Al-Qur'an Kalam Allah Bukan Makhluk

Al-Qur’an Kalam Allah Bukan Makhluk

Bismillahirrahmanirrahim

Al-Qur’an merupakan kalam/firman Allah yang diturunkan dengan bahasa Arab melalui perantara malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Sangat banyak keterangan dari Al-Qur’an yang menerangkan hal itu. Misalnya, Allah Azza wajalla berfirman:

الم (1) تَنزيلُ الْكِتَابِ لَا رَيْبَ فِيهِ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2) أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ بَلْ هُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أَتَاهُمْ مِنْ نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ

“Alif Lam Mim. Turunnya Al-Qur’an yang tidak ada keraguan padanya (adalah) dari Tuhan semesta alam. Tetapi mengapa mereka (orang-orang kafir) mengatakan, “Dia Muhammad mengada-adakannya.” Sebenarnya Al-Qur’an itu adalah kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu; mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk.” (QS. As-Sajadah: 1-3)

Allah Azza wajalla juga berfirman:

وَكَذَلِكَ أَنزلْنَاهُ حُكْمًا عَرَبِيًّا وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَمَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا وَاقٍ

“Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al-Qur’an itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” (QS. Ar-Ra’ad: 37)

Menjelaskan maksud ayat ini, imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

وكما أرسلنا قبلك المرسلين ، وأنزلنا عليهم الكتب من السماء ، كذلك أنزلنا عليك القرآن محكما معربا ، شرفناك به وفضلناك على من سواك بهذا الكتاب المبين الواضح الجلي

“Sebagaimana kami telah mengutus rasul-rasul sebelumnya, dan Kami turunkan kepada mereka kitab-kitab dari langit, maka Kami turunkan juga padamu seperti mereka, yaitu Al-Qur’an sebagai hukum yang berbahasa Arab.”

(Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, jilid 2, hal. 466, Daar al-Kutub al-Ilmiyah-Beirut, cet 3, 1433 H)

Ayat-ayat ini dan ayat semisalnya sangat jelas mejelaskan bahwa Al-Qur’an dengan bahasa Arab itu merupakan Kalam Allah Azza wajalla, yang Allah Ta’ala turunkan, bukan sebagaimana perkataan sebagian kelompok yang mengatakan bahwa ayat-ayat yang berbahasa Arab itu adalah hasil dari pemahaman Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam terhadap firman Allah yang tidak berhuruf, tidak bersuara tidak tersusun dalam bahasa.

Istilah mereka adalah Kalam Nafsi. Yaitu sifat dzat yang tidak terpisah dari diri Allah. Sehingga konsekuensinya adalah apa yang dibaca oleh kaum muslimin dalam mushaf yang tertulis dengan huruf-huruf bahasa Arab itu bukan Kalam Allah, melainkan makhluk atau ciptaan Allah.

Perlu diingat, yang kami maksud (dan bahkan menjadi kesepakatan bersama) bukan tinta atau kertas yang menjadi sarana penulisan Kalam Allah itu, tapi muatan yang ditulis, yang dibaca dan yang dipahami dalam dada yang berbahasa arab itu. Mereka menganggapnya sebagai makhluk, bukan Kalam Allah. Salah satu alasan mereka adalah karena firman Allah tidak berawal dan tidak berakhir dan tidak terangkai dalam kata-kata atau bahasa. Keyakinan yang tidak dipahami oleh orang-orang yang berakal.

Keyakinan seperti ini merupakan keyakinan yang salah dan menyelisihi ijma’ (konsesus) ulama. Imam al-Haifzh Abu Nashr Ubaidillah as-Sijzi rahimahullah berkata:

ومنكر القرآن العربي وانه كلام الله كافر باجماع الفقهاء ومثبت القرآن لا أول له ولا آخر كافر باجماعهم ومدعي القرآن لا لغة فيه جاهل غبي عند العرب

“Dan orang-orang yang mengingkari bahwa al-Qur’an yang berbahasa Arab itu merupakan firman Allah, maka ia telah kafir berdasarkan ijma’ seluruh ahli fiqh. Demikian pula orang-orang yang menetapkan bahwa al-Qur’an itu tanpa awalan dan akhir, maka ia telah kafir berdasarkan konsensus ahli fiqh itu. Dan, orang-orang yang mengatakan bahwa Al-Qur’an tidak memiliki bahasa adalah orang-orang yang jahil dan idiot menurut orang Arab.”

Baca Juga:  Kelembutan Rasulullah dalam Peperangan dan Perbedaannya dengan Manhaj Khawarij Modern

(Al-Haifizh Ubaidillah As-Sijzi, ar-Raddu ‘Ala man Ankara al-Harfi wa ash-Shauth, Tahqiq Muhammad Muhibbuddin Abu Zaid, hal. 63, al-Maktabah al-Umriyah-Kairo, cet 1442 H)

Sebagian kaum muslimin terpengaruh oleh satu keyakinan baru yang tidak dikenal oleh para salaf terdahulu, yaitu pemahaman bahwa Kalam Allah itu bersifat nafsani atau nafsi. Maksudnya, kalam itu tidak tersusun atas bahasa, suara dan huruf tetap pada diri Allah. Adapun yang telah berbahasa Arab itu adalah suatu pengibaratan dari Kalam Allah saja, yang dilakukan oleh Malaikat Jibril atau Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam, berdasarkan apa yang dipahami oleh mereka pada Kalam Allah yang bersifat Nafsi tadi.

Keyakinan ini bertentangan dengan apa yang dipahami oleh kaum muslimin dan orang-orang terdahulu walau berbeda agama tentang definisi kalam. Imam al-Hafizh As-Sijzi rahimahullah berkata:

اعلموا أرشدنا الله وإياكم أنه لم يكن خلاف بين الخلق على اختلاف نحلهم من أول الزمان إلى الوقت الذي ظهر فيه ابن كلاب، والقلانسي، والصالحي، والأشعري واقرانهم الذين يتظاهرون. بالرد على المعتزلة وهم معهم بل أخس حالا منهم في الباطن في أن الكلام لا يكون إلا حرفاً وصوتاً ذا تأليف واتساق وإن اختلفت اللغات

“Ketahuilah, semoga Allah memberikan petunjuk kepada kami dan kalian, bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan diantara manusia walau agama mereka berbeda sejak awal zaman hingga waktu munculnya Ibnu Kullab, al-Qalanisi, ash-Shalihi, al-Asy’ari dan yang sejalan dengan mereka, tatkala mengahadapi dan membantah kelompok Muktazilah, walau kenyataanya mereka justru sejalan dengan pemikiran Muktazilah, bahkan lebih jorok secara batinnya. Yaitu bahwa kalam tidak disebut sebagai Kalam kecuali ia tersusun dari huruf, suara dan memiliki kesatuan yang terkumpul dan teratur, walau berbeda bahasa.”

(Al-Haifizh Ubaidillah As-Sijzi, ar-Raddu ‘Ala man Ankara al-Harfi wa ash-Shauth, Tahqiq Muhammad Muhibbuddin Abu Zaid, hal. 48, al-Maktabah al-Umriyah-Kairo, cet 1442 H)

Pemahaman mereka tersebut sebenarnya melazimkan tidak adanya perbedaan antara hadits Qudsi dan Al-Qur’an jika ditinjau dari sisi siapa yang menjelaskan makna dan menyebutkan lafazhnya. Selain itu, keyakinan tersebut juga melazimkan bahwa Al-Qur’an adalah hasil dari pemahaman Rasulullah terhadap firman Allah, lalu beliau bahasakan ke dalam dalam bahasa Arab, bukan al-Qur’an yang Allah turunkan yang berbahasa Arab itu. Hal ini tentu saja menyelisihi pemahaman para salaf.

Makanya, Ahlussunah waljama’ah tegas mengatakan bahwa Al-Qur’an yang Allah turunkan itulah yang ditulis di dalam mushaf, yang dibaca oleh lisan dan yang dipahami di dalam dada. Kalimatnya tersusun dari huruf-huruf berbahasa Arab dan seorang hamba tidak boleh mengingkari satu hurufpun darinya.

Imam Abdullah bin Mubarak rahimahullah yang berkata:

من كفر بحرف من القرآن فقد كفر ومن قال لا أؤمن بهذه اللام فقد كفر

“Siapa saja yang mengingkari satu huruf dari Al-Qur’an maka dia kafir. Dan siapa yang mengatakan bahwa saya tidak beriman dengan huruf lam ini, maka dia kafir.”

(Abu Utsman Ismail bin Abdurrahman ash-Shabuni, Aqidah Salaf Wa Ashabul Hadits, Tahqiq Dr. Nashir bin Abdurrahman al-Jadi’, hal 174-175, Daar al-Ashimah-Riyahd, cet 2, 1419 H)

Baca Juga:  Mendudukkan Konsep Rahmatan Lil ‘Alamin

Jadi menurut keyakinan yang menyelisihi Ahlussunah tersebut, surat dan ayat yang kita baca bukanlah Al-Qur’an, melainkan hanya hasil pemahaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Penyebutannya sebagai Kalam Allah tidak lain hanya untuk bentuk pemulian (idhafah tasyrifiyah/penyadaran untuk pemuliaan).

Imam al-Hafizh Abu Nashr Ubaidillah as-Sijzi rahimahullah berkata:

قالوا : فعلم بهذه الجملة أن الكلام المضاف إلى الله تعالى خلق له أحدثه وأضافه إلى نفسه كما نقول : ( عبد الله وخلق الله وفعل الله )

“Mereka berkata, “Maka diketahui dengan kalimat ini bahwa Kalam yang disandarkan pada Allah adalah sesuatu yang Allah ciptakan lalu Allah sandarkan pada dirinya, seperti jika kita katakan hamba Allah, ciptaan Allah dan perbuatan Allah.”(Al-Haifizh Ubaidillah As-Sijzi, ar-Raddu ‘Ala man Ankara al-Harfi wa ash-Shauth, Tahqiq Muhammad Muhibbuddin Abu Zaid, hal. 49, al-Maktabah al-Umriyah-Kairo, cet 1442 H)

Imam Al-Muwaffaq Ibnu Quddamah rahimahullah ketika menceritakan hasil perdebatannya dengan kelompok Asya’irah dalam masalah al-Qur’an. Beliau berkata:

وعندهم أن هذه السور والآيات ليست بقرآن وانما هي عبارة عنه وحكاية وانها مخلوقة وان القرآن معنى في نفس الباري وهو شيئ واحد

“Menurut mereka bahwa surat-surat dan ayat-ayat itu bukan al-Qur’an, melainkan ibarat tentangnya atau hikayat dan dia adalah makhluk. Sesungguhnya al-Qur’an (menurut mereka) adalah makna dalam diri Allah dan ia sesuatu yang satu.” (Ibnu Quddamah, Hikayat al-Munazharah Fi al-Qur’an, Tahqiq Abdullah bin Yusuf al-Judai’, hal.17, Maktabah Rusyd-Riyadh, cet 2, 1418 H)

Pemahaman seperti itu ditolak dan dibantah oleh para ulama. Makanya, ketika imam Bukhari rahimahullah dituduh bahwa ia berkata, “Lafazku akan al-Qur’an adalah makhluk”, maka beliau menolaknya. Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah menukil perkataan beliau dalam Hadyu Sarinya, bahwa ketika beliau ditanya tentang hal itu, beliau berkata:

يا أبا عمرو احفظ عني من زعم من أهل نيسبور وسمى غيرها من البلدان بلادا كثيرة أنني قلت لفظي بالقران مخلوق فهوا كذاب فإني لم أفعل إلا أني قلت أفعال العباد مخلوقة

“Wahai Abu Amr, hafalkanlah ini dariku, siapa yang mengatakan lafazku akan al-Qur’an adalah makhluk dari wilayah Naisabur -lalu beliau menyebut beberapa wilayah yang banyak- maka dia adalah pendusta. Aku tidak mengatakan hal itu. Yang aku katakan adalah perbuatan-perbuatan hamba yang diciptakan.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, Hadyu as-Sari, hal 685-686, Daar as-Salam-Riyadh, cet 1,1421 H).

Para ulama menyimpulkan bahwa kelompok-kelompok yang menyangka apa yang kita baca pada mushaf bukan Kalam Allah tapi makhluk hakikatnya mereka mengatakan bahwa di bumi tidak ada Al-Qur’an. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh imam al-Muwaffaq dalam Hikayat Munazharahnya.

Jauh sebelum imam al-Muwaffaq Ibnu Quddamah rahimahullah berkata seperti itu, imam al-Haafizh Ibnu al-Jauzi rahimahullah juga berkata demikian, sebagaimana dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah dalam Dzail Thabaqqat al-Hanabilah. Ketika berada di atas mimbar, imam al-Hafizh Ibnu Al-Jauzi rahimahullah berkata:

أهل البدع يقولون ما في السماء أحد ولا في المصحف قرآن ولا في القبر نبي. ثلاث عورات لكم

“Para ahli bid’ah berkata, di atas langit tidak ada satupun (Allah), di mushaf tidak ada Al-Qur’an, di dalam kubur tidak ada nabi. Tiga aurat bagi kalian.” (Ibnu Rajab al-Hambali, Dzail Thabaqat al-Hanailah, Maktabah Syamilah)

Semoga Allah senantiasa memberi kita Taufik pada jalan yang benar. Aamiin.

Muhammad Ode Wahyu

Da’i Wahdah Islamiyyah di Sulawesi Tenggara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *