Bolehkah Membayar Zakat Fitrah Lebih dari Kewajiban

Bolehkah Membayar Zakat Fitrah Lebih dari Kewajiban?

Tanya:

Sebagaimana kita ketahui bahwa zakat fitrah yang diwajibkan adalah sebesar satu sha’ makanan pokok tapi ada perbedaan dalam menentukan berapa konversinya ke dalam liter atau kilogram. Bolehkah kita memakai standar tertinggi dan bila lebih dari kewajiban maka kita niatkan sebagai sedekah?

Jawab:

Membayar zakat melebihi ketentuan yang wajib dibolehkan menurut mayoritas ulama. Dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebutkan:

Pada dasarnya muzakki (orang yang membayar zakat) hendaknya mengeluarkan sesuai ketentuan yang diwajibkan atas dirinya demi melepaskan kewajiban. Kalau lebih dari itu maka lebih baik berdasarkan firman allah, “Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan tambahan dengan kerelaan hati maka sesungguhnya Allah maha membalas yang terbaik.” (Qs. Al-Baqarah : 158).

Kelebihan itu kadang terjadi pada jumlah kadang pula pada sifat (kualitas). Contoh kelebihan dalam kualitas adalah mengeluarkan bintu labun (unta betina usia dua tahun masuk tahun ketiga) padahal yang dia baru terkena kewajiban membayarkan satu ekor bintu makhaadh (unta betina genap setahun masuk tahun kedua).[1]

Adapun contoh kelebihan pada jumlah adalah mengeluarkan zakat fitrah lebih dari satu sha’, padahal yang wajib hanyalah satu sha’ untuk setiap individu.”[2]

Selesai dari Al-Mausu’ah.

Tapi menurut ulama Malikiyyah seperti Ad-Dardir, dan Muhammad Ulaisy dalam syarh mereka terhadap Mukhtashar Al-Khalil membayar lebih dari kadar wajib itu adalah makruh bahkan bid’ah. Ad-Dardir misalnya mengatakan,

“Disunnahkan bagi muzakki (orang yang membayar zakat) tidak lebih dari satu sha’, bahkan dimakruhkan lebih dari itu, karena itu adalah ketetapan syari’, sehingga melebihinya adalah bid’ah yang dibenci sama dengan penambahan tasbih lebih dari 33 kali. Itu bila memang sengaja ingin membayar lebih, tapi kalau ragu maka tidak makruh.”[3]

Baca Juga:  Fatwa Zakat Untuk Kepentingan Dakwah

Pernyataan ini dibantah oleh Dr Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya Fiqhuz Zakah 2/439-440 dengan mengatakan bahwa menyamakan antara kelebihan zakat dengan kelebihan jumlah tasbih tak dapat diterima, karena zakat bukanlah ta’abbudiyyah mahdhah layaknya shalat dan zikir atau tasbih. Sehingga membayar lebih dari yang diwajibkan dalam masalah zakat ini tidak jadi masalah bahkan menjadi baik, sebagaimana dalam firman Allah:

فَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَهُوَ خَيۡرٞ لَّهُۥۚ وَأَن تَصُومُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

“Barangsiapa yang dengan senang hati menambah kebaikan maka itu lebih baik baginya.” (Qs. Al-Baqarah : 184).

Yang dimaksud dalam ayat ini adalah pembayaran fidyah puasa berupa member makan seorang miskin.

Demikian dari Dr Al-Qaradhawi, lalu beliau melandaskan kebolehan itu dengan hadits riwayat Abu Daud, Ahmad dan Al-Hakim dari Ubay bin Ka’b dimana ada seorang laki-laki yang berkewajiban membayar bintu makhadh (anak onta betina umur setahun jalan dua), tapi dia tak tega membayar dengan bintu makhadh karena tidak ada susu dan tidak pula bisa dijadikan hewan pembawa barang maupun tunggangan, maka diapun membayar dengan unta betina dewasa, tapi Ubay bin Ka’b yang kala itu sebagai petugas pemungut zakat menolak untuk menerimanya karena itu lebih dari kewajiban yang seharusnya dia bayar. Akhirnya mereka menghadap Rasulullah dan setelah mendengar permasalahannya maka Rasulullah pun berkata kepada orang itu,

ذَلِكَ الَّذِي عَلَيْكَ فَإِنْ تَطَوَّعْتَ بِخَيْرٍ قَبِلْنَاهُ مِنْكَ. وَآجَرَكَ اللهُ فِيهِ

“Itu adalah kewajiban yang harus kamu bayar (bintu makhadh), tapi kalau kamu memang ingin membayar lebih dengan senang hati maka kami akan menerimanya darimu dan Allah akan memberimu pahala (tambahan) lantaran itu.”

Maka orang inipun tetap menyerahkan untuk dewasa itu dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerimanya sembari mendoakan keberkahan kepadanya.[4]

Baca Juga:  Sumpah Setia Tak Menikah Lagi Meski Suami Mati

Dari hadits ini jelas bahwa seseorang yang sudah tahu kewajibannya berapa boleh membayar lebih dengan kerelaan hati, bukan karena merasa apa yang disyariatkan itu kurang atau menolak syariat.

Untuk kasus zakat fitrah sebagaimana diketahui bahwa ukuran zakat fitrah yang wajib adalah satu sha’ makanan pokok (kalau kita di sini berarti beras). Lalu berapakah satu sha’ itu bila dikonversi dalam liter maupun kilogram?

Dr Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fiqhuz Zakah-nya menetapkan bahwa satu sha’ itu sama dengan volume 2,75 liter air yang bila dikonversi ke berat menjadi 2156 gram gandum.

Adanya perbedaan bahan yang ditimbang menyebabkan berubahnya satu sha’ dalam kilogram, sehingga Komisi Tetap untuk Fatwa Kerajaan Arab Saudi menetapkan angka kehati-hatian yaitu 3 kg untuk semua jenis makanan pokok.[5] Ini sama dengan himbauan MUI Jawa Timur yang membulatkan ukuran zakat fitrah menjadi 3 kg beras. Ini merupakan standar tertinggi yang mereka dapati. Sekiranya ada yang menetapi standar lebih maka tidak ada salahnya mengikuti itu dan diniatkan sebagai bentuk kehati-hatian, sehingga bila ada kelebihan maka itu adalah sedekah tathawwu’. Wallahu a’lam.

Ashari Taslim
22 Ramadhan 1435 H.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *