Di Bawah Naungan Ujung Surah Al-Ankabut

Di Bawah Naungan Ujung Surah Al-Ankabut

Sering kami sampaikan sebuah prinsip kepada para da’i dan relawan, “Jalan saja dulu nanti ketemu jalan di tengah jalan.” Maksudnya, segala rencana baik, program dakwah, sosial, pembentukan komunitas ta’lim, perbaikan ekonomi ummat dan lain-lain bila sudah matang maka hendaknya dimulai dulu. Insya Allah nanti akan ketemu jalan berikutnya dalam pelaksanaan.

Allah Ta’ala berfirman

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ ࣖ

“Orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan.” — QS. Al-Ankabut:69

Sebuah ayat yang sangat agung bila ditadabburi. Allah Ta’ala menekankan pembalasan bagi orang yang telah menempuh jalan-Nya niscaya akan dibukakan jalan-jalan berikutnya yang lebih banyak lagi.

Jelas ayat ini turun sebelum masa diwajibkannya jihad perang karena dia turun di Mekah, sementara kewajiban jihad baru turun di Madinah. Maka jihad apa yang dimaksud? Meski para ulama tafsir seperti Ath-Thabari dalam tafsirnya menyatakan jihad di sini dimaknai jihad perang, tapi bila melihat konteks turunnya ayat maka jihad di sini bermakna lebih luas. Tidak hanya peperangan tapi juga mencakup berbagai macam kesungguhan menempuh kebaikan semisal amar ma’ruf nahyi munkar yang merupakan tujuan utama jihad perang, mujahadah nafsi atau berjihan mengendalikan hawa nafsu, termasuk di dalamnya berjihad memperbanyak amal ibadah, shalat malam, puasa sunnah dan infaq sedekah.

Beberapa pernyataan ulama tafsir yang mendukung ini adalah misalnya Ibnu ‘Athiyyah dalam tafsirnya Al-Muharrar Al-Wajiz (4/326) ketika membahas ayat ini mengatakan,

فهي قبل الجهاد العرفي وإنما هو جهاد عام في دين الله وطلب مرضاته

“Ini sebelum jihad terminologis (jihad perang), tapi maksudnya adalah jihad umum dalam agama Allah dan mencari keridhaan-Nya.”

Lalu dia mengutip pernyataan Abu Sulaiman Ad-Darani yang mengatakan,

ليس الجهاد في هذه الآية قتال العدو فقط بل هو نصر الدين والرد على المبطلين وقمع الظالمين، وعظمه الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، ومنه مجاهدة النفوس في طاعة الله عز وجل وهو الجهاد الأكبر، قاله الحسن وغيره

“Bukanlah jihad di ayat ini berupa memerangi musuh semata, tapi mencakup menolong agama, membantah para perusak, menhancurkan orang zalim dan yang besarnya adalah amar ma’ruf nahyi munkar. Termasuk pula diantaranya adalah mengendalikan hawa nafsu dengan penuh kesungguhan (mujahadatun nafsi) untuk selalu taat kepada Allah Azza wa Jalla. Inilah jihad terbesar. Demikian kata Hasan (Al-Bashri -penerj) dan lainnya.”

Dalam tafsir Ats-Tsa’labi Al-Kasyf wa Al-Bayan, yang tentu punya nilai tersendiri karena biasa menyebutkan riwayat bersanad lengkap, ketika menafsirkan ayat ini di jilid 7 hal. 290 diperoleh pernyataan lain dari Abu Sulaiman Ad-Darani dengan sanadnya, dia berkata,

Baca Juga:  Mendudukkan Konsep Rahmatan Lil ‘Alamin

الذين يعملون بما يعلمون يهديهم ربّهم إلى ما لا يعلمون

“Yaitu orang yang mengamalkan ilmu yang telah dia ketahui maka Tuhan mereka akan menunjukkan kepada mereka hal-hal yang belum mereka ketahui.”

Lalu ini diselaraskan dengan pernyataan Umar bin Abdul Aziz yang ketika dia menjelaskan begitu gamblang di hadapan para ulama di masanya, membuat seorang hadirin yaitu Wadhin bin ‘Atha` terkagum-kagum sampai bertanya, “Dari mana kau mendapatkan pengetahuan itu wahai Abu Marwan (kunyah Umar bin Abdul Aziz)?”

Maka Umar pun menjawab,

إنّما قصر بنا من علم ما جهلنا بتقصيرنا في العمل بما علمنا، ولو أنّا عملنا ببعض ما علمنا لأورثنا علما لا تقوم به أبداننا

“Kita ini jadi gelap terhadap sesuatu yang tidak kita ketahui lantaran yang sudah kita ketahui tidak kita amalkan. Kalau saja kita mengamalkan sebagian saja dari ilmu yang telah kita ketahui niscaya itu akan menyebabkan kita mengetahui hal-hal baru yang tidak dilakukan badan kita.”

