik
Fanspage: https://www.facebook.com/pesantrenbik
YouTube: https://www.youtube.com/c/PesantrenBIK

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *