Kisah ini diceritakan oleh Al-Imam Jamaluddin ‘Abdurrahim Al-Asnawi rahimahullah dalam Thabaqat Asy-Syafi’iyyah juz 2 halaman 300 dengan pertama-tama beliau memulai dari biografi Syaikh Yusuf :
Yusuf bin Ayyub bin Yusuf bin Al-Husain bin Waharah (dengan huruf wawu, ha, dan ra difathah) Al-Hamadzani.
Ibnu Khallikan berkata, “Beliau seorang ahli fiqih, hidup zuhud, orang yang berilmu, banyak beramal, seorang ulama Rabbani, banyak mendirikan majelis dan memiliki segenap karamah.”
Dilahirkan di suatu desa yang masih termasuk cakupan wilayah Hamadzan pada tahun 440 atau 441 H. Kemudian setelah tahun 460 H, beliau datang ke kota Baghdad dan menemani Syaikh Abu Ishaq Asy-Syirazi sekaligus bertafaqquh (mendalami ilmu agama) kepadanya hingga beliau menguasai masalah madzhab, ushul dan permasalahan-permasalahan khilaf. Lalu beliau mendengar hadits dari sejumlah ulama yang tersebar di berbagai negeri, dan menulis sejumlah besar hadits-hadits dan riwayat-riwayat yang beliau dengar. Kemudian beliau keluar dari Baghdad dan menyibukkan diri dengan ibadah hingga beliau menjadi salah satu tokoh ulama Islam yang tersohor serta menjadi teladan dalam beribadah demi mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Beliau datang kembali ke kota Baghdad pada tahun 515 H lalu mengajar disana, beliau pun membuka majelis yang menyebarkan nasehat-nasehat dan petuah di Nizhamiyyah.
Hingga suatu hari datanglah seorang ahli fiqih yang dikenal dengan nama Ibnus Saqa’ yang bertanya kepada Syaikh Yusuf mengenai suatu masalah di tengah orang-orang dan Ibnus Saqa’ bermaksud hendak mempermalukan beliau.
Syaikh Yusuf lantas berkata kepadanya, “Duduklah! Sesungguhnya aku mendapati aroma-aroma kekafiran dalam pernyataanmu tadi! Mungkin kelak kau akan mati dalam keadaan keluar dari millah Islam!”
Bertepatan setelah beliau mengucapkan perkataan tersebut, selang beberapa waktu kemudian datanglah seorang utusan Nasrani dari penguasa Romawi kepada Khalifah, lantas Ibnus Saqa’ pun pergi menjumpai utusan tersebut seraya menanyainya apakah ia boleh menemaninya. Lalu pergilah Ibnus Saqa’ bersama utusan tersebut menuju Konstantinopel menemui penguasa Romawi, ia memeluk agama Nasrani dan mati diatasnya.
Beberapa orang sempat melihatnya di kota Konstantinopel dalam keadaan sakit, terbengkalai diatas tempat duduk panjang, ia memegang kain yang ia gunakan sebagai kipas untuk menghalau lalat (yang mengerubungi tubuhnya). Seseorang berkata, “Aku pernah menanyainya : Apakah masih tersisa Al-Qur’an di dalam hapalanmu?” Ia menjawab, “Aku hanya ingat satu ayat sahaja:
رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ
Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. [QS Al-Hijr : 2]
…sementara aku sudah lupa ayat-ayat yang lain.”
Kita berlindung kepada Allah dari akhir kehidupan yang buruk.
Syaikh Yusuf kerap bolak-balik antara Marw dan Harrah, hingga bertemulah sekelompok orang yang meninggalkan duniawinya untuk beribadah kepada Allah dengan ribath-nya Syaikh di kota Marw yang mana belum pernah terbayangkan ribath dengan selain beliau. Di kesempatan yang kesekian kali, keluarlah beliau dari kota Harrah bermaksud menuju kota Marw namun ajal keburu menjemputnya. Beliau wafat di perjalanan pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 535 H dan dimakamkan di desa terdekat, kemudian jasadnya dipindahkan ke kota Marw.
Rahimahullah.
Sumber : Thabaqat Asy-Syafi’iyyah, karya Al-Imam Jamaluddin Abu Muhammad ‘Abdurrahim bin Al-Hasan bin ‘Ali Al-Umawi Al-Asnawi Asy-Syafi’i, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah.
~ Siapakah Ibnus Saqa’? ~
Dalam As-Siyar karya Al-Imam Syamsuddin Adz-Dzahabi rahimahullah disebutkan:
وأما ابن السقاء المذكور ، فقال ابن النجار : سمعت عبد الوهاب بن أحمد المقرئ يقول : كان ابن السقاء مقرئا مجودا ، حدثني من رآه بالقسطنطينية مريضا على دكة ، فسألته : هل القرآن باق على حفظك… إلخ
Adapun Ibnus Saqa’ yang telah disebutkan, maka Ibnu An-Najjar berkata, “Aku pernah mendengar ‘Abdul Wahhab bin Ahmad Al-Muqri’ menceritakan : Ibnus Saqa’ seorang muqri’ yang bagus bacaan Al-Qur’annya, telah bercerita kepadaku orang yang melihatnya sakit diatas tempat duduk panjang di kota Konstantinopel : aku bertanya kepadanya, “Apakah masih tersisa Al-Qur’an di dalam hapalanmu?…. dan seterusnya.
Wallahu a’lam.
Assalamualaikum… saya mo minta tolong, adakah yang bisa membantu saya. Saya punya sepupu dilahirkan dan dibesarkan dalam ajaran islam yang taat. Dari kecil di didik dgn islam yang kuat. Mondok di pesantren. Juara selalu. Hingga kuliah dia pacaran dengan non muslim. Diam diam dia murtad tanpa sepengetahuan keluarga. Udah setahun baru ketahuan. Keluarga marah tapi dia tetap dengan pilihannya. Sampai dia pergi dari rumah. Bagaimana cara membuat nya kembali menjadi seorang muslim. Sekarang dia malahan menjadi misionaris ajak kawan kawannya utk ikut agamain dia. Keluarga malu dan sedih banget dibuatnya. Apa yang harus kami lakukan?