Hukum Hijrah dari Bumi Palestina

Keputusan Nomor 36: Hukum Hijrah Dari Bumi Palestina

Keputusan Nomor 36: Hukum Hijrah dari Bumi Palestina

Tanggal 4/1/1414 H – 24/6/1993 M

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasul-Nya yang terpercaya, sayyiduna Muhammad beserta keluarga.

Pada tanggal 4 Muharram 1414 H yang bertepatan dengan 24 Juni 1993M telah berkumpul di majlis fatwa diketuai oleh hakim agung, ketua majlis fatwa Dr Nuh Ali Salman dengan para anggota, Dr Ali Al-Faqir, Dr Ahmad HAlil (direktur kementerian waqaf), Syekh Mahmud Syuwayyat (mufti Angkatan bersenjata Yordania), Dr Mahmud As-Sirthawi (dekan fakultas syaria’ah universitas Yordania), Dr Muhammad Nu’aim Yasin (Guru besar fakultas Syari’ah Universitas Yordan), Syekh Ratib Azh-Zhahir (anggota mahkamah banding), Syekh Sa’id Hijawi (perwakilan mufti umum) dan Syekh Ibrahim Khasysyan (direktur kantor fatwa umum).

Majlis memperhatikan sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh seorang cendikiawan muslim yang kebetulan tinggal di Yordania, di mana dalam pernyataan itu disebutkan wajibnya penduduk Palestina hijrah dari sana dengan alas an bahwa mereka tersiksa di bawa penguasaan musuh yang kafir. Alasannya ini mengikuti petunjuk Rasulullah ﷺ dan para sahabat yang mulia Ketika mereka hijrah dari Mekah ke Madinah.

Majlis telah sepakat bahwa pernyataan ini merupakan kekeliruan yang tidak boleh diikuti. Sebabnya, pernyataan ini tidak didasarkan pada pengetahuan menyeluruh terhadap keadaan yang sedang berlangsung di Palestina, serta tidak cermat dalam menyamakan keadaan muslimin di Palestina saat ini dengan keadaan di Mekah sebelum hijrah ke Madinah di masa Rasulullah.

Majlis menekankan tidak bolehnya penduduk Palestina meninggalkan negeri mereka dan mengosongkan bumi yang disucikan untuk Yahudi. Selain itu majlis juga menekankan bahwa tetapnya mereka berada di negeri mereka merupakan jihad di jalan Allah sehingga mereka mendapatkan pahala ribath. Juga perjuangan mereka menghadapi musuh adalah jihad di jalan Allah yang akan mendapatkan pahalanya para mujahidin. Yang terbunuh dalam hal ini adalah para syahid yang senantiasa hidup dan diberi rejeki di sisi Tuhan mereka. Semua support yang mendukung penduduk Palestina berarti dukungan terhadap para mujahidin dan itu berarti berada di jalan Allah.

Baca Juga:  Ruhnama oh Ruhnama

Kemudian majlis ingin menjelaskan perbedaan antara keadaan muslimin di Palestina saat ini dengan keadaan muslimin di Mekah sebelum hijrah ke Madinah sebagai berikut:

  1. Palestina itu negeri Islam sejak awal tapi Yahudi berusaha merebutnya. Makanya wajib bagi kaum muslimin keseluruhan untuk menghalau mereka dengan semua potensi yang ada. Tanggung jawab perlawanan pertama ada di penduduk Palestina sendiri, kemudian menyebar ke penduduk negeri yang lebih dekat dan seterusnya. Berbeda dengan Mekah waktu itu yang memang negeri para musyrikin ini, dan kaum muslimin berusaha untuk menguasainya. Ketika kaum muslimin ini belum berhasil melakukan itu maka mereka hijrah lah ke Habasyah kemudian ke Madinah.
  2. Hijrah ke Habasyah waktu itu bukanlah sebuah kewajiban. Siapa yang mau hijrah silakan ikut kalau dia ingin lepas dari ancaman kaum musyrikin. Ketika sudah berdiri negara Islam di Madinah barulah hijrah ke sana menjadi wajib bagi setiap muslim yang mampu, baik dari Mekah maupun dari tempat lain. Tujuan dari hijrah ke Madinah bukan semata cari selamat, tapi juga mendukung berdirinya negara Islam dengan kekuatan massa maupun harta. Makanya perintah ini dihapuskan Ketika Islam sudah berhasil menaklukkan Mekah dan negeri-negeri lain di jazirah Arab. Sedangkan kaum muslimin di Palestina saat ini tidak mendapati adanya negara seperti Madinah untuk mereka hijrah dari semua sisi.
  3. Hijrah ke Madinah adalah perintah waliyyul amri yaitu Rasulullah ﷺ di mana beliau mempertimbangkan maslahat jamaah islam. Sedangkan sekarang yang menjadi pemimpin dan waliyyul amri kaum muslimin adalah satuan pimpinan politik dan ulama yang mengetahui keadaan di lapangan, bahwa maslahat yang terbaik adalah kaum muslimin harus tetap ada di negeri Palestina agar jati diri Islam tetap ada di sana sambil menunggu pertolongan dari Allah.
  4. Yahudi sendiri saat ini tidak pernah melarang kaum muslimin mendirikan syi’ar-syiar Islam terutama yang menyangkut kebebasan pribadi. Mereka juga tak selalu menghalangi peribadahan kaum muslimin. Mereka hanya mencari para mujahidin dalam jihad. Berbeda dengan kafirin di Mekah yang memang menghalangi kaum muslimin untuk beribadah dan urusan pribadi.
  5. Mengosongkan Palestina dari kaum muslimin itulah yang menjadi tujuan utama Yahudi dan pemerintahannya, karena itu sangat menguntungkan mereka. Maka wajib bagi kaum muslimin untuk menghalangi tujuan itu.
  6. Majlis fatw berkeyakinan apa yang dikatakan oleh sang alim termaksud adalah sebuah kekeliruan dan tak perlu diikuti. Kalau beliau tahu apa konsekuensi dari fatwanya itu tentu beliau akan meninggalkan fatwa tersebut. Di sisi lain majlis juga mengharapkan tidak tergesa-gesa mengambil apa saja yang difatwakan dalam urusan agama, siapapun pengucapnya. Sebab yang halal sudah jelas, yang haram pun jelas, yang baik adalah apa yang menenangkan hati dan dosa adalah apa yang mengganjal di hati.
  7. Majlis juga mendukung jihad di Palestina serta saudara-sadara kita di Bosnia Herzegovina serta semua negeri Islam. Memberkati posisi mereka yang mulia, serta mengajak kaum muslimin untuk mendukung mereka dengan segala potensi yang ada. Allah lah yang menjadi pelindung di balik semua maksud.
Baca Juga:  Saudi Dan Ikhwan, Born A King

Ttd: Ketua Majlis Fatwa Dr Nuh Ali Salman,
mufti umum diwakili Syekh Sa’id Hijawi,
mufti Angkatan bersenjata, Syekh Mahmud Syuwaiyyat,
Dr Ali Al-Faqir,
Direktur kementerian wakaf, Dr Ahmad Halil,
Dr Mahmud Sirthawi,
Syekh Ratib Azh-Zhahir,
Dr Muhammad Nu’aim Yasin,
Syekh Ibrahim Khasysyan.

Sumber : https://www.aliftaa.jo/Decision.aspx?DecisionId=37#.YKL1mZMzZpQ

Diterjemahkan oleh Anshari Taslim
Bekasi, 17 Mei 2021.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.