Tanya:
Kalo seseorang yg belum smpat shalat magrib (karena safar) dan ia mendapati imam shalat isya.. Apakah ia shalat dgn niat mengqadha shalat magrib dulu atau ia shalat isya bersama imam? Klo ia hrs shalat magrib dulu dan magrib hnya 3 rakaat apakah ia salam menyelesaikan shalat magribnya setelah dpt 3 rakaat Lalu berdiri untuk shalat isya bersama imam dpt satu rakaat Dan menyempurnakan sisanya Mohon fwd ke Asatidz ya mbak.. Apakah boleh begitu? Jazakillahu khayran mba Barakallaahu fiki.
WA dari salah seorang jamaah.
Jawab:
Ringkasnya, kita boleh shalat Magrib bermakmum kepada imam yang shalat Isya. Tapi Ketika imam ini selesai sujud rakaat ketiga dan bangkit ke rakaat keempat maka kita tidak ikut bangkit melainkan niat memisahkan diri, tasyahhud akhir lalu salam sendiri.
Atau boleh juga salamnya menunggu imam.
Pembahasan fikih lanjutan:
Ini berkenaan dengan hukum jama’ ta’khir. Menurut madzhab Syafi’i jama’ ta’khir boleh dilakukan tanpa berurutan shalatnya, boleh Magrib dulu baru Isya sesuai urutan dan ini sunnah, tapi boleh pula Isya dulu baru Magrib. Hanya madzhab Syafi’I yang berpendapat begini. Sedangkan pendapat madzhab lain hal ini tidak dibolehkan dan harus urut sesuai urutan shalat.
Maka, menurut madzhab Syafi’I anda bisa ikut shalat Isya dulu baru kemudian melaksanakan Magrib. Insya Allah pendapat ini cukup kuat dan bisa diamalkan.
Tapi bila masih ragu dan ingin mengamalkan apa yang telah disepakati kebolehannya oleh mayoritas ulama maka bisa menempuh cara berikut: Ikuti jamaah yang sedang shalat Isya tapi dengan niat shalat Magrib dan ini dibolehkan dalam madzhab Hanbali dan Syafi’i. Caranya adalah makmum tetap ikut shalat sebagaimana biasa, dan ketika imam sampai di rakaat ketiga di mana dia akan berdiri ke rakaat keempat maka makmum ini tidak ikut melainkan duduk tasyahhud akhir sampai membaca shalawat dan doa lalu salam sendiri tanpa menunggu imam.
Ini adalah cara yang disepakati bolehnya oleh madzhab Syafi’I dan Hanbali untuk shalat yang makmum lebih sedikit daripada imam. Misalnya shalat yang shalat Shubuh qadha` makmum kepada imam yang shalat Zuhur dan sama-sama memulai dari awal.
Cara kedua adalah sama dengan yang pertama tapi salamnya menunggu imam. Hanya saja ada perbedaan pendapat dalam madzhab Syafi’I khusus untuk makmum shalat Maghrib kepada imam yang shalat Isya atau yang empat rakaat.
Kedua cara ini disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzdzab:
وَلَوْ نَوَى الصُّبْحَ خَلْفَ مُصَلِّي الظُّهْرِ وَتَمَّتْ صَلَاةُ الْمَأْمُومِ فَإِنْ شَاءَ انْتَظَرَ فِي التَّشَهُّدِ حَتَّى يَفْرَغَ الْإِمَامُ وَيُسَلِّمَ مَعَهُ وَهَذَا أَفْضَلُ وَإِنْ شَاءَ نَوَى مُفَارَقَتَهُ وَسَلَّمَ وَتَبْطُلُ صَلَاتُهُ هُنَا بِالْمُفَارَقَةِ بِلَا خِلَافٍ لِتَعَذُّرِ الْمُتَابَعَةِ
“Kalau dia berniat shalat Subuh shalat Subuh di belakang orang yang shalat Zuhur, maka Ketika shalat makmum sudah sempurna (dua rakaat) maka kalau diam au dia bisa menunggu dalam posisi tasyahhud sampai imam selesai pula dan salam bersamanya. Inilah yang afdhal. Tapi kalau tidak dia boleh juga memisahkan diri langsung dan salam sendiri. Ini tidaklah membatalkan shalatnya lantaran dia telah memisahkan diri karena memang ada uzur untuk mengikuti imam1. Tidak ada perbedaan pendapat (intern madzhab) dalam masalah ini.”
Kemudian untuk kasus shalat Magrib An-Nawawi juga menerangkan dalam kitab Raudhatu Ath-Thalibin 1/368 (terbitan Al-Maktab Al-Islami),
وَلَوْ صَلَّى الْمَغْرِبَ خَلْفَ الظُّهْرِ، فَإِذَا قَامَ الْإِمَامُ إِلَى الرَّابِعَةِ، لَمْ يُتَابِعْهُ بَلْ يُفَارِقُهُ، وَيَتَشَهَّدُ وَيُسَلِّمُ. وَهَلْ لَهُ أَنْ يَتْرُكَ التَّشَهُّدَ وَيَنْتَظِرَهُ؟ وَجْهَانِ. أَحَدُهُمَا: لَهُ ذَلِكَ كَمَا قُلْنَا فِي الْمُقْتَدِي بِالصُّبْحِ خَلْفَ الظُّهْرِ. وَالثَّانِي: وَهُوَ الْمَذْهَبُ عِنْدَ إِمَامِ الْحَرَمَيْنِ، لَيْسَ لَهُ ذَلِكَ، لِأَنَّهُ يُحْدِثُ تَشَهُّدًا لَمْ يَفْعَلْهُ الْإِمَامُ.
“Kalau dia shalat Maghrib di belakang orang yang shalat Zuhur maka bila imam berdiri ke rakaat keempat dia tidak boleh mengikuti tapi memisahkan diri, bertasyahhud dan salam sendiri. Apakah dia boleh tidak tasyahhud dulu tapi menunggu imam?
Dalam hal ini ada dua wajah (bentuk): pertama dia boleh melakukan itu sebagaimana kasus shalat Subuh di belakang yang shalat Zuhur.
Wajah kedua, dan inilah yang dianggap sebagai pendapat madzhab oleh Imam Haramain, dia tidak boleh melakukan itu, karena dia telah melakukan tasyahhud yang tidak dilakukan oleh imam.”
Sementara dalam madzhab Hanbali juga ada perbedaan pendapat dalam kasus shalat Magrib di belakang shalat Isya. Sebagian membolehkan dan Sebagian melarang. Yang jadi pegangan madzhab adalah tidak boleh shalat beda antara imam dengan makum, misalnya shalat Zuhur di belakang imam yang shalat Asar maka tidak diperbolehkan. Tapi banyak pula ulama madzhab Hanbali yang membolehkan seperti halnya madzhab Asy-Syafi’i.
Untuk yang membolehkan maka Al-Mardawi mengatakan dalam Al-Inshaf (2/278):
فعلى القولِ بالصِّحَّةِ، مُفارقَةُ المأْمومِ عندَ القِيام إلى الثَّالثةِ، ويُتِمُّ لنفْسِه، ويسَلِّمُ قبلَه. وله أنْ ينْتَظِرَه ليُسَلِّمَ معه. هذا هو الصَّحيحُ مِنَ المذهبِ
“Berdasarkan pendapat yang mengatakan ini sah maka hendaknya memisahkan diri dari imam ketika dia berdiri ke rakaat ketiga dan menyempurnakan sendiri shalatnya lalu salam sebelumnya. Tapi dia juga boleh menunggu untuk salam bersama imam. Inilah yang shahih dalam pendapat madzhab.”
Dijawab oleh: Ustadz Anshari Taslim
Pimpinan Pesantren Bina Insan Kamil – Jakarta
- Karena tidak mungkin orang shalat Magrib ikut bangkit ke rakaat keempat.