Mutiara kata dari Fatwa dan Curhatan Ibnu Taimiyah Tentang Jihad di Masanya

Mutiara Kata dari Fatwa dan Curhatan Ibnu Taimiyah Tentang Jihad di Masanya

Membaca Majmu’ Fatawa mulai jilid 28 hal. 410 dan seterusnya (cetakan lama) maka begitu bertaburan faidah terutama tentang jihad yang waktu itu dialami, difatwakan dan dicurhati oleh Ibnu Taimiyah sendiri. Yaitu ketika tentara Tartar masuk Alepo, tentara Mesir pada lari dan tinggallah tentara Syam. Itu terjadi pada fase penyerangan Tartar tahun 699 H.

Ibnu Taimiyah sendiri termasuk ulama yang paling aktif menggerakkan jihad dan mengajak para rakyat serta pemimpin kaum muslimin untuk melakukan itu. Bahkan beliau sendiri yang datang ke Mesir mengajak dengan keras Sulthan Muhammad Qalawun Raja Mamluk kala itu untuk mengirim pasukan melawan Mahmud Qazan yang akan menyerang Damaskus. Bahkan Ibnu Taimiyah sampai mengancam Sulthan dengan mengingatkannya sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah cetakan Hajr jilid 14 hal. 738, Ibnu Taimiyah yang berangkat ke Mesir untuk minta bantuan bala tentara menghadapi serangan Tartar berkata kepada Sulthan Mesir kala itu:

إِنْ كُنْتُمْ أَعْرَضْتُمْ عَنِ الشَّامِ وَحِمَايَتِهِ، أَقَمْنَا لَهُ سُلْطَانًا يُحَوِّطُهُ وَيَحْمِيهِ، وَيَسْتَغِلُّهُ فِي زَمَنِ الْأَمْنِ

“Jika kalian tidak mau menjaga negeri Syam maka kami akan mengangkat pemimpin sendiri yang akan menjaganya dan mengurusnya di saat aman.”

Bayangkan, menurut Ibnu Taimiyah daerah yang ada pimpinan pusatnya, karena waktu itu Damaskus di bawah kekuasaan Bani Mamluk Mesir, tapi bila pimpinan pusat tidak mau berjihad maka daerah tersebut boleh mengatur sendiri urusan mereka.

Lalu Ibnu Taimiyah berkata lagi,

لَوْ قُدِّرَ أَنَّكُمْ لَسْتُمْ حُكَّامَ الشَّامِ وَلَا مُلُوكَهُ وَاسْتَنْصَرَكُمْ أَهْلُهُ وَجَبَ عَلَيْكُمُ النَّصْرُ، فَكَيْفَ وَأَنْتُمْ حُكَّامُهُ وَسَلَاطِينُهُ، وَهُمْ رَعَايَاكُمْ وَأَنْتُمْ مَسْئُولُونَ عَنْهُمْ

“Kalau pun kalian bukan pemimpin Syam tapi mereka minta bantuan kalian maka kalian tetap wajib mengirim bala bantuan, apalagi faktanya sekarang mereka di bawah kerajaan kalian. Mereka adalah rakyat kalian dan kalian yng bertanggung jawab terhadap mereka.”

Andai Ibnu Taimiyah ada saat ini dia tentu menyeru para pemimpin arab untuk kerahkan tentara membantu perjuangan Palestina.

Di halaman 414 Ibnu Taimiyah menceritakan bagaimana keadaan tentara Tartar itu. Mereka tercampur antara yang masih kafir menganut agama lama mereka, lalu ada pula yang murtad keluar dari Islam, ada pula yang mengaku Islam tapi tak melaksanakan ajaran Islam seperti shalat puasa dan lain-lain. Kesemua golongan ini wajib diperangi saat mereka ada di negeri mereka dan tidak menyerang negeri muslim, maka lebih wajib lagi diperangi kalau mereka sampai menyerang negeri kaum muslimin seperti yang terjadi di masa itu dan dialami oleh penduduk Damaskus.

Baca Juga:  Fenomena Tahdzir dan Degradasi Ulama

Kemudian di halaman 416 beliau menjelaskan keadaan kaum muslimin dalam menghadapi serangan pasukan Tartar yang wajib diperangi ini. Menurutnya kaum muslimin yang diserang terbagi menjadi tiga sikap:

  1. Tha`ifah Manshurah yaitu mereka yang berperang melawan Tartar meski dengan kekuatan yang tidak berimbang. Mereka berjihad dengan apapun yang mereka bisa meski hanya dengan harta dan lisan.
  2. Tha`ifah Mukhalifah yaitu mereka kalangan muslim yang malah mendukung pasukan Tartar yang zalim ini.
  3. Tha`ifah Mukhadzdzilah yaitu mereka yang tidak mau ikut perang dengan berbagai alasan meski keislaman mereka benar.
    Beliau katakana juga tidak ada kelompok keempat sehingga setiap orang hendaknya introspeksi dia sepantasnya ada di kelompok mana.

Sampai ke halaman 419 menemukan kalimat berikut:

“Ketahuilah semoga Allah memperbaiki keadaan kalian, salah satu nikmat kepada orang yang Allah inginkan kebaikan padanya adalah masih dihidupkan sampai saat ini. Saat di mana Allah memperbarui agama dan menghidupkan kembali syi’ar kaum muslimin, keadaan mukminin dan mujahidin sampai keadaannya mirip dengan para pendahulu generasi awal Islam di kalangan Muhajirin dan Anshar.

Maka siapa saja di saat ini melakukan itu (jihad) maka dia sama dengan para tabi’in atau pengikut salafus shalih dalam kebaikan yang Allah ridhai mereka serta merekapun Ridha kepada Allah. Allah sediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai kekal abadi di sana. Itulah kemenangan yang agung.

Maka seorang yang beriman harus bersyukur kepada Allah atas terjadinya ujian ini, yang pada hakekatnya adalah karunia Allah. Kegoncangan hidup yang membawa pada kenikmatan yang banyak.”

Artinya di saat ujian serangan musuh itu datang maka yang menjadi pengikut salaf sebenarnya adalah yang melaksanakan amalan Muhajirin dan Anshar yaitu berjihad melawan musuh.

Selanjutnya di halaman 420 Ibnu Taimiyah sampai bersumpah kalau Abu Bakar, Umar dan lainnya masih hidup pastilah mereka

لَكَانَ مِنْ أَفْضَلِ أَعْمَالِهِمْ جِهَادُ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ

“Pastilah yang jadi amal terbaik mereka adalah jihad melawan kaum mujrimin tersebut (maksudnya pasukan Tartar).

Di paragraf berikutnya Ibnu Taimiyah menerangkan tak boleh ada yang ketinggalan dalam jihad kecuali yang uzur yaitu yang sakit, faqir dan buta dan semisalnya. Inilah kondisi lemah yang diberi uzur untuk tidak ikut berji-had. Tapi yang sehat harus mencari jalan untuk itu.

Baca Juga:  Penyakit Figuritas

Di sini juga beliau mengatakan yang punya harta tapi tak mampu berjihad dgn raga maka gunakan harta untuk membantu para pejuang. Yang tak punya harta, tapi kuat raganya maka ambil harta dari zakat atau apapun untuk membeli peralatan.

===============

Sampailah pada kalimat unik yang mengandung fatwa hukum berikut ini:

حَتَّى لَوْ كَانَ الرَّجُلُ قَدْ حَصَلَ بِيَدِهِ مَالٌ حَرَامٌ وَقَدْ تَعَذَّرَ رَدُّهُ إلَى أَصْحَابِهِ لِجَهْلِهِ بِهِمْ وَنَحْوِ ذَلِكَ أَوْ كَانَ بِيَدِهِ وَدَائِعُ أَوْ رُهُونٌ أَوْ عَوَارٍ قَدْ تَعَذَّرَ مَعْرِفَةُ أَصْحَابِهَا فَلْيُنْفِقْهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنَّ ذَلِكَ مَصْرِفُهَا

“Bahkan siapa yang terlanjur punya uang haram, tak bisa mengembalikan ke pemiliknya karena tidak diketahui atau hal lain, atau ada uang titipan amanah, rahn (gadai), barang pinjaman, tapi pemiliknya tak ketahuan lagi maka sumbangkan untuk jalan Allah, karena itulah mashrifnya (tempat pembelanjaannya).”

=====================

Nah sampailah pada yang tak kalah unik. Kalau banyak dosa, bukan bertapa dulu buat bersihkan dosa baru terjun ke medan jihad, justru kalau banyak dosa tobat paling efektifnya adalah terjun ke medan perang.

Berikut teksnya:

وَمَنْ كَانَ كَثِيرَ الذُّنُوبِ فَأَعْظَمُ دَوَائِهِ الْجِهَادُ؛ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَغْفِرُ ذُنُوبَهُ كَمَا أَخْبَرَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ بِقَوْلِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: {يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ}

“Siapa yang banyak dosa maka obat paling ampuhnya adalah ji-had, karena Allah akan mengampuni dosanya dgn itu sebagaimana firman-Nya, “Dia akan mengampuni dosa-dosamu”…. (hal. 421-422).

Sejarah selalu berulang dengan fragmen yang berbeda, tapi esensi tetap sama. Kini, serangan orang kafir tak kalah massif dengan yang terjadi di masa Ibnu Taimiyah, lalu siapakah para ulama yang menjalankan perang Ibnu Taimiyah ini, mengajak dan menyeru kepada para pemimpin dunia Islam untuk membersamai para mujahidin yang darurat bantuan?

Ustadz Anshari Taslim, Lc.
Mudir Pesantren Bina Insan Kamil – DK Jakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *