Tanya:
Assalamualaikum ustadz mau tanya hukum fake order utk naekin trafic di marketplace itu gmn yah?
— H. Idris, Joglo
Jawab:
Wa alaikum salam warahmatullah.
Itu tidak diperbolehkan karena termasuk kebohongan dan taghrir (memprovokasi, iming-iming bohong) sehingga menyebabkan orang lain tertarik padahal dibohongi. Pembeli akan makin tertarik untuk membeli karena barangnya laris dan itu jaminan kualitas, padahal faktanya barang belum laris, meski kualitas bisa saja bagus.
Dalam bab mu’amalah di fikih Islam ini bisa diqiyaskan dengan bai’ najsy (بيع النجش) yaitu jual beli di mana ada pihak dari penjual menawar harga lebih tinggi padahal tujuannya bukan membeli barang itu, hanya supaya orang lain juga ikut membeli dengan harga yang dia tawarkan, seakan barang itu sangat berharga.
Al-Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّجْشِ
“Dari Abdullah bin Umar RA, dia berkata, “Nabi saw melarang najsy.”
Hikmah tasyri’ dari pelarangan jual beli najsy adalah adanya unsur kebohongan yang bila ketahuan akan membuat pihak pembeli kecewa meski kualitas barang memuaskan. Maka segala hal yang mengandung kebohongan dan rekayasa seperti ini terlarang karena diqiyaskan dengan jual beli tanajjusy atau najsy.
Selanjutnya apa dampak jual beli itu bila terjadi. Orang yang telah terlanjur membeli karena tertipu dengan fake order maka jual belinya sah, tapi pelaku najsy baik dari pihak penjual, pembeli ataupun pihak lain berdosa karena telah melakukan kebohongan sehingga penghasilannya karena itu menjadi tidak berkah.
Imam Malik menambahkan bahwa pembeli punya hak khiyar bila ketahuan telah terjadi najsy, artinya bila ketahuan maka pembeli bebas melanjutkan jual beli atau membatalkannya, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Abdil Bar dalam At-Tamhid jilid 13 hal. 348.
Referensi:
- Shahih Al-Bukhari:
بَابُ النَّجْشِ وَمَنْ قَالَ لَا يَجُوزُ ذَلِكَ الْبَيْعُ وَقَالَ ابْنُ أَبِي أَوْفَى النَّاجِشُ آكِلُ رِبًا خَائِنٌ وَهُوَ خِدَاعٌ بَاطِلٌ لَا يَحِلُّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْخَدِيعَةُ فِي النَّارِ وَمَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Bab tentang Najsy dan siapa yang berpendapat itu tidak dibolehkan. Ibnu Abi Aufa mengatakan, “Najisy (pelaku jual beli najsy) adalah pemakan riba, pengkhianat dan itu adalah bentuk penipuan yang batil.”
Nabi saw bersabda, “penipuan itu di neraka, dan siapa yang melakukan amal tidak sesuai dengan tuntunan kami maka dia tertolak.”
- Al-Imam Asy-Syafi’I dalam kitab Ikhtilaf Al-Hadits yang tercetak di akhir kitab Al-Umm jilid 8 hal. 628 mengatakan,
فَمَنْ نَجَشَ فَهُوَ عَاصٍ بِالنَّجْشِ إِنْ كَانَ عَالِمًا بِنَهْيِ رَسُولِ اللَّهِ، وَمَنِ اشْتَرَى وَقَدْ نَجَشَ غَيْرُهُ بِأَمْرِ صَاحِبِ السِّلْعَةِ، أَوْ غَيْرِ أَمْرِهِ، لَزِمَهُ الشِّرَاءُ، كَمَا يَلْزَمُ مَنْ لَمْ يُنْجَشْ عَلَيْهِ؛ لِأَنَّ الْبَيْعَ جَائِزٌ لَا يُفْسِدُهُ مَعْصِيَةُ رَجُلٍ نَجَشَ عَلَيْهِ؛ لِأَنَّ عَقْدَهُ غَيْرُ النَّجْشِ وَلَوْ كَانَ بِأَمْرِ صَاحِبِ السِّلْعَةِ؛ لِأَنَّ النَّاجِشَ غَيْرُ صَاحِبِ السِّلْعَةِ، فَلَا يَفْسُدُ الْبَيْعُ إِنْ فَعَلَ النَّاجِشُ مَا نُهِيَ عَنْهُ وَهُوَ غَيْرُ الْمُتَبَايِعَيْنِ، فَلَا يَفْسُدُ عَلَى الْمُتَبَايِعَيْنِ بِفِعْلِ غَيْرِهِمَا، وَأَمْرُ صَاحِبِ السِّلْعَةِ بِالنَّجْشِ مَعْصِيَةٌ مِنْهُ، وَمِنَ النَّاجِشِ مَعْصِيَةٌ
“Siapa yang melakukan najsy maka dia bermaksiat bila dia tahu akan larangan Rasulullah dalam hal ini. Siapa yang telah membeli barang hasil terpengaruh dengan perbuatan najsy itu baik ada keterlibatan penjual maupun bukan maka jual belinya lazim (harus diteruskan) sebagaimana bila tidak ada najsy. Karena jual beli ini tidak dibatalkan oleh maksiat pelaku najsy tadi, karena akadnya terpisah meski bila penjual terlibat di dalamnya. Karena pelaku najsy bukanlah pemilik barang atau penjual, sehingga perbuatannya tidak membuat jual beli menjadi batal. Tapi perintah penjual untuk melakukan najsy adalah maksiat, demikian pula pelaku najsy juga bermaksiat.”
- Ibnu Abdil Barr dalam kitab At-Tamhid jilid 13 hal. 348:
وَهَذَا مِنْ فِعْلِ فَاعِلِهِ مَكْرٌ وَخِدَاعٌ لَا يَجُوزُ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ لِنَهْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّجَشِ وَقَوْلِهِ لَا تَنَاجَشُوا وَأَجْمَعُوا أَنَّ فَاعِلَهُ عَاصٍ لِلَّهِ إِذَا كَانَ بِالنَّهْيِ عَالِمًا
“Ini merupakan makar (persekongkolan) dan tipuan dari pelakunya dan tidak dibolehkan menurut para ulama karena ada larangan dari Rasulullah saw untuk melakukan najsy juga sabda beliau, “Jangan kalian saling tanajusy”. Para ulama juga telah sepakat bahwa pelakukan bermaksiat kepada Allah bila dia tahu larangan ini.”
Ustadz Anshari Taslim, Lc.
Mudir Pesantren Bina Insan Kamil – DKI Jakarta