Tak kalah menarik adalah pernyataan Fudhail bin ‘Iyadh yang juga dinukil oleh Ats-Tsa’labi meski tanpa sanad,

وَالَّذِينَ جاهَدُوا في طلب العلم لَنَهْدِيَنَّهُمْ سبل العمل به

“Yang bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu maka pasti Kami beri dia hidayah untuk mengamalkannya.”

Terakhir adalah pernyataan senada yang juga dikutip oleh Ats-Tsa’labi yaitu pernyataan Abdullah bin Zubair meski tanpa sanad,

تقول الحكمة: من طلبني فلم يجدني فليطلبني في موضعين:
أن يعمل بأحسن ما يعلمه، أو يدع أسوأ ما يعلمه

“Hikmah (ilmu kebijaksanaan) berkata, siapa yang mencariku tapi tidak menemukanku maka carilah aku pada dua hal:

  1. Mengamalkan dengan sebaiknya ilmu yang telah dia kuasai
  2. Meninggalkan keburukan yang telah dia ketahui.”

Dari kesemua pernyataan ini terdapat kandungan bahwa jihad di jalan Allah dalam ayat ini ditujukan kepada siapa saja yang hendak menempuh jalan menuju keridhaan Allah berupa semua perbuatan baik. Nah apa yang sudah kita ketahui bahwa itu baik maka segera amalkan, jangan lagi ditunda-tunda, jangan menunggu ilmu sempurna karena memang tidak ada yang sempurna. Amalkan saja apa yang telah diketahui sebaik mungkin sebagai persembahan terbaik untuk agama Allah, niscaya nanti Allah akan bukakan jalan-jalan yang lebih luas, yang bahkan sebelumnya tak terbayangkan oleh kita.

Baca Juga:  Kali Ini Tentang Seks, Aborsi Kenapa Marak?

Praktiknya, kalau kita sudah punya rencana kebaikan, tapi mungkin masih gelap progresnya ke depan, maka jangan terpaku pada perkiraan progress. Lakukan saja apa yang kita bisa dan kuasai bila kita yakin itu diridhai Allah dan merupakan jalan kebaikan. Nanti bila itu telah dilakukan maka Allah akan membukakan berbagai jalan kebaikan berikutnya. Contoh orang yang ingin berdakwa di lingkungannya. Mulailah dengan hal kecil yang pasti dia bisa semisal mengajar ngaji anak-anak. Nanti dari situ Allah akan bukakan jalan lain, misalnya para bapak dan ibu pun juga minta diajari ngaji. Setelah itu akan datang para donatur mengusulkan pendirian rumah Al-Qur`an. Selanjutnya bisa jadi datang lagi orang yang mewaqafkan tanah buat dijadikan pesantren, dan begitu seterusnya. Intinya adalah mulai dulu dari satu jalan, amalkan apa yang telah kau ketahui, sebagaimana pesan Ad-Darani dan Umar bin Abdul Aziz di atas, niscaya jalan yang tadinya gelap atau tak terpikirkan olehmu akan terbuka terang.

Kemudian ingatlah frase terakhir dari ayat itu,

وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

“Sesungguhnya Allah benar-benar akan bersama dengan orang-orang yang berbuat baik.”

Seakan tersirat pesan, kalau anda ingin sukses, kalau anda ingin istiqamah dalam perlindungan Allah maka jadilah orang yang senantiasa berbuat baik. Apa perbuatan baik itu? Tentu saja mencakup semua perbuatan baik yang dinilai baik dalam agama. Semua perbuatan yang mendatangkan keridhaan Allah. Perbuatan baik yang paling umum dan mendatangkan pertolongan Allah dengan cepat adalah menolong sesama. Sebagaimana sabda Rasulullah dalam hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah:

واللهُ في عَوْنِ العَبْدِ ما كَانَ العَبْدُ في عَوْنِ أَخِيْهِ

“Allah senantiasa menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya.”

Jadi, dalam aktivitas dakwah kita, kegiatan sosial kita senantiasa jadi orang yang muhsin, yang selalu menjaga shalat wajib dan sunnahnya, rajin sedekah, biasakan puasa sunnah, serta jangan membiasakan maksiat. Usahakan hindari jalan maksiat sekecil apapun, karena itu adalah pintu kebinasaan.

Anshari Taslim
19 Januari 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *