Bukan Salah 7 Oktober Catatan Seorang Ulama Gaza

Bukan Salah 7 Oktober Catatan Seorang Ulama Gaza

Muhammad Elhami: “Apa yang kita lihat dari ketidakberdayaan Umat di hadapan pemandangan yang membakar dan menyakitkan di Gaza, pada hakikatnya adalah ‘Ujian Zionis’ terhadap reaksi Umat ketika mereka memutuskan untuk menghancurkan Al-Aqsa!

Masalahnya sekarang bukan lagi masalah gerakan Islam yang mengambil keputusan terhitung atau tidak terhitung (padahal tidak dikenal dalam fikih Muslimin maupun dalam sejarah mereka: membiarkan Muslim disembelih dan dibunuh, dan menghinakannya karena dia salah dalam keputusan jihadnya…”Sebaliknya, mereka yang berbicara demikian mencoba untuk menidurkan hati nurani mereka dan membenarkan ketidakberdayaan mereka)..”

Sayangnya, masih banyak dari orang-orang lugu berpikiran dangkal tapi emosional dari kalangan awam, bahkan dari kalangan ahli ilmu, yang memenjarakan diri dan pikiran mereka dalam sudut gelap yang campur aduk faktanya, yang dinamakan “7 Oktober”. Mereka masih hidup dalam peristiwa yang telah berakhir sepenuhnya dalam dua atau tiga hari, seolah-olah jam-jam singkatnya telah diperluas oleh imajinasi mereka secara paksa untuk mencakup seluruh waktu.

Mereka tidak menyadari – atau tidak mau menyadari – karena besarnya guncangan atau karena lemahnya jiwa yang cenderung pada dunia dan tidak sanggup menanggung akibat serta beban beratnya. Bahwa 7 Oktober telah benar-benar berakhir, baik dari sisi hakikatnya (yaitu mengusir penjajah dan membebaskan tanah yang dirampas), maupun dari sisi dampaknya yang tidak ada satu pun yang menyangka akan berlanjut lebih dari enam bulan, apalagi sampai ke tingkat kebrutalan dan kekejaman dalam reaksi seperti yang terjadi sekarang.

Apa yang sedang terjadi sekarang adalah peristiwa yang sepenuhnya terpisah – sebuah perang pemusnahan dan genosida yang dilancarkan oleh penjajah penjahat, dan dialah yang menanggung semua akibat dan tanggung jawabnya secara penuh dan tunggal.

Hubungannya dengan 7 Oktober hanyalah sebatas hubungan sebab yang lemah, seperti hubungan ayah terhadap keberadaan anaknya, lalu si anak membunuh dan berbuat kejahatan tanpa campur tangan ayahnya – apakah sang ayah harus dihukum hanya karena dia menjadi sebab adanya anak tersebut? Tentu saja tidak. Karena sebab yang lemah tersebut telah berhenti pada sebab yang sebenarnya, yakni kehendak si pembunuh itu sendiri.

Begitu juga halnya di sini, hubungan sebab-akibat 7 Oktober terhadap penderitaan Gaza hari ini berakhir pada kehendak penjajah, pembunuh, dan kriminal untuk melampaui semua reaksi yang mungkin dan terus maju dalam pemusnahan yang tidak memiliki pembenaran kecuali bahwa itu sejalan dengan kejahatannya dan kehausan ideologisnya akan darah warga Palestina dan pengusiran mereka. Ini seperti seseorang yang membunuh seseorang, lalu wali korban memanfaatkan insiden itu dan membunuh seluruh keluarga si pembunuh karena kebencian lama yang terpendam dalam hati mereka terhadap keluarga tersebut. Jika kita menganggap bahwa pembunuh pertama adalah salah dan agresif, apakah itu membenarkan pembunuhan seluruh keluarganya?!

Baca Juga:  Apa Yang Sebenarnya Terjadi Di Perang Suriah?

Dan bahkan jika kita menganggap bahwa 7 Oktober adalah ijtihad yang keliru dari seorang pemimpin yang cara syahidnya yang heroik membuktikan kejujuran niatnya, apakah itu membenarkan agresi dan kejahatan penjajah serta reaksinya yang melampaui batas akal, adat, dan kemanusiaan?!

Semua orang, bahkan Eropa yang zalim, telah menyadari pemisahan antara 7 Oktober dan perang pemusnahan saat ini, dan mereka mulai membebankan tanggung jawab penuh atas perang ini kepada penjajah dan menarik pembenaran mereka, kecuali Trump, wali terdekat mereka, dan kelompok yang saya sebutkan dari orang-orang sederhana, emosional, dan lemah ini. Penyebabnya adalah salah satu dari dua hal:

  1. Entah ketidaktahuan akan fakta-fakta realitas dan akidah rasis kriminal Yahudi.
  2. Atau cinta dunia dan takut mati yang mendorong mereka untuk menyerah dan memilih perdamaian dan keselamatan di atas jalan yang penuh duri dan jihad.

Agar tidak terlihat sebagai sosok yang hina dan lemah, mereka terus-menerus menyalahkan 7 Oktober dan perlawanan, membesar-besarkan kesalahan-kesalahannya tanpa alasan, dan menggunakan peristiwa ini dan kesalahan-kesalahan tersebut – yang tidak luput dari setiap pelaku – sebagai dalih untuk menuntut penyerahan diri. Mereka membungkus diri dengan argumen ini dan menghiasinya dengan kata-kata mereka yang indah dan pemikiran fikih mereka yang aneh dan lemah yang didasarkan pada kekeliruan seperti kekeliruan mafsadat dan maslahat (saya akan membahas dan membantahnya secara terpisah, insya Allah). Mereka hanya menyembunyikan keburukan mereka dengannya, baik mereka menyadarinya atau tidak.

Namun, perang ini adalah pengungkap yang sesungguhnya. Allah ‘Azza wa Jall berfirman tentang sebagian orang munafik dengan kemunafikan mereka: (“Ketahuilah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.”) (QS. Al-Baqarah: 12).

Maka seorang Muslim lebih utama untuk tidak menyadari kerusakannya dan perbuatannya merusak kadang-kadang, karena dia mengira dia berada di atas kebenaran dan menginginkan kebenaran, dan tidak memperhatikan letak kelemahan yang halus di dalam hatinya yang digambarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa kadang-kadang lebih tersembunyi daripada langkah semut.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menentukan kelemahan itu dalam sabdanya: “Hampir-hampir bangsa-bangsa akan mengerumuni kalian sebagaimana orang-orang yang makan mengerumuni hidangan mereka.” Seorang penanya berkata: “Apakah karena sedikitnya kami pada hari itu?” Beliau menjawab: “Bahkan kalian pada hari itu banyak, tetapi kalian adalah buih seperti buih banjir. Dan sungguh Allah akan mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian, dan sungguh Allah akan menanamkan dalam hati kalian al-Wahn.” Seorang penanya berkata: “Wahai Rasulullah, apakah al-Wahn itu?” Beliau menjawab: “Cinta dunia dan benci kematian.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya dan disahihkan oleh Al-Albani).

Baca Juga:  Ruhnama oh Ruhnama

Saya tidak menemukan contoh yang lebih baik tentang pemisahan yang saya sebutkan antara 7 Oktober dan perang saat ini, serta kelemahan sebab-akibat di antara keduanya dan ketiadaan dampaknya, selain dari perdebatan Musa dengan Adam ‘alaihimas salam sebagaimana dalam Shahihain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Musa berdebat dengan Adam, lalu Musa berkata kepadanya: ‘Engkau adalah orang yang mengeluarkan manusia dari Surga karena dosamu, dan membuat mereka sengsara.’ (Dalam riwayat lain: ‘Engkau adalah bapak kami, engkau telah merugikan kami dan mengeluarkan kami dari Surga.’ Dan dalam riwayat lain: ‘Engkau adalah Adam yang menyesatkan manusia, dan mengeluarkan mereka dari Surga.’) Adam berkata: ‘Wahai Musa, engkau adalah orang yang telah Allah pilih dengan risalah-Nya dan kalam-Nya, apakah engkau mencelaku atas suatu perkara yang telah Allah takdirkan atasku sebelum Dia menciptakanku?'” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maka Adam mengalahkan Musa dalam hujjah.”

Musa ‘alaihimas salam telah membebankan tanggung jawab atas musibah anak cucunya, yaitu keluarnya mereka dari Surga dan semua penderitaan dan kesengsaraan yang terjadi pada mereka setelah itu, kepada Adam karena dia adalah penyebabnya. Maka Adam ‘alaihis salam melepaskan diri dari tanggung jawab ini karena ketika dia memakan pohon itu, dia tidak bermaksud untuk merugikan siapa pun dan tidak menyangka bahwa semua ini akan terjadi. Sebaliknya, dia memakan pohon itu dengan ijtihad yang keliru dalam perkiraannya tanpa tahu akan akibatnya nanti.

Tapi alasan paling kuat kenapa itu terjadi adalah karena dia sudah ditakdirkan oleh Allah Yang Maha Agung yang telah Dia takdirkan untuk keturunannya sebagai rahmat, keadilan, dan hikmah, dan yang berada di luar kemampuan, perkiraan, pemikiran, dan harapannya, maka dia tidak dicela dari sisi ini. Dia hanya dicela atas kesalahan khususnya, yaitu memakan pohon itu. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memutuskan untuk Adam ‘alaihis salam bahwa dia telah mengalahkan Musa dalam hujjah.

Apakah orang-orang ini akan tunduk pada keputusan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ataukah mereka juga akan menyalahkan bapak kita Adam ‘alaihis salam atas perang ini karena dia adalah penyebab pertama turun dari Surga dan semua kesengsaraan setelahnya!?

Maka, sebab utama kesalahpahaman ini lantaran cinta dunia dan takut mati (wahn) serta kejahilan terhadap peristiwa 7 Oktober serta hubungannya dengan apa yang kita alami sekarang.

Dr. Rami bin Muhammad Ad-Dali
Rabu, 26 Safar 1447 H
Bertepatan dengan 20 Agustus 2025

Bagikan Artikel:

==========================================

Yuks!, perbanyak amal jariyah dengan ikut berpartisipasi dalam upaya meningkatkan kualitas dakwah islamiyah bersama Pesantren Bina Insan Kamil, salurkan donasi terbaik Antum melalui rekening:

Bank Syariah Indonesia
7000 7555 00
a/n Bina Insan Kamil Pramuka

Kode Bank: 451

Konfirmasi Transfer:
https://wa.me/6282298441075 (Gita)

Ikuti juga konten lainnya di sosial media Pesantren Bina Insan Kamil:
Instagram: https://www.instagram.com/pesantrenbik
Fanspage: https://www.facebook.com/pesantrenbik
YouTube: https://www.youtube.com/c/PesantrenBIK

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *