Fenomena Tahdzir dan Degradasi Ulama

Fenomena Tahdzir dan Degradasi Ulama

Pertanyaan 128:

Fadhilatus Syaikh ditanya, “Apa pendapat antum tentang mereka yang kerjaannya adalah mendegradasi ulama, mengajak orang menjauhi ulama itu dan men-tahdzirnya. Apakah ini perbuatan yang syar’i yang akan mendapat pahala atau malah akan mendapat dosa?”

Jawaban Syekh:

Menurutku ini adalah perbuatan yang diharamkan. Kalau orang biasa saja tidak boleh di-ghibah-i apalagi seorang alim ulama. Adalah kewajiban seorang mukmin untuk menahan lisannya dari ghibah ke sesama muslim. Allah Ta’alah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. — QS. Al-Hujurat:12

Orang yang suka melakukan ini hendaknya berfikir bahwa ketika dia mendegdradasi seorang alim akan berdampak tertolak pula hal yang benar dari sang alim itu. Sehingga dosa dan kerusakan akan ditanggung oleh si tukang jarh (pengecam, degradator) ini. Karena kecaman terhadap seorang alim sejatinya bukan untuk pribadinya tapi berdampak terkecamnya warisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena ulama adalah pewaris nabi. Kalau seorang alim telah terdegradasi maka kepercayaan ummat kepadanyapun akan turun sehingga apapun tentang syariat yang disampaikan sang alim ini akan diabaikan.

Saya tidak mengatakan bahwa ulama itu ma’shum karena semua manusia itu bisa saja salah. Tapi kalau anda melihat seorang alim melakukan kesalahan maka hubungilah dia dan berdiskusilah dengannya. Bila kau lihat kebenaran ada padanya maka ikutilah. Tapi kalau kau belum menemukan sisi kebenaran dari pendapatnya tapi itu merupakan masalah ijtihad yang punya sisi pembenaran maka diamlah dan biarkan dia dengan pendapatnya.

Baca Juga:  Epistemologi Islam & Filsafat Ilmu Non-Islam

Tapi bila kau yakini itu salah maka tahdzirlah pendapatnya karena membiarkan kesalahan yang jelas itu tidak boleh. Tapi jangan degradasi dia bila dia termasuk tokoh yang terkenal baik niatnya. Kalau saja tiap tokoh yang berniat baik langsung kita tahdzir lantaran ada kesalahan padanya maka konsekuensinya kita juga harus men-tahdzir banyak ulama besar.

Yang seharusnya dilakukan adalah seperti yang saya sampaikan bahwa bila kau lihat ada seorang tokoh alim melakukan kesalahan berdiskusilah dengannya. Kalau hasilnya dia yang benar maka ikutilah dia, dan bila kamu yang benar dia harus mengikutimu. Tapi bila belum jelas dan itu adalah masalah ijtihad maka biarkan dia dengan pendapatnya dan kamu juga suarakan terus pendapatmu.

Segala puji bagi Allah, perbedaan pendapat itu bukan terjadi sekarang saja, tapi sudah sejak masa sahabat. Tapi bila dia bersikeras dengan pendapat yang kamu yakini itu salah maka silakan tahdzir pendapat itu tapi jangan karena dendam padanya atau ingin menjatuhkannya. Karena bisa saja tokoh ini punya banyak pendapat yang benar di luar hal yang kamu persalahkan.

Maka saya melarang saudara-saudara saya untuk terlibat dalam musibah ini yaitu men-tahdzir ulama dan membuat umat lari dari mereka. Saya mohon kepada Allah agar memberikan kesembuhan dari penyakit umat yang membahayakan agama dan dunia kita.

Majmu’ Fatawa wa Ar-Rasa`il Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin jilid 26 hal. 305 – 307.
Diterjemahkan oleh: Anshari Taslim.

Bagikan Artikel:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *