sokoguru rezim fir'aun

Sokoguru Rezim Fir‘aun – Bagian Ketiga

Kita lanjutkan tentang faidah dari 4 Sokoguru Rezim Fir‘aun agar dapat mengambil pelajaran bahwa sejarah itu berulang, there’s nothing new under the Sun… selalu ada 4 pendukung utama rezim penguasa yang zhôlim.

Adapun bagi yang belum membaca Bagian Kedua, maka silakan klik di sini!

Sokoguru Rezim Fir‘aun ke-3 | Bal‘am ibn Bauro’ (‘Ulamâ’ Sû’)

‘Ulamâ’ Sû’ adalah para ‘ulamâ’ jahat yang mereka mengetahui tentang kebenaran, akan tetapi memilih untuk berpihak pada kebâthilan karena memperturutkan hawa nafsu rendahannya.

Contoh paling hebat dari ‘ulamâ’ sû’ itu adalah kisah tentang Bal‘am ibn Bauro’ yang didapat dari penjelasan para ‘ulamâ’ tentang tafsîr QS al-A‘rôf (7) ayat 175-177.

Kata الله Subhânahu wa Ta‘âlâ:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ ۞ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ ۞ سَاءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَأَنفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ

“Dan bacakanlah kepada mereka kisah orang yang telah Kami berikan kepadanya (pengetahuan tentang) ayat-ayat Kami, kemudian ia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu ia diikuti oleh Syaithôn (hingga ia tergoda), maka jadilah ia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sungguh-sungguh akan Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi ia cenderung kepada keduniawian dan memperturutkan hawa nafsu rendahannya, maka perumpamaannya adalah seperti anjing yang apabila kamu menghalaunya maka dijulurkannya lidahnya sedangkan apabila kamu membiarkannya ia pun menjulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zhôlim.” [QS al-A‘rôf (7) ayat 175-177].

Menurut sebagian ‘ulamâ’ ahli tafsîr, Bal‘am ibn Bauro’ adalah seorang laki-laki gagah ahli ‘ibâdah dan ‘ulamâ’ yang mengetahui ‘ilmu tentang Ismul-A‘zhom (yaitu do’a yang apabila dibaca maka semua permintaannya dikabulkan seketika oleh الله). Bal‘am hidup di negeri Kan‘an yang penduduknya kala itu kâfir, di mana karena Bal‘am dikenal dengan do’anya yang sangat mustajab (bahkan tak sekalipun ia memohon sesuatu kepada الله melainkan الله memberikan kepadanya apa yang dimintanya itu), maka jika penduduk negeri itu kesulitan mereka pun datang kepada Bal‘am.

Ketika Nabî Mûsâ عليه الصلاة و السلام dan orang-orang mu’min yang bersamanya dalam perjalanan ke Baitu Maqdis menyinggahi negeri tempat tinggal Bal‘am untuk beristirahat, maka orang-orang di negeri itu pun mendatangi Bal‘am. Mereka berkata: “Sungguh Mûsâ ibn ‘Imrôn telah datang bersama dengan Banî Isrô-îl. Mûsâ adalah seorang lelaki yang sangat perkasa dan mempunyai bala tentara yang banyak untuk mengusir kita dari negeri kita dan membunuhi kita, lalu tanah ini akan dikuasai oleh Banî Isrô-îl! Kami ini adalah kaummu yang dalam waktu yang dekat takkan punya lagi tempat tinggal, sedangkan kamu adalah seorang lelaki yang do’anya diperkenankan Tuhan. Maka keluarlah kamu dan berdo’alah untuk kehancuran mereka? Semoga Dia mengusir Mûsâ dan kaumnya dari kita.”

Bal‘am awalnya menjawab: “Celakalah kalian! Mûsâ itu adalah Nabiyullôh yang ditemani oleh para Malâ-ikat dan orang-orang mu’min! Mana mungkin saya mendo’akan untuk kehancuran atas mereka, sedangkan saya mengetahui Allôh tidak akan menyukai hal itu?? Sungguh jika saya berdo’a kepada Allôh memohon agar Mûsâ dan orang-orang yang bersamanya dibinasakan, niscaya akan lenyaplah Dunia dan Âkhirotku!”

Namun kaumnya terus saja mendesak dan membujuknya hingga akhirnya Bal‘am pun luluh dan mau berdo’a untuk keburukan Mûsâ dan Banî Isrô-îl. Bal‘am termakan bujukan rayu dan imingi-iming nikmat keduniawian yang ditawarkan oleh kaumnya. Akibatnya, Syaithôn pun menguasai dirinya dan urusannya, sehingga jika Syaithôn menganjurkan sesuatu kepadanya, maka Bal‘am pun langsung mengerjakan dan mena’atinya. Karena itulah dalam firman-Nya disebutkan: “…maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat…” karena Bal‘am lebih cenderung kepada perhiasan kehidupan duniawi dan kegemerlapannya, Bal‘am lebih menyukai kelezatan, kenikmatan, dan bujuk rayunya. Maka الله pun melucuti apa yang ada pada dirinya sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: “…kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh Syaithôn (sampai ia tergoda)…”.

Baca Juga:  Semua Ada Kelebihan Masing-Masing, Lakukan Sesuai Potensi Diri

Akibatnya, ketika Bal‘am nekad mendo’akan kehancuran untuk Nabî Mûsâ dan Banî Isrô-îl, padahal ia tahu betul yang dihadapinya itu adalah seorang Rosûlullôh yang dibersamai oleh orang-orang mu’min, maka ketika Bal‘am bermaksud mendo’akan untuk kehancuran Mûsâ dan Banî Isrô-îl, justru yang terucapkan oleh lisannya adalah mendo’akan kehancuran kaumnya. Sebaliknya, saat Bal‘am bermaksud mendo’akan kemenangan kaumnya, justru lisannya malah mendo’akan untuk kemenangan untuk Mûsâ dan Banî Isrô-îl, seperti apa yang dikehendaki oleh الله. Tiada sekalipun Bal‘am mendo’akan keburukan untuk Mûsâ dan Banî Isrô-îl melainkan الله memalingkan lisannya hingga berbalik mendo’akan keburukan atas kaumnya, sebaliknya tiada sekalipun Bal‘am mendo’akan kebaikan atas kaumnya melainkan الله memalingkan lisannya sehingga malah mendo’akan kebaikan atas Banî Isrô-îl.

Maka kaum Bal‘am pun berkata kepadanya: “Wahai Bal‘am, sadarkah akan apa yang telah kamu lakukan?! Sungguh yang kamu do’akan hanyalah kemenangan atas mereka dan kekalahan atas kami! Kami tak melihatmu berdo’a melainkan hanya untuk kehancuran kami!”, yang lalu dijawab oleh Bal‘am: “Tiada yang terucapkan oleh lisanku melainkan hanya itu. Sekiranya aku tetap mendo’akan untuk kehancuran mereka, niscaya aku takkan diperkenankan. Ini adalah suatu hal yang tak aku kuasai, hal ini merupakan sesuatu yang telah ditaqdirkan oleh Allôh…”

Bal‘am melanjutkan lagi: “Kini telah lenyaplah dariku Duniaku dan Âkhirotku, dan sekarang tiada jalan lain bagiku kecuali harus melancarkan tipu muslihat dan kilah yang jahat. Maka aku akan melancarkan tipu muslihat untuk kepentingan kalian. Aku akan menunjukkan kepada kalian suatu perkara yang mudah-mudahan dapat menghancurkan mereka. Sungguh Allôh sangat murka terhadap perbuatan zina, dan jika mereka terjerumus ke dalam perbuatan zina, niscaya mereka akan binasa, dan aku berharap semoga Allôh membinasakan mereka melalui jalan zina itu. Karena itu, keluarkanlah kaum perempuan kalian, percantik dan berikanlah perhiasan kepada mereka untuk menyambut Mûsâ dan Banî Isrô-îl. Biarkan kaum peremuan kalian itu pergi menuju tempat perkemahan Banî Isrô-îl untuk melakukan jual-beli di tempat mereka, dan perintahkanlah kepada kaum perempuan kalian agar jangan sekali-kali ada seseorang pun yang menolak apabila dirinya diajak berbuat mesum dengan laki-laki dari kalangan Banî Isrô-îl, karena sesungguhnya jika ada seseorang dari mereka yang berbuat zina, maka kalian akan dapat mengalahkan mereka. Banî Isrô-îl adalah kaum yang sedang bersafar, mudah-mudahan saja mereka mau berzina sehingga binasalah mereka.”

Maka kaum Bal‘am pun menuruti siasat keji tipu muslihat itu. Mereka mengeluarkan kaum perempuannya yang telah didandani secantik mungkin untuk menyambut rombongan Nabî Mûsâ. Akhirnya sebagian kaum Banî Isrô-îl memang terjerumus ke dalam perbuatan zina, dan الله menimpakan penyakit Thô‘ûn sehingga sangat banyak yang mati dari kalangan Banî Isrô-îl.

Dikisahkan pula bahwa ada salah seorang pemimpin kabilah kaum Kan‘an yang mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik, di mana ayahnya -sang pemimpin kabilah- berpesan kepadanya: “Janganlah kamu serahkan dirimu selain kepada Mûsâ”. Maka datang kepada perempuan itu seorang pemimpin dari salah satu kabilah Banî Isrô-îl yang menginginkan dirinya. Maka perempuan itu berkata: “Saya tak akan menyerahkan diri saya selain kepada Mûsâ!”, dan dijawab oleh si pemimpin salah satu kabilah Banî Isrô-îl itu: “Sungguh kedudukanmu adalah begini dan begitu, sedangkan keadaanku adalah begini dan begitu…”, akhirnya si perempuan itu mengirim utusan kepada ayahnya untuk meminta saran darinya. Maka ayahnya berkata menjawab: “Serahkanlah dirimu kepadanya!”, sehingga pemimpin salah satu kabilah Banî Isrô-îl itu pun menzinainya. Ketika mereka berdua sedang berzina, datanglah seorang laki-laki dari Banî Hârûn yang membawa tombak besi, lalu ia pun menusuk keduanya. الله memberikan kekuatan yang dahsyat sehingga keduanya menjadi satu tersatekan oleh tombaknya, kemudian ia mengangkat keduanya dengan tombaknya itu, sehingga semua orang melihatnya. Laki-laki itu berkata: “Wahai Allôh, demikianlah pembalasan yang kami lakukan terhadap orang yang berbuat durhaka kepada Engkau!”

Baca Juga:  Kejujuran Membawa Nikmat

Maka seketika itu juga penyakit Thô‘ûn lenyap. Lalu dihitunglah orang-orang Banî Isrô-îl yang mati karena penyakit Thô‘ûn sejak awal terjadinya perbuat zina antara Banî Isrô-îl dengan kaum Kan‘an hingga dibunuhnya salah satu pemimpin kabilah Banî Isrô-îl yang sedang berzina itu, ternyata seluruhnya berjumlah sekitar 70.000 orang.

Para ‘ulamâ’ ahli tafsîr berpendapat bahwa makna yang dimaksud Bal‘am menjadi seperti anjing adalah dalam hal kesesatannya dan keberlangsungannya di dalam kesesatan serta tiadanya kemauan memanfaatkan do’anya untuk keîmânan. Hal itu persis anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan tersebut baik saat dihardik si anjing menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap saja si anjing menjulurkan lidahnya tanpa ada perubahan. Demikianlah keadaan Bal‘am, ia tidak memanfaatkan pelajaran dan do’anya untuk keîmânan, sama saja dengan orang-orang yang tak memiliki pengetahuan apapun. Menurut pendapat lainnya, makna yang dimaksud adalah bahwa qolbû (hati nurani) orang-orang yang sesat, kâfir, dan orang munâfiq itu kosong dari hidayah, penuh dengan penyakit yang sangat susah untuk diobati bahkan tak terobatkan…!

Saking buruknya ‘ulamâ’ sû’ ini, maka الله Subhânahu wa Ta‘âlâ memerintahkan untuk menceritakan kisahnya Bal‘am yakni agar ummat manusia mengetahui apa yang telah menimpanyanya yaitu disesatkan oleh الله, dijauhkan dari rahmat الله, karena Bal‘am telah salah menggunakan nikmat الله yang dikaruniakan kepadanya. Nikmat itu adalah Ismul-A‘zhom yang diajarkan الله kepadanya. Ismul-A‘zhom adalah suatu do’a yang apabila dipanjatkan untuk memohon sesuatu, niscaya dikabulkan dengan seketika. Ternyata Bal‘am malah menyalahgunakan do’a mustajab itu untuk selain keta’atan kepada الله, bahkan nekad menggunakannya untuk memohon kehancuran bagi para hamba-Nya yang utama, seorang Rosûlullôh, yaitu Nabî Mûsâ عليه الصلاة و السلام yang dijuluki Kalimullôh (orang yang pernah diajak berbicara secara langsung oleh الله), beserta para pengikut, yakni Nabi Hârûn عليه السلام dan orang-orang mu’min. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: “…agar mereka berpikir” agar kaum mu’min selalu bersikap waspada supaya jangan terjerumus ke dalam perbuatan yang semisal.

Kemudian الله memperumpamakan para ‘ulamâ’ sû’ (orang-orang yang mendustakan ayat-ayat الله padahal mereka sangat tahu tentangnya) dengan anjing, karena anjing itu tiada yang dikejarnya melainkan mencari makanan dan menyalurkan nafsu syahwat saja. Siapa saja yang menyimpang dari jalan ‘ilmu dan jalan petunjuk demi mengejar hawa nafsu rendahannya, maka keadaannya mirip dengan anjing, dan seburuk-buruk perumpamaan ialah yang diserupakan dengan anjing.

Berhati-hatilah dengan ‘ulamâ’ sû’ ini karena mereka justru mereka mengajak manusia mendekat ke pintu Neraka Jahannam. Mereka menggunakan segala cara demi memuaskan hasrat nafsunya, termasuk juga menggunakan tipu-daya dan cara-cara rendah lainnya.

Kata Baginda Nabî ﷺ ketika menjawab pertanyaan dari Hudzayfah ibn al-Yamân رضي الله عنه tentang fitnah akhir zaman:

نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا … هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا

“Iya, ada para da‘i yang mengajak di depan pintu Neraka Jahanam. Siapa saja yang mengikutinya, maka ia akan dijerumuskannya ke dalam Neraka … mereka memiliki warna kulit seperti kita dan berbicara dengan bahasa kita.” [HR al-Bukhôrî no 3606; Muslim no 1847].

Kita berdo’a:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْدُعَاةُ عَلَى أَبْوَابُ جَهَنَّم

Allôhumma innî a-‘ûdzubika minad-du‘âtu ‘alâ abwâbu jahannam

“Wahai Allôh, saya berlindung kepada Engkau dari da‘i-da‘i yang memanggil-manggil di depan pintu Jahannam.”

Demikian, semoga dapat dipahami – والله أعلمُ بالـصـواب – insyâ’Allôh bersambung ke Bagian keempat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *