Ibnu Al-‘Arabi Al-Maliki dalam kitabnya ‘Aridhatul Ahwadzi syarh Sunan At-Tirmidzi (6/288) mengatakan, “Tidak ada hadits shahih tentang keutamaan udh-hiyyah”
- Hadits Kurban Amalan Terbaik Di Harinya
Dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ، إِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا، وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الأَرْضِ، فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
“Tidak ada amalan anak Adam di hari Nahr (tanggal 10 Dzul Hijjah) yang lebih dicintai Allah daripada menumpahkan darah. Sesungguhnya dia akan datang di hari kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya. Darah itu akan jatuh di suatu tempat di sisi Allah sebelum jatuh ke bumi, maka ikhlaskan hati mengurbankannya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, no. 1493, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, no. 7523. At-Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini hasan gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur ini.” Sementara Al-Hakim menghukuminya shahih sanad, tapi dikoreksi oleh Adz-Dzahabi dengan mengatakan, “Sulaiman (salah satu perawinya –pen) adalah waah (sangat lemah), bahkan sebagian ulama meninggalkannya (matruk).”
Akan tetapi jalur hadits ini semua bermuara kepada Abu Al-Mutsanna Sulaiman bin Yazid Al-Ka’bi, dia ini dhaif Abu Hatim mengatakannya munkarul hadits, Ibnu Hibban mengatakan, “Tidak boleh berhujjah dengannya” tapi dia juga memasukkannya dalam kitab Ats-Tsiqaat.1 Al-Hafizh Ibnu Hajar menyimpulkan dia dha’if.2
- Hadits Pada Tiap Bulu ada Kebaikan
Dari Zaid bin Arqam,
قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ؟ قَالَ: “سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ” قَالُوا: فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: “بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ” قَالُوا: فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: “بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ”
Para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya, “Wahai Rasulullah, apa sebenarnya kurban ini?” Beliau menjawab, “Sunnah ayah kalian Ibrahim.” Mereka bertanya lagi, “Apa untuk kita di dalamnya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Pada tiap bulunya ada kebaikan.” Mereka bertanya lagi, “Bagaimana dengan shuf (bulu domba, wol)?” Beliau menjawab, “Pada tiap wolnya ada kebaikan (pahala).” — HR. Ibnu Majah, no. 3127, Ahmad dalam musnadnya nomor 19283, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, no. 3467, Ath-Thabarani dalam Al-Kabir, no. 5075
Semua sanadnya bermuara pada Salam bin Miskin, dari ‘A`idzullah Al-Mujasyi’i, dari Abu Daud As-Sabi’i.
Abu Daud As-Sabi’i namanya adalah Nufai’ bin Harits, Ibnu Ma’in mengatakannya “memalsukan hadits, tak bernilai (laisa bi syai), Ad-Daraquthni dan An-Nasa
iy mengatakannya, “matruk”, Ibnu Hibban mengatakan, “Tidak boleh meriwayatkan darinya.”3
Sedangkan ‘A`idzullah Al-Mujasyi’i juga dikatakan oleh Abu Hatim “munkarul hadits”, Al-Bukhari mengatakan, “Tidak shahih haditsnya”. Adz-Dzahabi menambahkan tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Sallam.4
Dengan demikian hadits ini tergolong palsu. Wallahu a’lam.
- Hadits Infak Uang Terbaik adalah untuk Penyembelihan Kurban
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَا أُنْفِقَتُ الْوَرِقُ فِي شَيْءٍ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ نَحيرٍ يُنْحَرُ فِي يَوْمِ عِيدٍ
“Tidak ada uang yang diinfakkan lebih disukai oleh Allah melebihi (pembelian) hewan kurban yang akan dikurbankan di hari Id.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir no. 10894, Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman, no. 6953 tapi dalam sanadnya ada Ibrahim bin Yazid Al-Khauzi yang dikatakan oleh Imam Ahmad dan An-Nasa`iy, “matruk”, Yahya bin Ma’in mengatakannya, “Tidak dipercaya”, Al-Bukhari mengatakannya, “Mereka diam tentangnya”, Abu Hatim dan Abu Zur’ah mengatakannya munkarul hadits.5
Dengan demikian riwayatnya sangat lemah, hingga tak bisa dipakai meski dalam keutamaan amal.
- Hadits Kurban Amalan Terbaik Tapi Masih di bawah Penyambungan Silaturrahim.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ فِي هَذَا الْيَوْمِ ، أَفْضَلَ مِنْ دَمٍ يُهَرَاقُ ، إِلاَّ أَنْ يَكُونَ رَحِمًا مَقْطُوعَةً تُوصَلُ.
“Tidak ada amalan anak Adam di hari ini yang lebih baik daripada darah yang ditumpahkan (sembelihan kurban) kecuali kalau ada hubungan rahim (kekeluargaan) yang disambung kembali setelah sempat terputus.” — HR. Ath-Thabarani dalam Al-Kabir, no. 10948
Hadits ini menunjukkan bahwa menyambung kembali hubungan kekeluargaan yang sempat terputus akibat perselisihan lebih afdhal daripada pelaksanaan kurban.
Hadits ini dhaif karena dalam sanadnya ada dua cacat:
- Melalui jalur Ismail bin Ayyasy yang bila meriwayatkan dari orang luar negerinya yaitu Syam maka haditsnya dhaif. Di sini dia meriwayatkan dari Laits bin Abi Sulaim, yang orang Kufah maka jadilah riwayatnya ini dhaif.
- Laits bin Abi Sulaim sendiri juga dhaif lantaran hafalan dan ingatannya yang kacau meski dia seorang ahli ibadah.6
- Hadits Imran bin Hushain Rasulullah menyuruh Fathimah Saksikan Kurbannya
Dari Imran bin Hushain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada putrinya Fathimah:
يَا فَاطِمَةُ ، قُومِي فَاشْهَدِي أُضْحِيَّتَكِ ، فَإِنَّهُ يُغْفَرُ لَكِ بِأَوَّلِ قَطْرَةٍ مِنْ دَمِهَا كُلُّ ذَنْبٍ عَمِلْتِيهِ ، وَقُولِي : إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَاي وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ، لاَ شَرِيكَ لَهُ ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Fathimah, berdirilah dan saksikan kurbanmu, karena engkau akan diampuni pada tetesan pertama darahnya untuk setiap dosa yang kau lakukan. Ucapkanlah, sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanya untuk Allah tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dengan itulah aku diperintahkan dan aku termasuk orang Islam.”
Lalu Imran bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah ini khusus untuk ahli baitmu saja atau umum untuk semua kaum muslimin?”
Rasulullah menjawab, “Itu untuk semua kaum muslimin.” — HR. Ath-Thabarani dalam Al-Kabir, no. 600, Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman, no. 6957, dan dalam As-Sunan Al-Kubra, no. 10225, Ar-Ruyani dalam musnadnya, no. 138, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, no. 7524
Semua bermuara pada Abu Hamzah Ats-Tsumali yang meriwayatkannya dari Sa’id bin Jubair, dari Imran bin Hushain.
Abu Hamzah ini bernama Tsabit bin Abi Shafiyyah, Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakannya “Tidak teranggap (laisa bi syai)”, Abu Hatim mengatakannya, “Layyinul hadits” (haditsnya lemah sedikit), An-Nasa’iy mengatakannya “tidak tsiqah”. Demikian nukilan Adz-Dzahabi dalam Al-Mizan.7
Ibnu ‘Adi mengatakan, “Kelemahan tampak jelas pada hadits-haditsnya, dan dia lebih dekat pada ke-dhaif-an.”8
Cacat lain adalah perawi yang meriwayatkannya dari Abu Hamzah yaitu Nadhr bin Ismail juga dhaif. Al-Hafizh Adz-Dzahabi dalam Al-KAsyif dan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib sepakat mengatakannya, “Tidak kuat”.9
Dengan demikian haditsnya ini termasuk munkar, karena hanya melalui jalur Abu Hamzah yang dhaif ini.
- Hadits Ali bin Abi Thalib Rasulullah suruh Fathimah saksikan hewan kurbannya.
Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, no. 19161, Abd bin Humai dalam Al-Muntakhab, no. 78 dan Ahmad bin Mani’ sebagaimana dalam Al-Mathalib Al-‘Aliyah, no. 2299.
Haditsnya senada dengan hadits Imran bin Hushain, tapi sanadnya lebih parah karena bermuara pada Amr bin Khalid Abu Khalid Al-Qurasyi dan dia dianggap pendusta oleh Ibnu Ma’in dan Ahmad bin Hanbal, juga dianggap pemalsu hadits oleh Abu Zur’ah dan Ishaq bin Rahawaih.10
Jadi, riwayat Ali ini palsu.
- Hadits Abu Sa’id Al-Khudri masih tentang Fathimah yang Disuruh Menyaksikan Hewan Kurbannya
Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, no. 7525, dengan redaksi mirip hadits Ali dan Imran di atas, tapi dalam sanadnya ada dua cacat:
- Athiyyah bin Sa’d Al-Aufi dan dia dhaif, Al-Hafizh menyebutnya jujur tapi sering salah dan mudallis, nah dalam riwayat ini dia melakukan ‘an’anah jadi semakin lemah karena mudallis.11
- Daud bin Abdul Hamid yang dikatakan oleh Abu Hatim dhaif.12
Adz-Dzahabi menyebutkan riwayat ini dalam Mizan Al-I’tidal sebagai bukti kelemahan Daud bin Abdul Hamid.
Dari kesemua riwayat ini maka kisah Rasulullah menyuruh Fathimah menyaksikan hewan kurbannya itu dhaif dan tidak bisa saling kuat menguatkan karena kelemahannya parah.
Wallahu a’lam.
Ustadz Anshari Taslim, Lc.
Mudir Pesantren Bina Insan Kamil – DKI Jakarta
Senin, 28 Agustus 2017
- Al-Badr Al-Munir karya Ibnu Al-Mulaqqin, 9/274
- At-Taqrib 2/298, no. 9955.
- Mizan Al-I’tidal 4/272, Tahdzib Al-Kamal, 30/12.
- Mizan Al-I’tidal 2/364.
- Lihat Al-Mizan 1/75 dan Tahdzib Al-Kamal 2/243.
- Bisa dilihat jarh para ulama terhadapnya dalam Mizan Al-I’tidal 3/420 dan Tahdzib Al-Kamal 24/279, no. 5017.
- Al-Mizan 1/363.
- Al-Kamil Fid Dhu’afaa` 2/295, no. 311.
- Lihat Al-Kasyif oleh Adz-Dzahabi 2/320, no. 5827 dan At-Taqrib oleh Al-Asqalani 2/162, no. 8030.
- Lihat lengkapnya pada biografinya di Tahdzib Al-Kamal 21/603-606, nomor perawi 4357.
- At-Taqrib 1/452, no. 5190.
- Al-Mizan 2/11, no. 2624.